Aku menarik napas panjang sebelum mengangguk.
Nenek yang namanya saja belum kuketahui itu tampak berbinar. Ada sedikit rasa haru di hati melihat itu.
'Ya Allah, mau tidak mau, aku terpaksa membawa Nenek asing ini ke rumah kontrakkan Zaskia,' batinku, 'semoga sahabatku itu mau mengerti kondisinya.'
*******Di rumah kontrakan Zaskia, aku pun merapikan tempat tidur dan meminta Nenek asing itu untuk beristirahat.
Setelahnya, aku menyiapkan makan malam dan memastikan Nenek itu menghabiskannya.
Lama aku terdiam sampai aku melihat Zaskia tampak bingung melihat Nenek asing itu sedang makan.
"Ha--lo?" sapanya sedikit terjeda.Aku menatap Zazkia dengan senyum tak enak.
Dari lirikan mata, aku menyadari sahabatku yang baru pulang kerja itu memintaku masuk ke dalam kamarnya.
"Kita nggak kenal dia siapa, Ra," ucap Zazkia membuka percakapan, "kok kamu bisa-bisanya membawa dia ke sini?"
Perempuan itu nampak sekali tidak senang dengan keputusanku ini yang membawa Nenek itu.
Perasaanku semakin tidak enak mengingat aku pun hanya menumpang di sini.
"Aku nggak punya pilihan, Zas," cicitku, "Nenek itu tidak tahu apa-apa. Kata dokter, dia mengalami gejala alzheimer.""Bawa dia ke kantor Polisi, Ra, bukan ke rumah ini," jawab Zaskia."Nenek itu tidak mau, Zas. Aku sudah mencoba membujuknya, dia malah menangis, aku tidak tega.""Hah, ada- ada saja," keluh Zaskia.Seketika, aku menunduk malu karena merasa tidak nyaman menjadi beban Zaskia.Keheningan sempat terjadi antara kami, hingga panggilan dari Nenek asing itu memecah keheningan. "Nara, Nara ...."Aku pun segera keluar dari kamar Zaskia--berjalan menuju dapur."Nara, kamu ke mana aja, sih? Aku mau mandi, tapi air hangat tidak ada, tolong kamu panaskan air untukku," titah Nenek asing itu."Iya, Nek," ucapku meski kesal sebenarnya dengan tingkah Nenek ini.Baru juga sehari bersama, tapi dia selalu memerintahku. Ingin kubantah rasanya juga percuma, sorot matanya yang teduh, selalu membuatku tidak berdaya.Terdengar helaan dari belakangku. Aku pun berbalik badan dan melihat Zaskia yang rupanya ikut menyusul ke dapur.Raut wajahnya menunjukkan kekesalan, tetapi dia tidak bersuara apapun di depan Nenek asing ini.*****
Dalam diam, aku pun mendidihkan air panas dan membuatnya ke dalam bak mandi, hingga Nenek asing itu pun akhirnya mandi.Segera kutinggalkan wanita tua itu dan kembali ke meja makan.
Aroma seduhan mie menguar ke indera penciumanku."Mau makan, jadi tidak selera aku begini, Ra. Ada orang asing di rumah ini, membuatku tidak nyaman," ungkap Zaskia mendadak. Lagi-lagi, ia mengeluh, hingga membuatku seketika menunduk.Namun, baru beberapa suap, aku tiba-tiba mendengar teriakan Nenek. "Ra, mana bajuku?"
Dari sudut mata, kulihat Wajah Zaskia semakin masam mendengarnya.
"Nggak sopan sekali Nenek tua itu, Ra. Usir saja dia dari sini, dia pikir kamu itu pembantunya kali?" cerocos Zaskia.Aku hanya bisa mengangguk tak nyaman, lalu bangkit dari dudukku. "Maaf ya, Zas. Bentar, aku temui dia dulu.""Mengurus orang tua itu tidak mudah, sebaiknya kamu pikirkan lagi sebelum membawa orang ke rumah ini," ketus Zaskia, "kenal juga tidak, keluarga juga bukan, tapi mau-maunya kamu di susahkan orang begitu."
Zaskia tak mau menatapku. Ia hanya fokus menyantap makanannya.
Aku hanya bisa terdiam dan melanjutkan langkah, menuju ke dalam kamarku untuk menemui Nenek."Mana bajuku, Nara?" tanya Nenek asing itu."Nek, Nenek nggak punya baju, baju Nenek yang tadi kan kotor. Pake baju Nara saja ya, Nek.""Yaudah mana? Dingin tau," keluhnya.Aku pun menyabarkan diri dan mencarikannya pakaian yang cocok untuk dia kenakan. Setelah mendapatkan yang cocok, aku memberikannya pada Nenek asing itu."Kok baju kamu jelek begini sih," protesnya.Aku tercengang kala melihat reaksi Nenek asing ini pada baju terbaikku itu.Ya, bisa dikatakan itulah bajuku yang cukup baik dari yang lainnya. Tapi, Nenek asing itu dengan ringannya malah menghina."Aku bukan orang kaya, Nek. Bajuku tidak ada yang bagus, sama seperti hidupku. Apa sebaiknya kita ke kantor Polisi saja untuk mencari tahu keluarga Nenek? Jika Nenek hidup bersamaku, Nenek malah akan sengsara. Aku di sini juga cuma menumpang sama sahabatku," jelasku dengan menatap sedih Nenek asing itu.Muka Nenek seketika sedih. "Itu alasan kamu saja, kan? Kamu pasti keberatan mengurus Nenek tua sepertiku," lirihnya."Bukan begitu, Nek. Aku takut Nenek kesusahan hidup bersama wanita miskin sepertiku."Nenek asing itu terdiam dan meraih pakaian yang masih ada di tanganku. Ia mulai mengenakannya, meski dengan wajah yang datar.Ia pun merebahkan diri dan diam tanpa kata sama sekali.Jujur, aku kasihan padanya, tapi diri ini juga tidak mampu berbuat apa-apa.
Tok! Tok! Tok!Tiba- tiba, suara ketukan di pintu depan terdengar cukup keras.
Aku bergegas keluar kamar dan mengikuti langkah Zaskia, yang lebih dulu berjalan menuju pintu.
Dan, ketika pintu tersebut terbuka, nampak wajah dingin lelaki yang siang tadi menabrakku! Masih kuingat dengan jelas, betapa angkuhnya lelaki ini siang tadi.Namun, pria itu malah mengacuhkanku dan menatap Zaskia. "Di mana dia?"
Seketika, aku menjadi heran.
Terlebih, kala mendengar Zaskia bertanya balik, "Jadi, itu Nenek Anda ya, Pak?"
"Ya, di mana dia?"Bukannya menjawab, Zaskia malah menatapku dan berkata, "Nara, ini Tuan Angkasa. Dia kehilangan Neneknya pagi tadi. Kebetulan, aku melihat beritanya di sosial media, dan aku memutuskan untuk menghubunginya. Aku juga memberitahukan dia, keberadaan Nenek itu."
Seketika, aku memproses segala informasi dari Zaskia.
"Sebentar, aku akan memanggilkan Nenek kalau begitu," ujarku.
Hanya saja, langkahku terhenti kala Angkasa memegang tanganku. "Tidak usah, aku sendiri yang akan menjemputnya ke dalam. Nenek pasti tidak akan mudah percaya," ucapnya, membuat keningku mengkerut.
"Kamu benaran cucunya, kan? Atau jangan-jangan, kamu orang jahat yang mencoba menculik Nenek itu?" tuduhku melihat pria itu tampak ragu.Kudengar lelaki itu mendesah, seakan menahan kesal. Tapi, aku tidak menyerah. Lagi pula, kenapa dia takut Nenek tak percaya padaku?"Kamu harus tunjukkan bukti padaku bahwa kamu memang cucunya," pintaku dengan wajah menantang."Nara, kamu apa-apaan sih?" tegur Zaskia."Kita jangan mudah percaya orang, Zas. Mana tahu, dia ini orang jahat yang terlibat perdagangan manusia," cerocosku."Astaga, gila," keluh lelaki itu di depan kami dengan pelan, lalu menatapku tajam."Kamu mau minggir atau aku tabrak sekalian?" ancamnya.Mataku sontak mendelik saat merasakan tangan kekar lelaki itu menyentuh pundakku dan mendorongku ke samping--agar memberinya jalan untuk masuk ke dalam.
Saat aku ingin protes, kini Zaskia menahan tanganku."Cukup, Nara. Ia itu tuan Angkasa Tantaka, bos di perusahaanku," bisik Zaskia."Hah, beneran, Zas?" tanyaku, menatap Zaskia dengan keterkejutan."Benar, dia bos besar, pemilik PT. Angkasa Maju Jaya. Jangan sampai, gara-gara kamu, aku dipecat dari kerjaan," ujar Zaskia, menatapku dengan kesal, kemudian berjalan masuk ke dalam rumah.Aku seketika membeku di tempat."Ya ampun! Semoga ucapanku tadi, tidak membuat lelaki itu sampai tega memecat Zaskia!"
Bab60Tiba- tiba hati nyonya Rengganis merasa sakit, melihat nasib malang yang menimpa Nara."Kamu lupa tentang asalmu! Kamu juga bukan siapa- siapa, Bu. Harta dan kuasa yang saat ini kita miliki hanyalah titipan. Lihat keadaan kita sekarang, aku sakit- sakitan, kedua anak kita pergi meninggalkan rumah ini. Percuma kita punya rumah mewah, tapi di dalamnya tidak ada cinta. Entah nanti ketika aku mati, apakah kamu mampu hidup sendiri, atau aku mati tanpa ada siapapun disisiku," lirih tuan Tantaka saat itu.Membuat perasaan dihati nyonya Rengganis mulai terketuk."Wanita itu tidak salah apa- apa, tapi dia harus menderita parah dalam hidupnya. Dibuang keluarga, karena Ibu tiri dan adiknya yang gila harta. Aku yakin, dia pun tidak mau hidup begitu, Bu. Tidak sepantasnya kamu menambah luka dihidupnya. Jangan menyumbang derita di hidup orang lain," lanjut tuan Tantaka."Angkasa ...." tuan Tantaka berteriak, mendekati Angkasa yang ternyata sudah menarik rambut Nara seenaknya.Teriakkan tuan T
Bab59"Mona ...."Wanita cantik itu tersenyum dan mendekati Bram."Sudah kuduga ini kamu. Kenapa, kamu kehilangan Nara?""Kenapa kamu bisa tau?""Kamu belum tahu apa- apa, Bram. Angkasa yang membawa Nara pergi, entah pergi kemana aku juga belum tau.""Maksud kamu apa? Dan kenapa Angkasa membawa Nara pergi, jelaskan yang benar, aku nggak lagi baik- baik saja, Mon. Tolong jangan bergurau.""Siapa yang bergurau, faktanya Nara memang pergi bersama Angkasa, suami sah Nara.""Suami sah? Kamu gila, aku sudah tegasin sama kamu ya, Mon. Aku nggak lagi baik- baik saja. Kita memang kenal, tapi kita tidak dekat, jadi jangan seperti ini, aku nggak suka ya."Bramantio nampak marah dan tidak suka, mendengar informasi yang dibawakan Monalisa dengan tujuan tertentu."Angkasa itu memang suaminya, dan lelaki kecil yang saat itu bersama Angkasa, itu adalah anak mereka. Kamu tidak tahu apa- apa, kamu ditipu wanita itu, entah dengan tujuan apa, mungkin saja karena uang. Yang jelas, semua yang aku katakan f
Bab58Jam 9 malam, nyonya Rengganis pulang ke rumahnya, bersama dengan Monalisa.Seharian ini, setelah pergi dari kantor Angkasa, kedua wanita ini memilih untuk pergi shopping dan bersantai di restoran mewah.Plakkk ....1 tamparan keras mendarat di wajah nyonya Rengganis, ketika wanita itu pulang bersama dengan Monalisa."Ibu, ada apa ini? Kenapa Ibu pukul saya?" tanya nyonya Rengganis pada nenek Asia.Pak Tantaka hanya diam disofa single, sambil menatap ponselnya yang terus- menerus melakukan panggilan pada nomor Angkasa."Apa yang sudah kamu dan wanita licik ini lakukan pada cucuku? Sampai- sampai dia memilih pergi dari kota ini?" bentak nenek Asia, membuat nyonya Rengganis terkejut."Maksud Ibu siapa? Angkasa? Bukankah tadi dia ada di kantor."Nyonya Rengganis benar- benar merasa kesal atas semua perbuatan nenek Asia padanya, yang dengan teganya menampar wajahnya begitu saja.Panas, panas pukulan tangan nenek Asia, masih begitu terasa dipipi kirinya."Dasar menantu bodoh! Mau saja
Bab57"Angkasa, buka! Kamu mau Ibu mati di depan ruangan kamu?" tanya suara di depan yang mulai pelan.Angkasa menarik rambutnya dengan kesal, kemudian lelaki yang kini tubuhnya nampak kurus itu pun terlihat bimbang untuk membukakan pintu.Karena dia yakin, jika Ibunya bertemu dengan Nara, maka akan semakin ribet keadaannya.Nara melirik sejenak ke arah Angkasa, memindai wajah yang masih tampan itu. Sayangnya, tubuhnya nampak semakin kurus, tidak terawat lagi.Bahkan hal baru yang Nara mulai ketahui, kini Angkasa mulai mengisap rokok. Terlihat dari asbaknya yang ada di atas meja, dan roko serta korek api yang juga ada di sana.Padahal yang Nara tahu, dulu lelaki di depannya ini, tidak menyukai rokok sama sekali. Setelah sekian tahun terpisah, banyak perubahan Angkasa, yang mengarah ke negatif di mata Nara."Angkasa," lirih suara di depan, yang disusul suara panik lainnya."Angkasa, ibu sesak napas," pekik suara dari luar, yang mereka kenali suara Monalisa."Shiiit." Angkasa sangat kes
Bab56"Angkasa ...." Akhirnya Monalisa berteriak. Sayangnya, Angkasa tidak menghiraukannya sama sekali. Ketika memasuki ruangan, Angkasa melepaskan pergelangan tangan Nara. Nara terdiam sejenak, sembari menarik napas dalam- dalam, mencoba menghilangkan perasaan takut dan gugupnya.Telapak tangan Nara basah, ada perasaan was- was menggerogoti hatinya."Ada apa kemari? Pasti sangat begitu penting, sampai kamu datang kesini, setelah berhari- hari menghilang," ujar Angkasa membuka obrolan.Nara duduk disofa, mencoba menjawab dengan tenang, demi Baskara, anak yang telah mengobati rindu dihatinya, setelah sekian tahun menanggung perasaan sakit hati, karena merindukan anak semata wayang."Demi Baskara," lirih Nara."Aku memberanikan diri datang kemari. Demi dia, demi anakku," lanjut Nara, membuat Angkasa yang tadinya berdiri membelakangi Nara, sambil menatap ke arah dinding kaca, kini berbalik badan, melemparkan pandangan pada Nara yang duduk dengan tatapan datar.Sangat jauh dengan Nara ya
Bab55Nara berdiri, dan perlahan mundur."Ngapain kamu? Jangan mendekat," bentak Nara, dengan tatapan penuh ketidaksukaan."Nara, aku rindu, rindu sama kamu," lirih lelaki itu, yang tidak lagi lanjut melangkah."Rindu apa? Bulshit. Kamu jahat, kamu perusak kebahagiaanku," ucap Nara dengan suara bergetar."Karena kamu aku menderita, aku terbuang dari keluarga dan aku harus melewati berbagai macam kedukaan," lanjut Nara.Tatapan penuh kekecewaan bercampur luka, terpancar jelas diwajah cantik Nara.Nara yang dulu sederhana, kini menjadi Nara yang cantik, modis dan putih bersih terawat.Membuat kekaguman dimata lelaki yang kini berhadapan dengannya."Aku cinta sama kamu, Nara. Aku nggak bahagia, menyaksikan kamu berumah tangga dengan Angkasa. Kembalilah denganku, Nara. Aku janji, aku akan bahagiakan kamu," ucap lelaki itu."Jangan bicara tentang cinta, pengkhianat, penipu. Demi Allah, Abimanyu, aku benci kamu, aku jijik dan seumur hidup aku akan membenci kamu," tegas Nara."Seharusnya ki