Bab9"Nara, kamu ...." lelaki yang menjadi atasan di toko tempatku bekerja itu terkejut, karena aku membuka pintu ruangannya tiba- tiba.Ceroboh sekali aku ini, kupikir dia sedang berbicara dengan seseorang di dalam ruangannya. Ternyata, dia berbicara melalui panggilan telepon.Sebab nampak di tangannya, sedang memegang telepon yang masih terlihat kontak panggilan seseorang."Tidak sopan sekali," gerutunya."Maaf jika saya tidak sopan. Saya kemari ingin meminta kejelasan, kenapa saya tiba- tiba dipecat begitu saja, tanpa ada alasannya," ujarku dengan tegas."Terserah saya mau memecat kamu dengan alasan apapun. Lagi pula, kamu hanya pekerja lepas, tidak ada kontrak yang mengikat kamu di toko ini, jadi saya bebas mau memecat kamu kapanpun.""Setidaknya berikan saya alasannya, apa yang membuat Bapak tega, memecat saya begitu saja," jawabku lagi."Karena saya tidak ingin kamu ada di toko ini lagi, puas?" Kalau sudah begini jawabannya, akan sangat percuma aku bicara lagi. "Baiklah, terim
Bab10"Kenapa? Kamu keberatan dengan keputusan Nenek?" tanya Nenek Asia pada pak Angkasa.Lelaki itu terdiam, dan hanya menarik napas berat."Jika kamu keberatan, biar Nenek pindah dari rumah ini, dan tinggal bersama Nara di kontrakkannya," ujar Nenek Asia lagi."Nek, dia ini orang asing, kita belum mengenal dia sepenuhnya, apa tidak terlalu berlebihan, membawanya tinggal di rumah ini?" Lelaki itu benar, aku hanya orang asing yang baru Nenek Asia kenal, aku paham akan kekhawatiran yang di rasakan pak Angkasa."Pak Angkasa benar, Nek. Sepertinya saya tidak perlu tinggal di sini, biarkan saya tinggal bersama Zaskia saja, ya," pintaku pada Nenek dengan lembut."Tidak masalah, asalkan kamu izinkan saya, tinggal bersama kamu ...."Aku menjadi bingung seketika, secara Zaskia pasti keberatan dengan hal ini, bagaimana mungkin aku membuat keputusan yang selalu membuat Zaskia tidak nyaman."Nenek, jangan menyusahkan wanita ini. Hidupnya saja sudah susah, jangan kita tambahi lagi," tegur pak An
Bab11"Apakah saya seperti itu? Bukan mau saya ada di sini," jawabku apa adanya. Jujur saja, aku tidak nyaman di rumah mewah ini."Aku tahu, kamu tentu saja sedang kesenangan tinggal di rumah mewah ini kan!""Terserah Anda saja," jawabku lagi. Percuma berdebat dengannya. Karena sejak awal saja, dia jelas tidak menyukai kehadiranku. Lelaki itu hanya mendengkus. Aku pun berlalu menuju dapur, dengan perasaan yang teramat kesal.Belum juga aku menyentuh wajan, tiba- tiba seorang wanita berkemeja putih, dengan bawahan rok pendek hitam selutut menatap ke arahku."Siapa kamu?" tanyanya. Rambut wanita itu dia gelung dengan rapi, tatapannya nampak tegas ke arahku, sembari memindai penampilan diri ini."Kenapa kamu ada di dapur ini?" tanyanya lagi."Saya Nara, pengasuh Nenek," jawabku sambil menyodorkan tangan."Pengasuh Nenek?" tanyanya dengan tatapan tidak percaya. Ia kembali memindai penampilanku."Kamu yakin?" ujarnya lagi, meragukan jawabanku."Iya, baru hari ini saya datang," jawabku sa
Bab12Pak Angkasa nampak terkejut, sama sepertiku. Sedangkan wanita yang berdiri di sampingnya, menatap sedih ke arah Nenek."Aku pamit," ujar wanita itu pada pak Angkasa.Nenek mendengkus, semakin menampakkan ketidaksukaannya pada wanita cantik itu.Pak Angkasa mengejar langkah wanita itu yang nampak berlari."Nek, kenapa harus berkata seperti tadi? Nara menjadi tidak enak pada pak Angkasa," lirihku.Nenek kembali duduk, sambil menghela napas berat."Aku tidak menyukai wanita tadi," ungkap Nenek."Nara tidak mengerti, mengapa Nenek tidak menyukai wanita cantik itu? Ia nampak sempurna di pandang mata, dan dari penampilannya, dia bukan orang dari kalangan biasa, mereka juga sangat cocok untuk menjadi pasangan kekasih.""Sudahlah, kita tidak perlu membahas apapun mengenai mereka." Nenek Asia langsung beranjak dari duduknya, dan pergi masuk ke dalam rumah, meninggalkanku dalam kebingungan."Calon istri apaan?" gumamku seorang diri."Pak Angkasa pasti akan semakin salah paham sama aku," l
"Nara, ada apa?" tanya Nenek Asia padaku.Aku mengulas senyum tipis."Tidak ada apa- apa, Nek." "Nara, kamu jadi pengasuh ya," tebak Mouren."Benar," jawabku apa adanya."Haha, wanita tidak berpendidikan seperti kamu, pastilah cuma bisa bekerja rendahan seperti ini," cibir Mouren, membuat kedua bola mata Nenek Asia membola."Mouren, sudah cukup! Ayo kita pergi."Sebelum Abimanyu berhasil membuat langkah pergi, Nenek Asia bersuara."Tunggu! Siapa kalian? Berani sekali menghina cucuku," bentak Nenek Asia.Mouren terkejut, mendengar ucapan Nenek, begitu juga dengan Abimanyu."Hei, sejak kapan kak Nara ini punya Nenek? Ibu saja dia tak punya, apalagi Nenek." Mouren berkata sambil tertawa lebar."Sejak dia bertemu dengan saya! Kamu siapa? Jadi merasa berhak berkata seperti itu pada cucuku?""Saya? Saya Mouren, saudara tiri wanita tidak berpendidikan ini," sahut Mouren dengan angkuhnya."Oh, jadi kamu berpendidikan?" tanya Nenek Asia. Nampak Abimanyu menghela napas berkali- kali, terlihat
Bab14"Berjanjilah, bahwa Nenek tidak akan menyinggung Monalisa."Senyum sumringah yang semula terbit di wajah cantik Nenek Asia pun memudar seketika."Aku mencintainya, Nek. Kuharap, Nenek mengerti itu," lanjut pak Angkasa.Malang sekali nasib percintaan lelaki di dekatku ini. Nasib kami seakan sama.Nampak Nenek Asia menarik napas berat."Baiklah, untuk hubungan percintaan kamu, Nenek tidak akan ikut campur. Asalkan, kamu jangan meminta Nenek, untuk bersikap manis kepadanya.""Tidak masalah, aku hanya meminta Nenek, untuk tidak menyinggungnya," jawab pak Angkasa."Kamu, tolong jaga Nenek, aku ingin menemui dokter," lanjut lelaki itu, yang kini mengarahkan perintahnya kepadaku.Aku mengangguk patuh. Nenek pun hanya diam, ketika pak Angkasa pergi.Aku duduk kembali, mendekati brankar Nenek."Nek, boleh Nara bertanya?""Hhhmm, apa?" "Kenapa Nenek tidak menyukai wanita yang bersama dengan pak Angkasa? Nara lihat, dia sangat cantik dan nyaris sempurna ...."Terlihat Nenek Asia menarik n
Bab15Aku pun menurut saja, sesuai permintaan Nenek Asia sebelum pergi. Ia ingin aku dan pak Angkasa, bisa akur."Apa tujuan kamu?" tanya pak Angkasa, ketika mobil telah melaju, meninggalkan parkiran Bandara."Tujuan apa?" tanyaku balik."Tujuan kamu, mendekati Nenek saya? Bahkan, kamu nampak dia istimewakan. Jika tujuan kamu adalah uang, sebutkan nominalnya!!""Astagfirullah. Saya memang bekerja dengan Nenek, demi mendapatkan uang. Tapi saya tidak menerima pemberian uang secara cuma- cuma! Saya tidak serendah itu," jawabku kesal. Enak saja, mentang- mentang punya uang, dia bisa merendahkanku seperti ini."Bukankah itu lebih mudah, kamu dapat uang, tanpa harus melakukan apapun. Yang penting, kamu pergi dari kehidupan kami.""Ingat, Bapak ada perjanjian hitam di atas putih, bersama Nenek Asia," ujarku mengingatkan.Lelaki itu terdiam."Saya bisa saja pergi, sesuai permintaan Bapak, tanpa harus diberi uang. Tapi apakah seperti ini, sikap seorang lelaki di keluarga Tantaka?""Shittt ...
Bab16Aku terkejut luar biasa, ketika guyuran air membasahi wajahku. Aku terbatuk, dan bergegas membuka mata.Kupindai dengan jelas, wajah yang kini menatap tajam ke arahku. "Mama Lida," lirihku. Wanita itu tersenyum menyeringai, mentertawakan keadaanku yang kini tidak berdaya, dengan tangan yang terikat."Apa yang Mama lakukan?" pekikku, menatapnya dengan kesal.Lagi- lagi wanita itu terkekeh.Pandanganku menyapu sekeliling, aku berada di dalam gudang yang lembab dan bau, persis bangunan tua yang tak terawat sama sekali.Dibelakangku ada beberapa orang, yang berdiri tegak, orang- orang yang tadi mencegatku di jalan dan mereka juga yang membawaku kemari, rupanya mereka orang- orang suruhan Mama Lida."Kudengar beberapa hari yang lalu, kamu menyinggung Mouren?" Aku mengernyit. Aku bahkan tidak banyak bersuara, tapi Mama Lida menuduhku yang menyinggung anak perempuannya itu."Kamu rupanya terlalu sombong! Oh iya, usia kamu sudah cukup matang sekarang, sudah saatnya kamu menandatangani