Hana begitu sedih, gadis itu meratapi nasib buruk yang menimpa dirinya, air matanya tak mampu lagi ia bendung, kesedihannya begitu dalam.
Dari arah lain dokter kini tengah berjalan ke arahnya, sekilas Hana hanya melihat dari bayangan matanya, ia lalu mengusap air mata di wajahnya dan berusaha untuk mengatur emosinya.Saat ia menolehkan kepalanya kearah samping, dokter itu tersenyum ke arah Hana lalu masuk kedalam ruang rawat di ikuti suster dibelakangnya.Hana lalu berdiri menarik nafas untuk menetralkan emosi dalam diri lalu menghembuskan kemudian masuk mengikuti dokter kedalam ruang rawat putranya. Ia berusaha sekuat tenaga menyembunyikan kesedihan yang ada dalam dirinya dari orang lain bahkan termasuk putranya sendiri.Dokter memeriksa dengan stetoskop, memeriksa mata dan denyut nadinya, Hana hanya memperhatikan saja apa yang di lakukan oleh dokter. Sedangkan suster yang ada di sampingnya mencatat setiap detail perkembangan dari anak yang saat ini tengah menjadi pasien di rumah sakit itu."Ibu, keadaan anak ibu sudah sangat kritis kita harus melakukan operasi secepatnya, dan saya ada kabar baik untuk ibu, kita mendapatkan pendonor untuk anak ibu, jadi saya sarankan untuk operasi segera dilakukan secepatnya," ujar dokter sambil menatap ke arah Hana.Hana melihat ke arah anaknya yang kini tengah terbaring lemah, lalu wanita itu kembali mengarahkan pandangannya pada sang dokter."Lakukan yang terbaik untuk anak saya, Dok, saya sudah menyiapkan semuanya.""Baik Bu, jika seperti itu ibu harap kebagian administrasi untuk mengurus biaya keseluruhannya, jika sudah siap maka hari ini kita akan melakukan operasinya." Dokter itu tersenyum ke arah Hana."Suster, tolong siapkan ruang operasinya.""Baik Dok.""Baik Bu saya permisi dulu," ujar sang dokter sambil berjalan keluar meninggalkan Hana di sana.Setelah dokter pergi Hana terduduk di kursi yang ada di samping ranjang anaknya, air matanya kembali mengalir, merasakan kesedihan yang teramat sangat, anaknya akan di operasi, padahal ia baru saja berusia 3,5 tahun.Anak itu masih terlalu kecil, bahkan masih terlalu lemah untuk menjalani ini semua."Ma," bocah yang terbaring lemah memanggil mamanya dengan suaranya yang lirih hampir tak terdengar.Hana memandang wajah pucat yang terbaring itu, bocah kecil itu tersenyum pada Hana sambil melambaikan tangannya, Hana tersenyum padanya dan mendekatkan wajahnya pada sang anak.Kendra mengusap air mata sang ibu, sambil berkata "Mama jangan sedih, Kendra janji akan sembuh untuk mama, Kendra janji akan baik-baik saja setelah ini, dan tak akan menyusahkan mama lagi." Kedua matanya menatap sayu ke arah Hana. Bocah kecil itu tak mau ibunya bersedih,Hana tak mampu menahan kesedihannya lagi, ia mengangguk tersenyum sambil memeluk anaknya, menyatukan keningnya dengan kening Kendra, Hana tak ingin kelihatan sedih, ia harus tegar di depan anaknya.Perlahan Hana menghapus air matanya dan menarik nafas, ia mengusap rambut anaknya dan tersenyum lebar."Kendra janji ya sama mama, setelah ini Kendra akan baik-baik saja dan kita akan bermain bersama-sama lagi di taman." Hana tersenyum dan mengulurkan jari kelingkingnya.Kendra juga ikut tersenyum dan ia pun mengulurkan jari kelingkingnya lalu mengaitkannya pada tangan sang mama, "Janji." Sambil tersenyum dan mengangguk anggukkan kepalanya patuh.Hana teringat akan kedua orang tuanya, dan berniat menelvon mereka, Biar bagaimanapun Hana harus memberitahu mereka Bagaimana keadaan cucu mereka."Kendra tunggu sini dulu ya, mama keluar sebentar, mama mau televon eyang." Anak kecil itu hanya menganggukkan kepalanya patuh.Hana segera berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan itu, ia segera menelevon kedua orang tuanya."Hallo Pa, ini Hana, Hana mau kasih tau kalau Kendra hari ini akan di operasi.""Lalu untuk apa kau menelevonku ha? Untuk minta uang? Aku tak punya uang, jika pun ada, aku tak akan mengeluarkan uang itu sepeserpun untukmu." Dengan emosi papa Hana berkata seperti itu, Papa Hana begitu tega bahkan dia tidak memikirkan Bagaimana perasaan anaknya saat ini. Hana meneleponnya hanya meminta dukungan dan memberitahu pada mereka namun karena harus menerima perkataan yang begitu menyakitkan.Hana hanya diam mendengarkan papanya berbicara kasar padanya, air matanya langsung jatuh membasahi pipi, ia tak mampu berbicara lagi."Mulai sekarang kau urus urusanmu sendiri, aku sudah tidak peduli lagi padamu, kau bukan anakku lagi setelah kau memutuskan untuk menentangku dan lebih memilih lelaki itu." Papa Hana lalu mematikan televonnya.Hana kembali menangis, ia merasa sedih akan ucapan papanya, Hana terduduk lemah di kursi membungkukkan badannya lalu menutupi wajahnya dengan kedua lengannya, ia menangis mengingat kembali kejadian 4 tahun lalu.Hana yang kala itu baru duduk di bangku kuliah memutuskan untuk pergi bersama orang yang ia sayangi, mereka berdua memutuskan kawin lari, karena tak di restui oleh orang tua masing-masing.Hana mengingat bagaimana sang mertua menentang hubungan mereka berdua karna Hana bukan terlahir sebagai anak orang kaya, Hana mengingat saat- saat ia di pertemukan oleh orang tua suaminya.Hana di rendahkan dan dihina di depan keluarga besar sang suami, tapi suaminya tetap membelanya.Hana pun mengingat saat suaminya melamar dirinya dan ditolak oleh papanya, papa Hana menginginkan Hana untuk melanjutkan pendidikannya terlebih dahulu kala itu, barulah dia boleh menikah, namun Hana bersikeras untuk menikah dengan kekasihnya, sampai akhirnya sang papa murka, Hana di usir oleh papanya."Jika kau tetap mau menikah dengannya maka angkat kaki dari rumahku, sampai kapanpun aku tak akan menerima pernikahan kalian, kau bukan anakku lagi, pergi dari sini." papa Hana mendorong mereka keluar dari dalam rumah, lalu menutup pintu dengan sangat kencang di depan muka mereka.Hana menoleh ke arah sang suami, lelaki itu menggandeng tangan Hana, lalu mereka memutuskan untuk hidup sendiri, menikah tanpa di saksikan kedua orang tua mereka.Namun saat itu kehidupan mereka begitu bahagia sebelum suaminya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Kecelakaan yang merenggut kebahagiaan bahkan dunia Hana.Hana menangis pilu mengenang semuanya, ia tak kuasa menahan air matanya kali ini, pedih sakit yang ia rasakan kala mengingat itu semua. Pengorbanannya, segala yang sudah dia lalu selama ini.Hana kemudian teringat bahwa dirinya harus ke ruang administrasi untuk membayar semuanya, agar anaknya bisa segera di operasi, ia pun segera bangun dari duduknya mengusap air matanya dan berjalan ke arah kamar mandi.Hana hendak membasuh mukanya, sesampainya di toilet, ia melihat pantulan dirinya di cermin, wajah sembabnya terlihat begitu jelas karena ia sering menangis, belum lagi penampilannya begitu kusut.Hana membasuh mukanya berulang kali, berusaha untuk menghapus jejak air matanya, ia melihat ke arah kaca, mulai merapikan dirinya, kini ia terlihat lebih segar dari sebelumnya.Hana segera keluar dari toilet lalu bergegas pergi berjalan menuju ruang administrasi, sesampainya disana Hana lalu menanyakan total keseluruhan biaya yang di perlukaan, wanita itu lalu membayarnya.Setelah melakukan pembayaran sana kemudian berjalan kembali ia menuju ke ruangan anaknya saat tiba di depan ruangan anaknya ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya berusaha menyembunyikan kekhawatirannya saat di depan Kendra, Hana pun masuk ke dalam dilihatnya anak itu sedang tertidur.Perlahan Hana mulai mendekatinya dengan sangat hati-hati ia menggeser kursi yang ada di samping ranjang putranya lalu duduk disana sambil melihat dan menghusap rambut Kendra, memperhatikan wajah kecil yang sedang terlelap itu."Apapun itu, aku akan berusaha memberikan yang terbaik untukmu." Hana lalu mendekatkan dirinya dan mengecup kening Kendra.Hana sungguh takut saat ini, bisa bisa nya Devan bertingkah seperti itu di depan ibunya. Jangan di tanya bagaimana rasa gugup dan takutnya Hana saat ini. Dia terus sajaelihat ke arah Maya.Wanita itu tersenyum memejamkan matanya sambil mengangguk pelan dan tersenyum. Pertanda Jika dia sudah merestui hubungan mereka.Devan masih berlutut sambil melihat ke arah Hana Devan harap-harap cemas. Dia benar-benar takut saat ini. Dia berharap jika Hana akan menerimanya.Hana melihat ke arah Devan, kemudian melihat ke arah Aline, Maya dan juga anaknya. Mereka bertiga tersenyum ke arah Hana.Hana kembali melihat ke arah Devan dan tersenyum sambil mengangguk. “Iya, aku mau Devan. Aku mau jadi istrimu.” Hana akhirnya menerima DevanSetelah usai acara malam itu Devan mengantar Hana pulang kembali ke rumah. Berhubung waktu sudah malam Devan langsung pulang dan meminta Hana untuk beristirahat. Sedangkan Aline dan Bu Maya mereka pulang bersama-sama.
“Tentu saja aku serius, mana pernah aku berbohong padamu,” jawab Aline. “Ya sudah aku hanya ingin menyampaikan itu padamu. Aku harus pulang sekarang.” Aline kemudian langsung melajukan mobilnya, meninggalkan apartemen Hana.Devan yang merasa begitu senang, dia langsung berjalan ke arah kamarnya dan bersiap-siap ingin bertemu dengan Hana.“Aku harus pergi menemuinya dan mengajaknya makan malam.”Devan kemudian menelepon Hana dan mengutarakan niatnya dia mengajak sana untuk makan malam bersama hari ini.Tidak menunggu waktu lama kini Devan sudah terlihat rapi dan siap untuk segera pergi ke rumah Hana. Dengan perasaan yang berbunga-bunga dia keluar dari rumahnya dan melajukan mobilnya ke apartemen Hana.Setelah menerima telepon dari Devan, Hana pun bersiap-siap ingin pergi makan malam dengan lelaki itu dia juga merasa sangat senang sekali.Hana lalu meminta pada Mbak Feni untuk menjaga Kendra terlebih dahulu dan menun
Rosiana merasa bersalah pada Aline. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu teringat pada Aline.“Kamu benar-benar bodoh Ravi. Apa yang kau lakukan? Kamu menghancurkan masa depanmu sendiri. Dan lihat sekarang kamu harus menikah dengannya.” Rosiana benar-benar merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Ravi. Dia tidak pernah menyangka jika Ravi akan berbuat segegabah itu. Raffi yang selalu memperhitungkan segala sesuatunya entah apa yang membuatnya menjadi begitu ceroboh dan melakukan kesalahan besar.“Aline, bagaimana dengan gadis itu? Pasti dia sudah mendengar berita ini. Aku harus datang menemuinya dan minta maaf padanya. Harusnya aku mendekatkan mereka sejak dulu.” Rosiana benar-benar menyesal dia tahu akan perasaan Aline pada Ravi anaknya.Rosiana langsung keluar dari ruangan Ravi dan berjalan ke arah ruangan kantor Aline. Dia akan menemui gadis itu sekarang. Rosiana tahu pasti kabar Ini sudah terdengar di telinganya. Paling pasti merasa sedih mendengar berita ini Rosiana berniat
Pagi ini Aline berangkat ke kantor tidak seperti biasanya suasana kantor kali ini sedikit berbeda. Sebagian besar karyawan tengah bergunjing. Aline hanya mengerutkan keningnya sambil melihat ke sisi kanan dan ke kiri sepanjang dia berjalan memasuki lobby kantor.“Ada apa dengan mereka. Kenapa semua orang bergunjing pagi-pagi. Seperti nggak ada kerjaan aja.” Aline berusaha mengabaikan suasana kantor pagi ini dia kemudian langsung masuk ke dalam lift.Aline naik ke lantai 5 tempat kantornya berada. Saat berjalan melewati koridor lagi-lagi setiap karyawan sedang bergosip.Aline hanya berjalan sambil melihat ke arah mereka. Dia kemudian masuk ke dalam kantornya, dan di dalam sana pun semakin gencar semua orang tengah berbisik-bisik.“Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya topik saat ini begitu menarik hingga seisi kantor membicarakannya.”Jujur saja Aline merasa penasaran Bagaimana bisa dari lantai 1 hingga lantai 5 semua karyawan berbisik dan sibuk bergosip. Bahkan merek
Maya terdiam dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Maya benar-benar syok dengan kabar yang dia terima. Kakinya terasa lemas wanita paruh baya itu langsung terduduk di kursi. Sungguh Maya tidak menyangka jika Diva sampai hamil seperti ini.Setelah menyampaikan kabar dokter langsung masuk kembali, meninggalkan keluarga Diva.Kedua orang tua Diva yang juga syok mendengar kabar itu mereka langsung duduk dan melihat ke arah Maya.“Bagaimana ini mungkin?” Tanya Maya dia melihat dan menatap tajam ke arah kedua orang tua Diva. “Dengan siapa Diva hamil, anak siapa yang dia kandung?” Maya begitu menuntut dia tidak memberikan celah pada kedua orang tua Diva.Orang tua Diva sendiri juga tidak tahu jika anaknya hamil Mereka sendiri juga terkejut mendengar penuturan dokter.“Kami tidak tahu Bu anak kami itu anak baik-baik, itu pasti anak Devan. Kami tidak pernah melihat anak kami dekat dengan satu lelaki pun yang kami tahu satu-satunya lelaki yang
Akhir-akhir ini hubungan Hana dan Devan semakin dekat, mereka sering pergi makan siang bersama. Devan selalu meluangkan waktunya untuk Hana bahkan di hari libur Devan sengaja datang ke rumah Hana dan bermain dengan Kendra.Kali ini Devan benar-benar melakukan apa yang ingin dia lakukan mendekati sana dan menarik simpatinya. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. Tidak hanya dengan Hana Devan pun mempererat hubungannya dengan Kendra. Devan sudah menganggap Kendra seperti anaknya sendiri. Dia menyayangi anak itu tulus walaupun Kendra bukan darah dagingnya.Tidak hanya itu Devan juga memberi proyek untuk membangun gedung kantor baru yang akan didirikan oleh Devan pada Hana.“Hana tolong bantu aku. Aku ingin kamu menangani proyek, membangun gedung kantor yang akan aku dirikan sebagai perusahaanku nanti.“Kamu ingin mendirikan perusahaan sendiri Devan?” Tanyanya dia begitu senang mendengar kabar yang diberitahukan padanya. Devan hanya menga
Diva langsung ketempat Devan saat sudah mengetahui alamatnya. Dia pergi kesana berusaha untuk mendekati lelaki itu seperti yang di perintahkan oleh Maya. Diva berpakaian seksi berharap Devan bisa terpikat dengannya.“Aku yakin dengan begini dia akan tertarik padaku,” ujarnya dengan penuh percaya diri. Diva lalu turun dari dalam mobilnya dia berjalan ke arah pintu dan membunyikan bel rumah Devan.Devan yang saat itu tengah bersiap hendak keluar mengerutkan kedua kuningnya dia merasa bingung siapa yang datang bertamu ke rumahnya. Tidak ada yang tahu alamat rumahnya kecuali Ravi dan juga ibunya bahkan sampai sekarang Devan tidak memberitahu siapapun dan hanya keluarganya dan orang-orang terdekatnya yang tahu.Dia kan kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu dia terkejut melihat Diva yang sudah berada di depan pintu sambil tersenyum kepadanya.“Diva?”“Hay, Dev,” Sapa Diva perempuan itu menyiapkan Devan dengan senyum y
Dari arah belakang sedari tadi Ravi mengikutinya ternyata lelaki itu menguntit. Membuntuti mereka. Bahkan dari Devan dan Aline keluar dari kantor. Ravi terus mengikuti mereka. Ravi melihat Devan mengemudikan mobilnya ke arah sekolahan Kendra. Lalu ke arah kantor baru Hana. Tak hanya itu Ravi pun mengikuti mereka hingga sampai ke restoran tempat di mana mereka saat ini sedang makan siang.“Ternyata Devan pergi makan bareng Aline, Hana dan juga Kendra,” gumamnya dalam mobil sambil terus memperhatikan mereka dari jarak jauh. Ravi kemudian mencari ponselnya membuka layar itu dan menekan kamera dia akan foto mereka sebagai bukti.“Ini akan menjadi bukti, aku akan menyerahkan ini pada Tante Maya.” Ravi mau foto mereka dari dalam mobil. Dia mengambil beberapa foto untuk diberikan pada Maya.Ravi kemudian melihat hasil jepretannya dia terus berpikir sendiri di atas mobilnya. “Apa yang harus aku lakukan dengan ini. Apa yang harus aku katakan pada Tante Maya
Ravi terus melihat ke arah Devan. Dia tidak menemukan apapun disana, raut wajah Devan mengatakan yang sebenarnya. “Selamat menikmati.” Ravi hanya berkata seperti itu pada Devan namun dalam hati dia meragukannya. “Apa mungkin Devan punya rencana khusus saat ini?” Mendengar ucapan Ravi. Devan dan Aline langsung pergi meninggalkannya. Ravi masih terus melihat kepergian Devan. “Rasanya tidak mungkin Jika dia begitu senang saat keluar dan menyerahkan posisinya seperti itu pasti ada sesuatu.” Ravi terus berpikir jika Devan memiliki sesuatu yang mungkin sedang direncanakan bersama Aline. “Aku harus mengikutinya.” Ravi pun berniat untuk mengikuti mereka. Devan dan Aline sekarang keluar dari kantor mereka menggunakan mobil Devan. Saat di mobil Devan melihat ke arah Aline. “Aline, coba kamu telepon Hana. Bilang padanya jika kita sudah berada di jalan untuk menjemputnya makan siang.” Karena Devan yang saat ini seda