LOGINGriya Tawang pukul lima pagi.Alex berdiri dengan kedua tangan yang dimasukkan ke masing-masing saku celana kainnya yang licin hasil pinatu profesional, sementara tubuhnya yang dibalut stelan jas hitam lengkap menghadap pada dinding kaca di depannya.Jauh di belakang, tepatnya di depan pintu ruangan itu, Ernes berdiri. Wajahnya kelihatan kuyu seperti belum tidur semalaman."Jadi, kau tidak menemukan Elsa di stasiun dan bandara?" tanya Alex. Tatapan matanya menggelap saat melirik ke arah Ernes.Sang asisten tampak gugup. Buru-buru ia mengangguk. "Saya sudah mendatangi semua stasiun dan bandara di kota ini, tapi tidak ada catatan penumpang atas nama Nona Elsa Swan."Alex memejamkan matanya, lalu memutar tubuh tinggi itu sampai menangkap sosok pria kurus yang berdiri agak membungkuk di belakangnya."Apa mungkin, Elsa kembali ke desanya?" ujarnya dengan satu alis yang dinaikkan.Ernes mengangkat sepasang matanya menangkap bayangan wajah Alex. "Mungkin saja begitu," katanya pelan dan ragu-
Suara burung malam terdengar dari arah hutan. Sambil berjalan di belakang Pablo, Elsa mendekap tasnya di dada. Matanya menyapu pandangan ke sekitar tempat yang mereka lalui.Rumah-rumah di gang itu tampak berdempetan. Kabel listrik terbentang di atas kepala, tidak teratur. Sementara jalan yang mereka lalui sudah berlubang-lubang.Elsa merasa cukup asing di tempat itu. Namun ia pernah mendengarnya dari Paman Xavier, bahwa ada satu distrik yang lebih kumuh dari desa mereka. Mungkin ini tempatnya, pikir Elsa."Kita sudah sampai, Nona. Anda bisa tunggu di sini, saya mau temui teman saya dulu," ujar Pablo seraya menoleh ke arah gadis yang berdiri di belakangnya.Elsa mengangguk pelan.Pablo pun segera berjalan menuju sebuah rumah kecil yang berdempetan dengan toko-toko yang sepertinya sudah lama tak difungsikan. Elsa hanya berdiri memandangi saat pemuda itu bicara dengan seorang pria seumurannya."Baiklah! Aku akan segera kembali!" Pablo tersenyum pada pemuda itu, lalu bergegas menuju pada
Kantor Cabang pukul sepuluh pagi. Rapat segera dibubarkan saat terdengar kabar kedatangan pimpinan perusahaan. Landon hanya menaikan sudut bibirnya saat telinganya menangkap suara langkah sepasang pantofel hitam mengkilat memasuki ruangan CEO."Apa yang membawamu datang padaku, Dad? Apa Jalang murahan itu?" Ia berdesis tanpa mau menatap pada pria yang sudah berdiri di belakang punggungnya saat ini.Alex mengepalkan tangannya mendengar ucapan Landon. "Di mana Elsa?" tanyanya dengan mata yang menggelap menatap punggung sang putra.Landon tersenyum remeh mendengar nama wanita yang disebutkan oleh ayahnya. Malas-malasan ia memutar tubuhnya sampai berhadapan dengan Alex. Pria itu sedang menatapnya dingin."Wah, wah! Jadi benar kau datang kesini jauh-jauh cuma mau menanyakan gadis bodoh itu?" katanya mencibir.Alex menatap dengan rahang yang mengencang. "Elsa bukan gadis bodoh. Kemana kau menghilang di malam pernikahan kalian?"Landon tersenyum miring. Sebelum menjawab pertanyaan Alex, ia
Rosemary Hotel.Badai salju mungkin memang sudah mereda, tapi badai di kamar hotel baru saja akan dimulai.Elsa yang sedang putus asa atas penolakan Landon dan direndahkan oleh suaminya itu, hanya bahu Alex yang ia butuhkan. Penghianatan Landon dan Adela telah merenggut semua harapannya atas pernikahan sandiwara itu.Meski terlambat, kini Elsa menyadari bahwa hatinya menginginkan Alex. Bukan, bukan sekedar untuk pelarian semata. Entah sejak kapan, ia menyadari perasaannya pada Alex.Pria itu selalu ada untuknya, melindungi dan memberinya rasa aman. Alex malaikat dingin pelindungnya.Ia tak peduli lagi dengan apapun. Entah itu pernikahan atau nama baik Landon. Persetan semuanya! Ia hanya menginginkan Alex.Diraihnya jemari pria di depannya, lantas dikecupnya lagi. Alex melirik ke arahnya. Elsa tersenyum lembut menanggapi."Kumohon, Dad. Beri aku kesempatan untuk merasakan seperti apa nikmatnya percintaan yang penuh hasrat. Kumohon, sentuhlah aku."Elsa menurunkan tali kecil gaunnya, hi
Elsa, kau di mana?Sambil memutar kemudi mobil, Alex menyapu pandangan ke luar mencari Elsa. Entah di mana gadis itu, ia harus segera menemukannya.Badai salju masih berlangsung dan mungkin bisa sampai pagi tiba. Rebecca mengatakan jika Elsa meninggalkan bungalow seorang diri tanpa mobil atau pengawalan.Elsa pasti sangat sedih karena pernikahan ulangnya dengan Landon sudah hancur. Alex amat menyesal. Tidak seharusnya Elsa mengalami kemalangan ini.Aspal terasa licin karena tumpukan salju. Entah beberapa kali ban mobilnya tergelincir. Namun Alex tak mau menyerah. Dia harus menemukan Elsa.Pria itu nyaris putus asa saat tidak menemukan Elsa di beberapa stasiun yang tak jauh dari Bungalow Parker. Entah di mana Elsa saat ini, rasa cemas nyaris membunuhnya dalam penyesalan. Dia segera masuk mobil dan melanjutkan pencarian ke halte-halte bus di sekitar.Ban mobil tergelincir saat berbelok di tikungan. Mati-matian Alex mengambil kendali mobil untuk menghindari kecelakaan."Shit!"Bruk!Rol
Pagi amat dingin di penghujung tahun. Vas besar berisi bunga-bunga segar tampak menghiasi di sepanjang lorong bungalow. Rebecca tampak sibuk pagi ini, ia terlihat sedang menyambut para tamu.Mobil-mobil mewah berbagai merek berderet rapi di pelataran. Orang-orang berpakaian glamour keluar dari sana. Senyum mereka bagai anggur yang sedang dituangkan pada gelas-gelas kaca di ruang pesta, begitu manis.Meja dan kursi sudah tertata rapi. Pemusik Jazz mulai melantukan lagu-lagu romantis. Namun Landon tak terlihat di mana-mana. Menyadari hal itu, Alex segera meninggalkan tamunya."Aku tak melihat Landon. Di mana dia?"Albert menundukkan kepalanya saat Alex bertanya. Di mana Tuan Muda saat ini? Tentu saja dia tahu.Ernes yang sedang mengawasi para tamu segera melirik ke arah lorong, di mana Alex sedang mengintrogasi Albert. Menyadari ada yang tidak beres, ia pun meminta pada seorang bodyguard untuk menggantikan tugasnya."Bajingan, katakan di mana Landon?" Alex sangat marah. Pria itu sedan







