Hana saat ini duduk terdiam, menatap kearah luar jendela, pandangan matanya kosong dengan memegang cek di tangannya. entah apa yang ad di fikiran wanita itu saat ini
Hana merasa lega bisa mendapatkan uang itu, ia tersenyum namun matanya mengeluarkan air mata, wanita itu mengusap kasar pipinya untuk menghapus jejak air mata yang baru saja jatuh. sungguh bukan ini yang dia mau, bukan ini yang dia harapkan dalam hidupnya.Pikirannya menerawang entah kemana, ia terhanyut dalam lamunannya untuk sesaat, pandangan matanya kemudian menyusuri ruangan yang saat ini di tempatinya.Setiap sudut ruangan itu tak luput dari pandangannya, air matanya luruh begitu saja tanpa ia minta. Hahaha menangis tergugu seorang diri.Hana kemudian menyimpan cek itu dalam tasnya, seperti orang yang tak bersemangat Hana lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri. dengan langkah lunglai, di berjalan.Hana berdiri di bawah shower, ia menyalakannya, lalu air pun turun membasahi seluruh tubuhnya, Hana mendongakkan kepalanya, membiarkan air itu terus membasahi wajahnya. mungkin dengan begitu dia bisa meredakan segala rasa yang ada dalam dirinya, mungkin air itu bisa menghapus segala rasa yang berkecamuk dalam dirinya.Hana menangis kembali, ia mengingat kembali apa yang dilakukannya tadi malam bersama pria itu, semakin ia mengingat kejadian itu, semakin ia menangis, Hana menggosok-gosok lengannya dengan kencang, ia terus saja menangis, apa yang telah dilakukannya semalam terbayang selalu di pelupuk matanya.Hana menggosok secara kasar badannya, air matanya terus mengalir "Mengapa aku bisa melakukan itu dengan lelaki lain, aku merasa jijik dengan tubuh ini, tubuh ini sudah menghianati kesucian cintanya." sambil terus menggosok gosok badannya secara kasar.ahh ...." Hana berteriak meluapkan emosinya.Hana merasa benci pada dirinya sendiri dan menggosok tubuhnya sendiri dengan kasar, seolah ia membersihkan diri dari kotoran yang sulit sekali hilang. Hana tak perduli akan rasa perih akibat gosokan yang begitu keras."Apa yang sudah ku lakukan, aku tak ubahnya seperti wanita malam, menjual diri hanya demi uang, aku sudah kotor."Hana menangis frustasi dibawah guyuran air, kini wanita itu memukul-mukul dadanya sendiri untuk menghilangkan rasa sesak dalam dirinya.Hana mulai menjatuhkan dirinya duduk di atas lantai, ia menangis sejadi-jadinya, berteriak meluapkan semua rasa kesal dan sesak dalam dadanya. Hana melipat kedua kakinya dan memeluk kakinya sambil terus menangis dengan guyuran air di atas kepalanya. tak dia hiraukan dinginnya air yang mulai merayap ke dalam tubuhnya.Hana kemudian teringat akan anaknya, ia harus segera menemuinya, Hana menghapus air matanya, dan bergegas membersihkan diri, setelah selesai, wanita itu mematikan shower, dan menyambar handuk kimono yang ada di sampingnya, berjalan keluar kamar mandi.Hana melihat dimana bajunya berada dia langsung saja menyambar baju itu, dan segera memakai pakaiannya, serta merapikan dirinya, Hana melihat kembali cek yang tadi dia dapatkan, lalu berjalan keluar dari kamar hotel itu. sebelum menutup pintu dia menyempatkan diri melihat ke dalam kamar, namun tak lama dia langsung menutupnya dan pergi.Hana harus segera kerumah sakit untuk menemui anaknya, pasti bocah kecil itu sudah menunggu kehadirannya saat ini.Namun sebelum kerumah sakit, Hana pergi ke bank terlebih dahulu untuk mencairkan cek yang telah ia dapatkan, setelah semua uang masuk kedalam rekeningnya, ia segera memanggil taksi dan bergegas ke rumah sakit.sepanjang perjalanan Hana terus saja melamun sambil mengarahkan pandangannya keluar jendela, pikirannya menerawang kembalinya kejadian tadi malam, sungguh di tak percaya nekad melakukan ini, saat Hana asyik dengan lamunannya, taksi yang ditumpangi oleh Hana pun tiba di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Hana berlari menuju ke kamar anaknya dirawat.Klek ...Pintu ruang kamar di buka, Hana melihat Aline sahabatnya sedang duduk di samping anaknya, begitupun dengan Aline, wanita itu langsung menoleh ke arah pintu saat mendengar suara pintu di buka.Hana tersenyum ke arah Aline, ia segera masuk dan menutup pintu itu, berjalan menghampiri sahabat dan anaknya."Maafkan aku Aline, karena diriku kau harus ada di sini menemaninya, maafkan aku yang ikut melibatkanmu dalam masalahku, terima kasih, aku berhutang banyak padamu Aline.Aline tersenyum melihat kehadiran Hana, wanita itu kini tengah mengusap wajah anaknya yang sedang terbaring di atas brankar."Hana, apa kau dapat uangnya?" Aline bertanya sambil melihat ke arah Hana, Hana mengalihkan pandangannya melihat ke arah Aline lalu ia melihat ke arah anaknya.Hana langsung memegang tangan Aline mengajak gadis itu untuk keluar dari kamar, Hana tak ingin anaknya tau dan mendengar pembicaraan mereka.Hana duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruang perawatan anaknya, Aline berdiri di samping Hana menunggu wanita itu untuk bercerita, ia sungguh sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu."Aku sudah dapat uangnya Aline, aku sudah mencairkannya tadi, sebelum aku kesini," Hana berkata sambil melihat ke arah Aline.Aline menarik nafas lalu menghembuskannya, ia ikut merasa lega mendengarnya, pandangan mata Hana mulai sayu dan berembun butiran air mata jatuh begitu saja, Aline yang melihat itu segera beralih ia berjalan kesisi Hana dan duduk disamping sahabatnya."Aline, aku begitu kotor, aku merasa jijik pada diriku sendiri, aku telah menjual diriku hanya demi uang Aline." Air mata pun mulai mengalir membasahi wajah Hana, wanita itu menahan Isak tangisnya.Aline menggenggam tangan sahabatnya itu, dan memeluknya, berusaha menghibur sahabatnya, ia sangat tau bagaimana perasaannya Hana saat ini, ia ikut merasa sedih, Aline mencoba menghibur dengan memeluknya."Jangan kau berbicara seperti itu, kau melakukan itu semua demi anakmu, kau terpaksa melakukannya dan ini semua bukan mau mu." Aline melonggarkan pelukannya dan menghapus air mata Hana.Drtttt ...Ponsel Aline berbunyi, ia segera mengangkat telepon itu."Hallo pak.""Aline kita ada rapat hari ini, kau dimana, ini sudah jam berapa dan kau terlambat hari ini." Devan mengingatkan Aline akan pekerjaannya saat ini, nada bicaranya agak sedikit kesal."Maafkan saya pak, saya ada keperluan yang tak bisa saya tinggalkan, saya akan segera kesana."Aline segera memasukkan ponsel itu kedalam tasnya setelah panggilan dari Devan berakhir, lelaki itu tanpa bicara langsung saja mematikan ponselnya."Hana, maafkan aku, aku tak bisa berlama-lama disini, aku ada rapat penting pagi ini."Hana menganggukkan kepalanya, ia mengerti."Hana, apa kau baik-baik saja jika aku tinggalkan, maafkan aku tak bisa lama menemanimu, tapi aku janji setelah sepulang dari kantor aku akan datang kesini kembali." Aline merasa tak enak hati meninggalkan Hana sendiri di sana, namun ia pun tak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja.Hana tersenyum, "Aku tidak apa-apa, pergilah, terima kasih kau sudah membantuku, dan selalu ada denganku." Hana berdiri diikuti oleh Aline."Baiklah, aku pergi dulu, kau jaga dirimu, Jangan Sampai lupa makan, aku pergi dulu," ujar Aline sambil tersenyum dan pergi meninggalkan Hana seorang diri di koridor itu. karena hanya berdiri terdiam di sana seorang diriHana melihat kepergian Aline, ia menghabiskan nafasnya sambil kembali duduk, Hana merenungi nasib buruk yang menimpanya.Saat ia harus kehilangan suaminya, dan kini anak semata wayangnya harus mengidap penyakit yang sangat berbahaya yang bisa mengancam jiwanya. Hana tidak ingin lagi kehilangan orang yang sangat dia sayangi ia akan memperjuangkan segala sesuatunya untuk anak laki-lakinya itu.Sejenak Hana mulai membayangkan saat-saat ia bersama dengan suaminya, senyum dan canda tawa itu selalu terukir dalam kehidupannya tak ada kesedihan dan kesulitan apapun yang ia dapati.Suami yang begitu perhatian dan menyayanginya, Hana mengingat kembali masa-masa dimana ia menjalani hari-harinya itu dengan anak dan suaminya.Hana mengambil ponsel lalu membukanya, ia melihat foto suaminya dan mengusapnya dengan lembut."Andai kau ada disini, andai kau masih bersamaku, mungkin aku tak akan mengalami ini." Air mata Hana kembali luruh mengenangi wajahnya.Hana sungguh takut saat ini, bisa bisa nya Devan bertingkah seperti itu di depan ibunya. Jangan di tanya bagaimana rasa gugup dan takutnya Hana saat ini. Dia terus sajaelihat ke arah Maya.Wanita itu tersenyum memejamkan matanya sambil mengangguk pelan dan tersenyum. Pertanda Jika dia sudah merestui hubungan mereka.Devan masih berlutut sambil melihat ke arah Hana Devan harap-harap cemas. Dia benar-benar takut saat ini. Dia berharap jika Hana akan menerimanya.Hana melihat ke arah Devan, kemudian melihat ke arah Aline, Maya dan juga anaknya. Mereka bertiga tersenyum ke arah Hana.Hana kembali melihat ke arah Devan dan tersenyum sambil mengangguk. “Iya, aku mau Devan. Aku mau jadi istrimu.” Hana akhirnya menerima DevanSetelah usai acara malam itu Devan mengantar Hana pulang kembali ke rumah. Berhubung waktu sudah malam Devan langsung pulang dan meminta Hana untuk beristirahat. Sedangkan Aline dan Bu Maya mereka pulang bersama-sama.
“Tentu saja aku serius, mana pernah aku berbohong padamu,” jawab Aline. “Ya sudah aku hanya ingin menyampaikan itu padamu. Aku harus pulang sekarang.” Aline kemudian langsung melajukan mobilnya, meninggalkan apartemen Hana.Devan yang merasa begitu senang, dia langsung berjalan ke arah kamarnya dan bersiap-siap ingin bertemu dengan Hana.“Aku harus pergi menemuinya dan mengajaknya makan malam.”Devan kemudian menelepon Hana dan mengutarakan niatnya dia mengajak sana untuk makan malam bersama hari ini.Tidak menunggu waktu lama kini Devan sudah terlihat rapi dan siap untuk segera pergi ke rumah Hana. Dengan perasaan yang berbunga-bunga dia keluar dari rumahnya dan melajukan mobilnya ke apartemen Hana.Setelah menerima telepon dari Devan, Hana pun bersiap-siap ingin pergi makan malam dengan lelaki itu dia juga merasa sangat senang sekali.Hana lalu meminta pada Mbak Feni untuk menjaga Kendra terlebih dahulu dan menun
Rosiana merasa bersalah pada Aline. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu teringat pada Aline.“Kamu benar-benar bodoh Ravi. Apa yang kau lakukan? Kamu menghancurkan masa depanmu sendiri. Dan lihat sekarang kamu harus menikah dengannya.” Rosiana benar-benar merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Ravi. Dia tidak pernah menyangka jika Ravi akan berbuat segegabah itu. Raffi yang selalu memperhitungkan segala sesuatunya entah apa yang membuatnya menjadi begitu ceroboh dan melakukan kesalahan besar.“Aline, bagaimana dengan gadis itu? Pasti dia sudah mendengar berita ini. Aku harus datang menemuinya dan minta maaf padanya. Harusnya aku mendekatkan mereka sejak dulu.” Rosiana benar-benar menyesal dia tahu akan perasaan Aline pada Ravi anaknya.Rosiana langsung keluar dari ruangan Ravi dan berjalan ke arah ruangan kantor Aline. Dia akan menemui gadis itu sekarang. Rosiana tahu pasti kabar Ini sudah terdengar di telinganya. Paling pasti merasa sedih mendengar berita ini Rosiana berniat
Pagi ini Aline berangkat ke kantor tidak seperti biasanya suasana kantor kali ini sedikit berbeda. Sebagian besar karyawan tengah bergunjing. Aline hanya mengerutkan keningnya sambil melihat ke sisi kanan dan ke kiri sepanjang dia berjalan memasuki lobby kantor.“Ada apa dengan mereka. Kenapa semua orang bergunjing pagi-pagi. Seperti nggak ada kerjaan aja.” Aline berusaha mengabaikan suasana kantor pagi ini dia kemudian langsung masuk ke dalam lift.Aline naik ke lantai 5 tempat kantornya berada. Saat berjalan melewati koridor lagi-lagi setiap karyawan sedang bergosip.Aline hanya berjalan sambil melihat ke arah mereka. Dia kemudian masuk ke dalam kantornya, dan di dalam sana pun semakin gencar semua orang tengah berbisik-bisik.“Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya topik saat ini begitu menarik hingga seisi kantor membicarakannya.”Jujur saja Aline merasa penasaran Bagaimana bisa dari lantai 1 hingga lantai 5 semua karyawan berbisik dan sibuk bergosip. Bahkan merek
Maya terdiam dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Maya benar-benar syok dengan kabar yang dia terima. Kakinya terasa lemas wanita paruh baya itu langsung terduduk di kursi. Sungguh Maya tidak menyangka jika Diva sampai hamil seperti ini.Setelah menyampaikan kabar dokter langsung masuk kembali, meninggalkan keluarga Diva.Kedua orang tua Diva yang juga syok mendengar kabar itu mereka langsung duduk dan melihat ke arah Maya.“Bagaimana ini mungkin?” Tanya Maya dia melihat dan menatap tajam ke arah kedua orang tua Diva. “Dengan siapa Diva hamil, anak siapa yang dia kandung?” Maya begitu menuntut dia tidak memberikan celah pada kedua orang tua Diva.Orang tua Diva sendiri juga tidak tahu jika anaknya hamil Mereka sendiri juga terkejut mendengar penuturan dokter.“Kami tidak tahu Bu anak kami itu anak baik-baik, itu pasti anak Devan. Kami tidak pernah melihat anak kami dekat dengan satu lelaki pun yang kami tahu satu-satunya lelaki yang
Akhir-akhir ini hubungan Hana dan Devan semakin dekat, mereka sering pergi makan siang bersama. Devan selalu meluangkan waktunya untuk Hana bahkan di hari libur Devan sengaja datang ke rumah Hana dan bermain dengan Kendra.Kali ini Devan benar-benar melakukan apa yang ingin dia lakukan mendekati sana dan menarik simpatinya. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. Tidak hanya dengan Hana Devan pun mempererat hubungannya dengan Kendra. Devan sudah menganggap Kendra seperti anaknya sendiri. Dia menyayangi anak itu tulus walaupun Kendra bukan darah dagingnya.Tidak hanya itu Devan juga memberi proyek untuk membangun gedung kantor baru yang akan didirikan oleh Devan pada Hana.“Hana tolong bantu aku. Aku ingin kamu menangani proyek, membangun gedung kantor yang akan aku dirikan sebagai perusahaanku nanti.“Kamu ingin mendirikan perusahaan sendiri Devan?” Tanyanya dia begitu senang mendengar kabar yang diberitahukan padanya. Devan hanya menga
Diva langsung ketempat Devan saat sudah mengetahui alamatnya. Dia pergi kesana berusaha untuk mendekati lelaki itu seperti yang di perintahkan oleh Maya. Diva berpakaian seksi berharap Devan bisa terpikat dengannya.“Aku yakin dengan begini dia akan tertarik padaku,” ujarnya dengan penuh percaya diri. Diva lalu turun dari dalam mobilnya dia berjalan ke arah pintu dan membunyikan bel rumah Devan.Devan yang saat itu tengah bersiap hendak keluar mengerutkan kedua kuningnya dia merasa bingung siapa yang datang bertamu ke rumahnya. Tidak ada yang tahu alamat rumahnya kecuali Ravi dan juga ibunya bahkan sampai sekarang Devan tidak memberitahu siapapun dan hanya keluarganya dan orang-orang terdekatnya yang tahu.Dia kan kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu dia terkejut melihat Diva yang sudah berada di depan pintu sambil tersenyum kepadanya.“Diva?”“Hay, Dev,” Sapa Diva perempuan itu menyiapkan Devan dengan senyum y
Dari arah belakang sedari tadi Ravi mengikutinya ternyata lelaki itu menguntit. Membuntuti mereka. Bahkan dari Devan dan Aline keluar dari kantor. Ravi terus mengikuti mereka. Ravi melihat Devan mengemudikan mobilnya ke arah sekolahan Kendra. Lalu ke arah kantor baru Hana. Tak hanya itu Ravi pun mengikuti mereka hingga sampai ke restoran tempat di mana mereka saat ini sedang makan siang.“Ternyata Devan pergi makan bareng Aline, Hana dan juga Kendra,” gumamnya dalam mobil sambil terus memperhatikan mereka dari jarak jauh. Ravi kemudian mencari ponselnya membuka layar itu dan menekan kamera dia akan foto mereka sebagai bukti.“Ini akan menjadi bukti, aku akan menyerahkan ini pada Tante Maya.” Ravi mau foto mereka dari dalam mobil. Dia mengambil beberapa foto untuk diberikan pada Maya.Ravi kemudian melihat hasil jepretannya dia terus berpikir sendiri di atas mobilnya. “Apa yang harus aku lakukan dengan ini. Apa yang harus aku katakan pada Tante Maya
Ravi terus melihat ke arah Devan. Dia tidak menemukan apapun disana, raut wajah Devan mengatakan yang sebenarnya. “Selamat menikmati.” Ravi hanya berkata seperti itu pada Devan namun dalam hati dia meragukannya. “Apa mungkin Devan punya rencana khusus saat ini?” Mendengar ucapan Ravi. Devan dan Aline langsung pergi meninggalkannya. Ravi masih terus melihat kepergian Devan. “Rasanya tidak mungkin Jika dia begitu senang saat keluar dan menyerahkan posisinya seperti itu pasti ada sesuatu.” Ravi terus berpikir jika Devan memiliki sesuatu yang mungkin sedang direncanakan bersama Aline. “Aku harus mengikutinya.” Ravi pun berniat untuk mengikuti mereka. Devan dan Aline sekarang keluar dari kantor mereka menggunakan mobil Devan. Saat di mobil Devan melihat ke arah Aline. “Aline, coba kamu telepon Hana. Bilang padanya jika kita sudah berada di jalan untuk menjemputnya makan siang.” Karena Devan yang saat ini seda