Beranda / Fantasi / O, Yang Mulia! / Chapter 4: Lengah

Share

Chapter 4: Lengah

Penulis: Soma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-31 13:59:02

Bayangkan kalian sedang tertidur pulas di kamar kalian yang nyaman dan tertutup. Saat itu sudah larut malam dan cahaya satu-satunya adalah lampu tidur kalian yang berpendar, menambah kenyamanan tidur kalian. Lalu, kalian terbangun karena suara seseorang terdengar dari ruangan lain. Kalian penasaran dan dengan berhati-hati membuka pintu kamar; mengintip lewat celah pintu dengan harapan sumber suara itu adalah kekasih kalian. Namun saat pintu sudah terbuka setengahnya, kalian baru teringat bahwa kalian sudah menjomblo selama bertahun-tahun dan kalian tinggal sendirian di rumah itu. Lalu pemilik suara itu menyadari kalian yang mengintip dari kamar tidur dan menyergap kalian...

Apakah kalian akan ketakutan? Tentu saja, atau setidaknya kalian akan kaget bukan kepalang. Begitulah yang dirasakan O saat siluet di ujung lorong itu berlari ke arahnya dengan suara yang jelas-jelas bukan berasal dari manusia atau hewan.

"Aaaaah!" O berteriak sekencang-kencangnya saat siluet itu berjarak dua langkah saja darinya hanya dalam beberapa detik. Di bawah temaram cahaya lilin yang bertempat di cekungan tembok dekat pintu, tampilan siluet itu menjadi jelas. Itu seorang(?) mayat hidup! Berbeda dengan mayat hidup yang identik dengan kelambanan gerak, mayat hidup ini bergerak dengan cepat sekali.

O sempat ikut kelas bela diri di kehidupan sebelumnya, tetapi ia tidak pernah punya pengalaman bertarung sungguhan. Saat mayat hidup itu dengan cepat meloncat ke arahnya, O hanya bisa mengandalkan refleknya. Merunduk? Berteriak? Kabur? Biasanya itu reflek yang teradi ketika ia ketakutan atau kaget, akan tetapi reflek yang muncul saat itu bukan ketiganya.

Tubuh O bergerak dengan sendirinya. Kaki kirinya maju selangkah, membentuk kuda-kuda menyerang, sementara kedua tangannya bergerak mengayunkan tongkat yang ditemukannya beberapa saat lalu. Tangan kanan bergerak ke belakang dan tangan kiri bergerak maju, sementara pinggangnya memutar seiring dengan gerakan kedua tangannya dan menghasilkan gaya sentrifugal yang besar. Paduan gerakan tubuh yang dilakukan O dalam waktu singkat itu berhasil menciptakan pukulan yang telak mengenai wajah sang mayat hidup.

BUUUKKK! KRAK!!

Suara tumbukan benda tumpul yang diikuti suara patah menggema di lorong itu. Mayat hidup itu tersungkur di tanah dengan kondisi kepala yang terputar ke 180 derajat. 

"Eh?" O tak menyangka ia bisa bergerak seperti itu. "Eeeeeh?"

"Ha! Aku hebat juga, ya!" Rasa tidak percayanya segera berubah menjadi perasaan bangga. O melompat dan menari-nari, persis seperti manusia-manusia rangka yang menari dalam sebuah iklan susu formula penguat tulang yang sering dilihatnya di televisi. 

Namun kesenangan itu tak berlangsung lama. Sebuah peringatan muncul di bidang pandangnya. ""Peringatan bahaya! Lawan belum dikalahkan!""

O berbalik ke belakang, ke arah sosok mayat hidup yang ia kira sudah tumbang. Akan tetapi semuanya sudah terlambat. Saat O menanggapi peringatan itu, mayat hidup itu sudah bangkit lagi menyergapnya. Mayat hidup itu menghantam O dengan segenap bobotnya dan menjepit O ke tembok. Hanya butuh satu serangan untuk membelah tubuh O menjadi dua bagian: atas dan bawah. Dari pinggul sampai ke kaki terjatuh di bawah mayat hidup, sementara bagian perut ke kepala terlempar cukup jauh ke seberang lorong.

"EH?!" O berteriak tak percaya sementara tubuh bagian atasnya melayang ke udara. Dengan keadaan kepala yang terputar ke belakang, mayat hidup itu masih bisa melakukan serangan buas seperti itu.

BUK!

Tubuh bagian atasnya mendarat di lantai batu yang keras dan dingin. O seperti mengulangi cara kematiannya di kehidupan sebelumnya. Hanya saja kali ini ia tidak mati. Belum...

"What the hell!!" O menyumpah-serapah. "Tidak adil! Bagaimana mungkin monster di area pemula sekuat ini?!

""Valandria adalah dunia yang berbahaya. Makhluk-makhluk seperti ini dapat berkeliaran di mana saja." Narator menanggapi O.

O bergeming dan merenungkan kata-kata Nrator. Ia benar-benar lengah. Sampai beberapa saat yang lalu, ia masih memperlakukan kehidupan keduanya ini sebagai sebuah permainan belaka. O dengan polosnya berasumsi bahwa keadaan di luar sana tidak akan lebih berbahaya. Hei, tentu saja dirinya bukan satu-satunya mayat hidup di katakomba ini, bukan? O merasa tidak percaya (dan tidak terima) bahwa dirinya diserang sesama mayat hidup--hei, tapi begitulah kenyataannya, bukan?

"Sial!" O mengumpat lagi, tapi kali ini dalam suara berbisik. Ia tidak mau menarik perhatian mayat hidup yang tampaknya sedang sibuk mencari-cari sesuatu. "Lalu apa yang bisa aku lakukan sekarang?"

""Selama kristal inti Anda masih utuh, Anda masih bisa mengembalikan keadaan tubuh Anda seperti semula. Hanya saja proses tersebut akan mengurangi tingkat asimilasi, yang artinya menurunkan tingkat perkembangan Anda.""

O menyimak penjelasan Narator dengan seksama. Dari penjelasan itu, O menyimpulkan bahwa ia masih punya kesempatan besar untuk bertahan hidup. "Narator, apa yang terjadi jika tingkat asimilasi berada di titik nol?" O berbisik lagi.

""Kematian.""

Deg! Detak jantung O berhenti, meskipun ia tidak punya jantung. Ia tidak mau mati lagi. Tidak boleh. Ia tak pernah mencapai apapun yang berarti dalam hidupnya. "Jika aku mengembalikan tubuhku kembali, berapa persentase asimilasi yang akan hilang?"

""Tergantung tingkat kerusakan. Kerusakan seperti ini kemungkinan akan mengurangi tingkat asimilasi sebanyak 0,02%."

O merasa lega. Ia hanya tinggal menunggu mayat hidup itu pergi dengan sendirinya, kemudian ia akan memulihkan tubuhnya ke keadaan semula.

Akan tetapi, rencana O segera hancur berantakan. Mayat hidup yang tadi tampaknya sibuk mencari sesuatu, kini sudah menemukan apa yang dicarinya: tubuh bagian bawah O. Mayat hidup menggerogoti tubuh bagian bawah O, dimulai dari kaki. Jika hal ini dilanjutkan, tentu saja kerusakan akan semakin parah dan persentase asimilasi yang hilang akan lebih besar.

"Hei, zombie bodoh! Hentikan!" O berteriak-teriak.

Mayat hidup itu berusaha menoleh, tetapi kepalanya hampir tidak bergerak. Pukulan O membuat leher mayat hidup itu patah sedemikian rupa dan membuat kepalanya menghadap belakang secara permanen. Meski demikian, keadaannya tidak membuat mayat hidup itu berhenti untuk mencari tubuh O.

O menyadari perilaku mayat hidup itu. Ia berhenti berteriak agar mayat hidup itu tidak bergerak ke arah tubuh bagian atasnya yang merupakan tempat kristal inti terletak. Pada akhirnya, O membuat rencana baru. Ia bergerak diam-diam dengan menyeret sisa tubuhnya secara perlahan dengan bantuan kedua tangan. O bergerak ke arah senjatanya yang tadi ikut terlempar saat penyergapan. 

Sedikit lagi...

Jarak O dan senjatanya hanya tinggal beberapa jengkal, tapi kemudian ia tiba-tiba berhenti. Pandangannya menangkap sosok lain muncul dari kegelapan lorong...

"Sial!" 

O mengumpat sambil memperhatikan sesosok mayat hidup tanpa sepasang kaki yang sedang merayap ke arahnya... 

~Bersambung~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • O, Yang Mulia!   Chapter 82: Cerocos

    O mengira bahwa budaya di Valandria tidak berbed jauh dengan budaya Eropa Abad Pertengahan. Namun setelah sesaat mengamati isi ruang tamu, yang barangkali ruangan terbesar, dalam wastu tua itu, perkiraannya tidak begitu tepat.Dalam ruang tamu itu, satu set kursi dan meja tamu tertata melingkar di atas permadani persegi yang membentang dan menutupi lebih dari separuh luasan lantai. Tepat di atas kursi-kursi itu menggantung lampu hias yang terbuat dari kaca, yang mana setiap potongan kaca menyebarkan cahaya dari Lilin-lilin Ahadi yang betengger dalam kandelabra di berbagai tempat. Di sisi ruangan terdapat banyak lemari mewah yang kosong dan rak-rak berisi tumpukan buku usang. Sebuah jam rusak berdiri kaku di seberang ruangan, seolah-olah waktu membeku."Menarik," komentar O. Lalu berbalik menatap Azia yang baru saja menutup pintu. Matanya sempat melihat hibir Azia melngkung tersenyum, lalu segera kembali datar. "Kenapa kau tersenyum begitu, Tante?" Azia menggeleng. "Saya hanya senang,

  • O, Yang Mulia!   Chapter 81: Azia

    O memasuki wastu yang berdiri tak jauh dari kataokmba Keluarga Cultio. Dari penampakan luarnya, wastu itu masih berdiri kokoh meskipun lapisan temboknya terkelupas di sana-sini. Bingkai-bingkai jendela dan ambang pintu yang terbuat dari kayu juga masih utuh, bahkan masih menyisakan sedikit cat dan pernis. Semak belukar merimbun di halamannya, menyisakan sedikit saja jalur menuju pintu utama.O menyusuri jalur sempit di antara semak itu. Dari kondisi dedaunan yang merunduk dan patah-patah, tampaknya jalur itu baru saja dilalui oleh seseorang ... seseorang atau sesuatu?O mendadak jadi curiga. Langkahnya terhenti, begitu juga langkah Mithra yang mengekor di belakangnya. Si lelaki misterius berjubah hitam menggantung lemah di punggung Mithra."Kita pergi, Kawan ... atau sebaiknya aku bakar saja rumah mewah ini beserta apapun yang ada di dalamnya?" kata O pada Mithra yang kemudian membalas dengan geraman singkat.O mengangkat tangan kirinya. Hanya tersisa 3 jari di tangan itu, karena keli

  • O, Yang Mulia!   Chapter 80: Atur Ulang Strategi

    O tidak perlu berpikir keras tentang cara agar ia bisa selamat dari penerjunan bebas itu. Di bawah sana, setitik cahaya hijau berkerlip seperti bintang kecil. Cahaya itu berasal dari Mithra, atau lebih tepatnya, dari sihir angin beliung hewan (?) suci itu.Angin kencang menerpa O, meliuk-liuk dan berputar di sekitar tubuhnya. O menari bersama angin itu di udara, berputar dan meluncur dalam lintasan spiral. Seperti seekor burung walet, O menunggangi angin itu dengan anggun. Kedua lengannya merentang serupa sayap, dan saat ketinggiannya hanya beberapa meter saja di atas permukaan tanah, O menggulung tubuhnya.Satu gulungan, dua gulungan. Lalu O menegakkan tubuhnya secara vertikal, persis seperti atlet loncat selam indah. Ia tidak perlu repot memikirkan tempat mendaratnya karena Mithra sudah siap menangkapnya. Dan ...."Hup!" seru O dengan nada penuh kepuasan dan kebanggaan. Ia mendarat di punggung Mithra yang empuk. Jika ia sedang mengikuti sebuah perlombaan atletik, lompatannya barusan

  • O, Yang Mulia!   Chapter 79: Terjun

    Cockatrice itu mengepakkan sayap, terbang semakin tinggi dan tinggi. Setiap kali si Demon menyemburkan asam atau melemparkan bola api, si Cockatrice berkelit dengan elok. Tubuh besarnya sama sekali tidak mengurangi kegesitan makhluk itu di udara."Hoeek!" O memuntahkan suara (karena ia tidak punya lambung, apalagi isinya). Manuver si Cockatrice di udara membuat pandangan O berputar-putar. Saat itu, ia telah berhasil mencapai punggung si Cockatrice dan duduk di sana. Kemampuan pasif: Keahlian Menunggang membuatnya pantat O bisa menempel dengan baik di bulu-bulu Cockatrice yang sekeras lempeng batu.""Anda baik-baik saja, Tuan O?"" Narator memastikan keadaan O."Menurutmu bagaimana?" balas O, lalu mengeluarkan bunyi-bunyian muntah lagi.Akan tetapi, meskipun mengeluarkan bunyi-bunyi sebagai pertanda tidak baik-baik saja, nyatanya akal O masih sangat encer. Hal itu dibuktikan dengan tiga lingkaran sihir yang menyala-nyala di telapak dan di depan dadanya.O menggunakan tiga sihir berbeda

  • O, Yang Mulia!   Chapter 78: Terbang

    "Narator, tunjukkan formula sihir medan yang itu ... Sihir Badai!" O setengah berteriak. Dalam suaranya tercampur rasa girang dan waswas. Girang karena ia akan menggunakan sihir baru dan was was karena dirinya tak merasa lebih baik setelah menggunakan Sihir Air Bah sebelum ini.""Anda yakin, Tuan O?""balas Narator, ""Berdasarkan analisis saya, mental Anda masih merasakan imbas penggunaan sihir medan sebelumnya.""Narator benar. Sejujurnya, tengkorak O masih berdenyut-denyut. Sejauh ini tidak begitu terasa karena ia masih terbawa suasana pertempuran."Kau benar," balas O, "Tapi pilihan apa lagi yang aku punya?"O hanya bisa terus berputar-putar di tanah lapang itu. Jika ia masuk ke permukiman, gerakannya akan terhambat dan musuh segera menangkapnya. Jika ia membut perlindungan, katakanlah dengan Sihir Perisai Batu, maka ia akan jadi sasaran empuk sihir Inferna yang luar biasa daya hancurny itu. Lalu, bagaimana dengan Sihir Sanctus, sihir elemen cahaya yang dapat memberinya sayap untuk t

  • O, Yang Mulia!   Chapter 77: Serangan Udara

    Mithra berlari secepat yang ia bisa melintasi tanah lapang yang membentang sejauh mata memandang. Meskipun sudah menggunakan Sihir Perisai Angin yang dapat menambah kecepatan gerak, Mithra masih kewalahan karena harus membawa penumpang tambahan. Mengingat tubuh Mithra sekarang hanya berupa kerangka dan sepasang sayapnya sudah dicopot ... apalagi, monster hitam raksasa yang mengejar di belakang tak henti-hentinya menyemburkan muntahan bola-bola asam.Monster raksasa yang mengejar O berukuran sangat besar dengan tinggi nyaris 10 meter dan lebar bahu mencapai 3 meter lebih sedikit. Seluruh tubuh monster itu kekar dan berwarna hitam mengilat, seperti atlet binaraga yang mengenakan pakaian silikon di seluruh tubuh.Sepasang kakinya berwujud setengah manusia, setengah kuda; paha besar menjorok ke depan dan betis memanjang ke belakang serupa huruf z dengan kuku-kuku keratin yang terbelah dua. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, kecuali bagian dada yang berjumlah ganda (ya, ada empat puting

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status