Share

Chapter 4: Lengah

Bayangkan kalian sedang tertidur pulas di kamar kalian yang nyaman dan tertutup. Saat itu sudah larut malam dan cahaya satu-satunya adalah lampu tidur kalian yang berpendar, menambah kenyamanan tidur kalian. Lalu, kalian terbangun karena suara seseorang terdengar dari ruangan lain. Kalian penasaran dan dengan berhati-hati membuka pintu kamar; mengintip lewat celah pintu dengan harapan sumber suara itu adalah kekasih kalian. Namun saat pintu sudah terbuka setengahnya, kalian baru teringat bahwa kalian sudah menjomblo selama bertahun-tahun dan kalian tinggal sendirian di rumah itu. Lalu pemilik suara itu menyadari kalian yang mengintip dari kamar tidur dan menyergap kalian...

Apakah kalian akan ketakutan? Tentu saja, atau setidaknya kalian akan kaget bukan kepalang. Begitulah yang dirasakan O saat siluet di ujung lorong itu berlari ke arahnya dengan suara yang jelas-jelas bukan berasal dari manusia atau hewan.

"Aaaaah!" O berteriak sekencang-kencangnya saat siluet itu berjarak dua langkah saja darinya hanya dalam beberapa detik. Di bawah temaram cahaya lilin yang bertempat di cekungan tembok dekat pintu, tampilan siluet itu menjadi jelas. Itu seorang(?) mayat hidup! Berbeda dengan mayat hidup yang identik dengan kelambanan gerak, mayat hidup ini bergerak dengan cepat sekali.

O sempat ikut kelas bela diri di kehidupan sebelumnya, tetapi ia tidak pernah punya pengalaman bertarung sungguhan. Saat mayat hidup itu dengan cepat meloncat ke arahnya, O hanya bisa mengandalkan refleknya. Merunduk? Berteriak? Kabur? Biasanya itu reflek yang teradi ketika ia ketakutan atau kaget, akan tetapi reflek yang muncul saat itu bukan ketiganya.

Tubuh O bergerak dengan sendirinya. Kaki kirinya maju selangkah, membentuk kuda-kuda menyerang, sementara kedua tangannya bergerak mengayunkan tongkat yang ditemukannya beberapa saat lalu. Tangan kanan bergerak ke belakang dan tangan kiri bergerak maju, sementara pinggangnya memutar seiring dengan gerakan kedua tangannya dan menghasilkan gaya sentrifugal yang besar. Paduan gerakan tubuh yang dilakukan O dalam waktu singkat itu berhasil menciptakan pukulan yang telak mengenai wajah sang mayat hidup.

BUUUKKK! KRAK!!

Suara tumbukan benda tumpul yang diikuti suara patah menggema di lorong itu. Mayat hidup itu tersungkur di tanah dengan kondisi kepala yang terputar ke 180 derajat. 

"Eh?" O tak menyangka ia bisa bergerak seperti itu. "Eeeeeh?"

"Ha! Aku hebat juga, ya!" Rasa tidak percayanya segera berubah menjadi perasaan bangga. O melompat dan menari-nari, persis seperti manusia-manusia rangka yang menari dalam sebuah iklan susu formula penguat tulang yang sering dilihatnya di televisi. 

Namun kesenangan itu tak berlangsung lama. Sebuah peringatan muncul di bidang pandangnya. ""Peringatan bahaya! Lawan belum dikalahkan!""

O berbalik ke belakang, ke arah sosok mayat hidup yang ia kira sudah tumbang. Akan tetapi semuanya sudah terlambat. Saat O menanggapi peringatan itu, mayat hidup itu sudah bangkit lagi menyergapnya. Mayat hidup itu menghantam O dengan segenap bobotnya dan menjepit O ke tembok. Hanya butuh satu serangan untuk membelah tubuh O menjadi dua bagian: atas dan bawah. Dari pinggul sampai ke kaki terjatuh di bawah mayat hidup, sementara bagian perut ke kepala terlempar cukup jauh ke seberang lorong.

"EH?!" O berteriak tak percaya sementara tubuh bagian atasnya melayang ke udara. Dengan keadaan kepala yang terputar ke belakang, mayat hidup itu masih bisa melakukan serangan buas seperti itu.

BUK!

Tubuh bagian atasnya mendarat di lantai batu yang keras dan dingin. O seperti mengulangi cara kematiannya di kehidupan sebelumnya. Hanya saja kali ini ia tidak mati. Belum...

"What the hell!!" O menyumpah-serapah. "Tidak adil! Bagaimana mungkin monster di area pemula sekuat ini?!

""Valandria adalah dunia yang berbahaya. Makhluk-makhluk seperti ini dapat berkeliaran di mana saja." Narator menanggapi O.

O bergeming dan merenungkan kata-kata Nrator. Ia benar-benar lengah. Sampai beberapa saat yang lalu, ia masih memperlakukan kehidupan keduanya ini sebagai sebuah permainan belaka. O dengan polosnya berasumsi bahwa keadaan di luar sana tidak akan lebih berbahaya. Hei, tentu saja dirinya bukan satu-satunya mayat hidup di katakomba ini, bukan? O merasa tidak percaya (dan tidak terima) bahwa dirinya diserang sesama mayat hidup--hei, tapi begitulah kenyataannya, bukan?

"Sial!" O mengumpat lagi, tapi kali ini dalam suara berbisik. Ia tidak mau menarik perhatian mayat hidup yang tampaknya sedang sibuk mencari-cari sesuatu. "Lalu apa yang bisa aku lakukan sekarang?"

""Selama kristal inti Anda masih utuh, Anda masih bisa mengembalikan keadaan tubuh Anda seperti semula. Hanya saja proses tersebut akan mengurangi tingkat asimilasi, yang artinya menurunkan tingkat perkembangan Anda.""

O menyimak penjelasan Narator dengan seksama. Dari penjelasan itu, O menyimpulkan bahwa ia masih punya kesempatan besar untuk bertahan hidup. "Narator, apa yang terjadi jika tingkat asimilasi berada di titik nol?" O berbisik lagi.

""Kematian.""

Deg! Detak jantung O berhenti, meskipun ia tidak punya jantung. Ia tidak mau mati lagi. Tidak boleh. Ia tak pernah mencapai apapun yang berarti dalam hidupnya. "Jika aku mengembalikan tubuhku kembali, berapa persentase asimilasi yang akan hilang?"

""Tergantung tingkat kerusakan. Kerusakan seperti ini kemungkinan akan mengurangi tingkat asimilasi sebanyak 0,02%."

O merasa lega. Ia hanya tinggal menunggu mayat hidup itu pergi dengan sendirinya, kemudian ia akan memulihkan tubuhnya ke keadaan semula.

Akan tetapi, rencana O segera hancur berantakan. Mayat hidup yang tadi tampaknya sibuk mencari sesuatu, kini sudah menemukan apa yang dicarinya: tubuh bagian bawah O. Mayat hidup menggerogoti tubuh bagian bawah O, dimulai dari kaki. Jika hal ini dilanjutkan, tentu saja kerusakan akan semakin parah dan persentase asimilasi yang hilang akan lebih besar.

"Hei, zombie bodoh! Hentikan!" O berteriak-teriak.

Mayat hidup itu berusaha menoleh, tetapi kepalanya hampir tidak bergerak. Pukulan O membuat leher mayat hidup itu patah sedemikian rupa dan membuat kepalanya menghadap belakang secara permanen. Meski demikian, keadaannya tidak membuat mayat hidup itu berhenti untuk mencari tubuh O.

O menyadari perilaku mayat hidup itu. Ia berhenti berteriak agar mayat hidup itu tidak bergerak ke arah tubuh bagian atasnya yang merupakan tempat kristal inti terletak. Pada akhirnya, O membuat rencana baru. Ia bergerak diam-diam dengan menyeret sisa tubuhnya secara perlahan dengan bantuan kedua tangan. O bergerak ke arah senjatanya yang tadi ikut terlempar saat penyergapan. 

Sedikit lagi...

Jarak O dan senjatanya hanya tinggal beberapa jengkal, tapi kemudian ia tiba-tiba berhenti. Pandangannya menangkap sosok lain muncul dari kegelapan lorong...

"Sial!" 

O mengumpat sambil memperhatikan sesosok mayat hidup tanpa sepasang kaki yang sedang merayap ke arahnya... 

~Bersambung~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status