Home / Romansa / OH MY EDWARD : ATASANKU GEBETANKU / BAB. 4 Menemui Opa Bram

Share

BAB. 4 Menemui Opa Bram

last update Last Updated: 2025-02-11 20:42:49

Seorang gadis cantik berusia dua puluh tiga tahun bernama Zuri Agnesha terlihat sedang berjalan tergesa-gesa di sebuah koridor rumah sakit ternama di kawasan Jakarta Selatan.

Pagi ini Zuri mendapatkan kabar jika Opa Bram, masuk rumah sakit. Membuat dirinya menjadi panik. Pasalnya, dia sangat dekat dengan orang yang telah tua renta itu.

Opa Bram sering sekali membantunya dan membantu keluarganya jika mereka kesulitan dalam hal keuangan.

Setelah berjalan agak lama, akhirnya Zuri sampai juga di depan ruang VVIP tempat sang opa sedang dirawat.

Gadis itu langsung disambut oleh Geri, Asisten pribadi dari Opa Bram.

"Selamat datang, Nona Zuri." sambut Geri hangat.

"Asisten Geri, bagaimana keadaan Opa? Aku sangat khawatir dengannya!" tutur gadis itu mencoba mengatur napasnya.

Bagaimana tidak, sejak dirinya meninggalkan kost-kosantnya, gadis itu terus saja berjalan cepat dengan setengah berlari. Untung saja dia tidak terlalu lama menunggu bis di halte. Sehingga akhirnya Zuri bisa sampai dengan cepat di rumah sakit.

"Silakan Anda masuk saja untuk memastikan keadaan Tuan Bram, Nona." seru sang asisten.

"Geri! Jangan bikin aku panik, deh!" kesalnya kepada asisten itu.

Namun Geri membalas kepanikan Zuri dengan tersenyum jenaka. Sejujurnya pria itu menaruh perasaan terpendam kepadanya. Namun apa daya, Tuan Bram punya misi khusus untuk sang gadis.

Tentu saja Geri yang hanya seorang asisten pasti kalah saing dengan Tuan Muda, Edward Kenneth.

Zuri pun segera masuk ke dalam ruangan mewah itu,

"Opa?" kaget Zuri saat melihat pria itu malah sedang duduk santai di sofa sambil membaca surat kabar langganannya, tak lupa secangkir kopi hangat juga tersedia di atas meja.

"Cucuku, Zuri. Akhirnya kamu muncul juga di hadapanku!" ucap sang opa lalu mulai meletakkan surat kabar itu di atas meja.

"Kemarilah, silakan duduk." perintahnya.

Zuri langsung menghembuskan napasnya lega melihat keadaan Opa Bram ternyata baik-baik saja dan kesal juga kepada sang opa karena telah mengarang cerita jika dirinya sedang sakit.

"Opa? Kok bilangnya Opa sedang sakit, sih? Bikin panik saja, deh!" Gadis itu pun mulai menunjukkan kekesalannya kepada Opa Bram.

"Ha-ha-ha. Namanya juga taktik perang. Lagian kalau Opa tidak mengatakan jika Opa sedang sakit, mana mau kamu menemui Opa. Iya kan?"

"A ... aku kan sibuk, Opa." alasannya.

"Sibuk apa kamu?" cecar Opa Bram.

"Minggu lalu aku baru saja diterima bekerja di sebuah perusahaan besar bernama EK Corp. Aku sangat bersyukur Opa!" serunya senang.

Zuri baru saja menamatkan kuliahnya beberapa bulan yang lalu dan telah di wisuda juga. Gadis itu tak pernah menyangka jika dirinya dan sang sahabat bernama Mirah, diterima sebagai karyawan baru di perusahaan raksasa itu.

"Oh, ya?" Senyum misterius dari bibir Opa Bram mulai terbit semakin merekah saat ini.

Semakin yakinlah pria tua itu untuk menugaskan Zuri menjalankan misi penting dan bersifat rahasia darinya.

"Iya, Opa."

"Terus hari ini, kamu kok bisa menjenguk Opa? Bukannya kamu mengatakan jika kamu telah bekerja?"

"Ya ampun, Opa? Hari ini kan hari Sabtu. Waktunya untuk libur bagi karyawan di Perusahaan EK Corp."

"Ha-ha-ha! Iya, ya? Hari ini hari Sabtu. Ternyata Opa sudah sangat tua dan mulai pikun." sedihnya.

Raut wajah sang Opa tiba-tiba menjadi suram bagaikan musim kemarau yang berkepanjangan kering dan kusam.

Hal tersebut tiba-tiba saja menggelitik rasa penasaran di hati Zuri.

"Opa, are you okay?" tanyanya kepada sang pria tua.

"Sebenarnya, Opa sedang tidak baik-baik saja, sekarang." serunya mulai mendramatisir keadaan.

"Lho kenapa, Opa? Apakah ada sesuatu hal yang mengganggu pikiranmu?" tanya Zuri menunduk. Sepertinya gadis itu juga menyembunyikan satu hal besar di dalam hatinya.

Apalagi saat ini Opa Bram malah menatapnya dari tadi tanpa berkedip.

"Ya, tentu saja Opa sedang kalut saat ini. Opa sedang memikirkan kedua cucu Opa yang sedang menghadapi masalah yang pelik sekarang. Termasuk kamu!"

"Deg!" Jantung Zuri tiba-tiba berdegup kencang. Sepertinya kejadian disaat sang penagih utang mendatangi rumahnya di kampung telah sampai di telinga sang Opa.

"Apakah kamu yakin tidak menyembunyikan sesuatu kepada Opa?" selidiknya lagi.

Zuri hanya bisa diam. Dia tidak dapat mengatakan hal apa pun saat ini. Gadis itu sangat yakin jika sang opa telah mengetahui yang sebenarnya.

Beberapa hari yang lalu Zuri mendapatkan kabar dari ibunya yang berada di kampung jika para rentenir telah mendatangi rumah mereka.

Para penagih utang itu memberi jangka waktu sampai akhir bulan ini, kepada Bu Heni untuk membayar semua utang almarhum suaminya.

"Kamu memilih diam Zuri?" tutur Opa Bram.

"Ma ... maafkan aku, Opa. Maaf jika aku dan Ibu selalu menyusahkan Opa." sahut sang gadis.

Zuri pun semakin yakin jika Opa Bram ingin menemuinya karena ingin membantunya lagi.

Begitu berjasanya Opa Bram kepadanya dan sang ibu. Pria tua itu sering sekali meringankan beban keluarganya. Padahal Opa Bram tidak memiliki hubungan darah sedikit pun dengan keluarga.

Zuri pernah mendengar cerita dari ibunya. Jika almarhum Omanya berteman baik dengan Opa Bram. Dulu sebelum Oma meninggal, sang nenek pernah meminta kepada Opa Bram untuk menjaga kedua keturunannya.

Opa Bram sampai saat ini masih mengingat perkataan sang oma dan tetap memberi perhatiannya kepada Zuri dan ibunya.

"Kita adalah keluarga Zuri. Kamu harus ingat itu," tutur Opa Bram.

"I ... iya, Opa. Maafkan aku," isaknya tak tertahankan.

Sepertinya kali ini Zuri membutuhkan pertolongan Opa Bram. Utang-utang mendiang ayahnya begitu sangat banyak. Gadis itu tidak memiliki uang untuk melunasinya.

Lalu di atas meja, Opa Bram meletakkan sebuah kertas yang bertuliskan sejumlah uang yang bernilai fantastis.

Lalu berkata,

"Ambil lah dan Coba baca apa yang tertera di sana," ucap Opa Bram.

"Iya, Opa." Zuri lalu meraih kertas putih itu dan mulai membaca apa yang di tulis di sana.

Ternyata kertas itu berisikan surat perjanjian pelunasan utang yang telah dibayarkan oleh Opa Bram kepada para rentenir yang selalu menagih ibunya yang berada di kampung.

"O ... opa, sudah melunasi

semuanya?" seru Zuri tak percaya.

Tangisan gadis itu kembali pecah. Lalu dengan cepat dia bersimpuh di depan Opa Bram sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali.

"Zuri! Apa yang kamu lakukan? Berdirilah. Opa bukanlah Tuhan yang patut disembah."

"Aku hanya ingin mengucapkan terima kasihku, kepada Opa karena telah banyak menolong keluargaku. Aku tidak tahu apa yang terjadi kepada ibu di kampung jika Opa tidak melunasi semuanya," isaknya lagi.

Opa Bram kembali tersenyum penuh misteri saat ini.

"Jadi kamu ingin membalas budi, Opa? Begitu maksudmu?"

"I ... iya, Opa. Apa pun yang Opa inginkan akan saya lakukan," ucapnya penuh harap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • OH MY EDWARD : ATASANKU GEBETANKU    BAB. 100 Akhir Bahagia Bersama Keluarga

    Di suatu pagi,Suasana di rumah Edward dan Zuri dipenuhi kegembiraan. Liburan anak-anak telah tiba, dan janji Edward untuk membawa mereka keliling Kota London semakin mendekati kenyataan. Zuri tampak sibuk di kamar, mengemas barang-barang untuk perjalanan panjang mereka."Nasya, Sayang, jangan lari-lari! Kita akan berangkat sebentar lagi," ujar Zuri sambil tersenyum melihat putri bungsunya yang berlari-lari kecil di sekitar tempat tidur.Nasya, yang baru berusia tiga tahun dan duduk di playgroup, menghentikan langkahnya dan menatap Zuri dengan senyum lebar. "Mommy, Nasya boleh bawa boneka nggak?" tanyanya dengan mata berbinar-binar."Boleh, Sayang. Tapi cuma satu, ya? Jangan kebanyakan barang," sahut sang ibu.Sementara itu, di ruang tamu, Edward sedang membantu kedua anak laki-lakinya, Edzhar yang berusia tujuh tahun dan Ben yang berusia enam tahun, mengemasi mainan yang akan mereka bawa."Daddy, nanti di London kita naik bus tingkat, ya?" Edzhar bertanya sambil memasukkan mobil mai

  • OH MY EDWARD : ATASANKU GEBETANKU    BAB. 99 Kelahiran Baby Nasya

    Sore yang mendebarkan,Saat sore menjelang, langit Jakarta memancarkan semburat jingga yang indah, namun hati Edward, sang CEO EK Corp terasa tak tenang. Baru saja dia selesai menandatangani berkas terakhir di kantornya ketika ponselnya berdering. Dengan cepat pria sibuk itu menjawab panggilan tersebut.Edward :”Hallo, Maid. Ada apa?”Maid :"Tuan, Nonya Zuri sudah dibawa ke rumah sakit. Sepertinya sudah waktunya melahirkan!" suara maid-nya terdengar di ujung telepon.Edward langsung berdiri, rasa panik mulai menyeruak di dadanya. “Baik, saya segera ke sana,” jawabnya sebelum memutus panggilan dari sang asisten rumah tangga. Pria itu lalu meraih jasnya dengan cepat, berlari menuju lift, dan segera melangkah ke mobilnya yang ada di parkiran.Perjalanan dari kantor Edward di kawasan pusat Jakarta menuju rumah sakit keluarga langganan keluarganya, biasanya memakan waktu lama karena kemacetan yang tak terelakkan. Namun, sore itu, keajaiban seolah berpihak kepadanya. Jalanan tampak lebi

  • OH MY EDWARD : ATASANKU GEBETANKU    BAB. 98 Kabar Baik Untuk Semua

    Di suatu pagi,Suasana di rumah Edward dan Zuri sangat tenang dan damai. Sinar matahari di hari Sabtu pagi menyelinap di antara dedaunan pohon yang rimbun, menerangi halaman rumah yang luas, termasuk kolam renang pribadi mereka. Di sana, Edward tampak sedang berenang dengan putra-putranya, Edzhar dan Jacob Benedict yang biasa dipanggil Ben yang juga telah dikaruniai oleh Tuhan kepada mereka dan ikut meramaikan keluarga kecil Edward dan Zuri.Edward dengan sabar mengajarkan kedua putranya cara berenang gaya bebas saat ini.“Lihat, Daddy! Aku bisa melakukannya!” teriak Edzhar, anak sulung mereka yang baru berusia lima tahun, sambil mencoba menggerakkan tangannya dengan gaya bebas.“Bagus, Nak! Teruskan! Ben, kamu juga harus mencoba, ya,” seru Edward sambil mengawasi kedua putranya dengan penuh perhatian.Ben yang masih berusia empat tahun mencoba mengikuti, namun gerakannya masih kaku. “Daddy, aku agak susah berenang, airnya malah masuk ke dalam hidungku,” rengek Ben sambil mengusap wa

  • OH MY EDWARD : ATASANKU GEBETANKU    BAB. 97 Kejutan Dari Edward

    Beberapa bulan kemudian,Hari ini adalah hari istimewa bagi Zuri dan Edward. Tepat tujuh bulan sudah usia kandungan Zuri, dan mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah pemeriksaan USG yang menunjukkan bahwa mereka akan dikaruniai seorang anak laki-laki. Hasil pemeriksaan itu membuat mereka semakin antusias untuk menyambut kehadiran sang buah hati. Edward, yang selalu memperhatikan setiap detailnya, sudah lama merencanakan acara tujuh bulanan untuk merayakan momen istimewa ini. Acara tersebut digelar di ballroom hotel Fairmont, Jakarta, dengan dekorasi elegan dan suasana yang penuh kehangatan.Ballroom yang luas itu dihiasi dengan bunga-bunga berwarna putih dan biru pastel, mencerminkan tema kebahagiaan menyambut putra mereka. Di tengah ballroom, tampak panggung kecil dengan meja panjang yang dihiasi kue tujuh bulanan dan berbagai hadiah untuk Zuri. Para tamu mulai berdatangan, dan suasana semakin meriah dengan kehadiran keluarga dan teman-teman dekat pasangan ini.Zuri mengena

  • OH MY EDWARD : ATASANKU GEBETANKU    BAB. 96 Penyesalan Edward

    Zuri terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit, wajahnya terlihat pucat akan tetapi tampak lebih tenang setelah beberapa jam dirawat di UGD. Setelah dipastikan kondisinya stabil, tim dokter memutuskan untuk memindahkannya ke ruang perawatan yang berada di lantai atas. Keadaannya mungkin sudah lebih baik, namun kekhawatiran masih menggelayuti wajah setiap orang yang menunggunya di luar.Bunda Ayu, Opa Bram, Jemy, Mirah, dan Bobby sudah menanti dengan penuh harap di depan pintu ruang perawatan. Ketika perawat memberitahu bahwa mereka diperbolehkan masuk, Bunda Ayu segera melangkah masuk, diikuti oleh yang lainnya. Dengan langkah tergesa, Bunda Ayu menghampiri menantu kesayangannya yang masih terbaring di ranjang, sambil menggenggam erat tangan Zuri."Zuri, syukurlah kamu baik-baik saja, Nak," ucap Bunda Ayu dengan suara penuh kelegaan. “Bunda sangat khawatir tadi.”Zuri tersenyum lemah, akan tetapi senyum itu cukup untuk menenangkan hati Bunda Ayu. "Terima kasih, Bunda. Saya juga ber

  • OH MY EDWARD : ATASANKU GEBETANKU    BAB. 95 Zuri Dilarikan Ke Rumah Sakit

    Jemy melangkah cepat di tepian Pantai Ancol, langkah-langkahnya teratur namun tegang. Dia memeluk tubuh Zuri yang pingsan dengan erat, tubuh perempuan itu terasa ringan di pelukannya, akan tetapi beban yang dirasakan Jemy di hatinya jauh lebih berat. Pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran. Untungnya Tadi, sebelum dia menggendong Zuri, dia sempat menelepon Bobby, yang juga merupakan sepupu Edward, yang baru saja selesai mengikuti rapat penting di gedung yang sama yang ada di area Pantai Ancol."Bobby, aku sudah menemukan keberadaan Zuri. Tapi dia sedang pingsan! Sekarang aku sedang menggendongnya, cepat siapkan mobil di parkiran. Kita harus segera ke rumah sakit!" Suara Jemy terdengar panik di telepon.Tanpa banyak bicara, Bobby langsung bergegas menuju parkiran dan menyiapkan mobilnya.Sesampai di parkiran, Bobby melihat Jemy datang dengan langkah cepat, Zuri berada dalam gendongannya. Bobby segera membuka pintu penumpang yang ada di belakang, memberikan ruang bagi Jemy untuk memasuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status