Share

Chapter 2 : Dasi

"Anggaran buat eskul minggu ini udah kekumpul?" Kata Erin sambil mencatat sesuatu di buku agendanya.

"Fyuh... aku udah janji ke setiap ketua eskul disekolah kalau mereka akan mendapat bagian yang lumayan banyak" Kata Hana menghela nafas.

"Lalu? Icha kemana?"

Ini jam istirahat. Karna aku tidak mau membuang waktu dengan hanya berdiam diri di kantin, aku pergi ke ruang Guru lebih awal untuk menyerahkan agenda absen pagi ini.

Karna ruang guru ini berada di lantai paling bawah sedangkan Ruang osis berada dilantai paling atas, aku berencana pergi ke kantin hanya untuk sekedar membeli minuman. Aku meletakan agenda nya di kelasku. Dan aku baru sadar, disini letak kesalahanku...

"Eh itu osis kan? tumben ke kantin? biasa ngadem di BK Hahaha" Suara tawa seorang perempuan dimeja yang berada tepat disampingku.

"Lah iya? tumbenan babu punya waktu jajan" sambung teman nya.

Wajar saja, osis mempunyai Jas khusus berwarna hitam dengan aksen abu dikerahnya yang membuatku semakin mencolok diantara mereka. Sedikit membuatku kesal, tapi yasudahlah. Akan memperburuk keadaan jika aku berlama lama disini.

Baru saja aku menuruni tangga terakhir, aku melihat seorang perempuan. Dia merenung, cahaya matahari sore memantulkan air matanya. Dia menangis.

"Ahh... sudah kedua kalinya aku melihat orang menangis hari ini" Gumamku.

"Sepertinya aku mengenali dia, kalau gak salah..."

Aku berjalan menghampirinya.

"Aaahhh capek banget jadi babu sekolaah, harus naik turun tanggaa buat nyerahin giniaan!!!" Keluhku dengan nada yang sedikit di teriakan dengan tujuan agar dia menotice keberadaanku.

"Eh kak Erika? mau ke ruang guru juga?" Sapa nya.

"Eh iya, mau ngumpulin agenda. Kalau gak salah kamu zulfa ketua eskul basket kan?"

Aku mengingatnya setelah mendengar suaranya. Dia masih menangis, aku masih tak berani bertanya apa penyebabnya. Ada sedikit luka lebam di lengan dan pipinya. Entah apa yang terjadi padanya, tapi sepertinya aku tau siapa yang telah melakukan ini setelah melihat logo kelas di seragamnya.

"Eh iy..."

Belum sempat ia menjawab, seorang pria bertubuh bongsor keluar dari ruang guru. Aku tak mengenalinya, tapi dari raut mukanya dia sedikit kecewa.

"Kak Erika mau duluan?"

"Enggak enggak, kamu aja dulu".

"Yaudah kita barengan aja"

***Masuk ke ruang guru***

"Bu, ini absen hari ini"

Sambil menyerahkan agenda yang kubawa sedari tadi.

"Oh iya Erika, kamu tolong kamu pisahkan antara yang hadir semua atau tidak, biar ibu gampang masukin datanya ke komputer"

Entah kenapa pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas dia harus dikerjakan olehku seperti ini.

"Lalu? kamu zulfa kan? kamu kenapa? nangis lagi? hah? cengeng! jadi perempuan tuh yang tegas, jangan dikit dikit ngadu!"

bentaknya.

Berarti ini bukan kali pertama dia mengadu ke guru karna alasan yang sama. Ada yang janggal...

Aku tak mau berlama lama ditempat sialan ini, aku memutuskan keluar dan beristirahat di depan ruang guru sembari menunggu zulfa.

*Zulfa keluar dari ruang guru bersamaan dengan guru yang tak pernah kuingat namanya itu...

"Eh iya Erika, nanti sekalian kamu bikin absen siapa aja guru yang gak hadir hari ini. Nanti kasih ke ibu pas jam pelajaran terakhir".

"Baik bu..., eh zulfa. Kesini sebentar!"

"Iya kak?"

"Kamu ketua eskul kan? nah, Hana udah nyiapin anggaran buat bulan ini. Kamu ambil di ruang osis ya? sekalian aku nitip Jas. Suruh Hana simpan di mejaku aja, aku mau ke toilet sebentar". Sambil melepaskan jasku

"Iya kak, makasih kak" Jawabnya.

Aku tau aku harus kemana sekarang. Kelas itu... aku sudah muak dengan semua ini. Mereka tak pernah puas menindas orang yang tak bersalah.

"Kelas XII F MIA 1..." Sesuai dengan logo yang ada diseragam Zulfa dan laki-laki bertubuh bongsor itu.

Sekali lagi ini bertentangan dengan kepribadianku yang cenderung tidak peduli pada siapapun. Tapi jika aku hanya berdiam diri seperti ini itu pun tak akan mengubah apapun, Rantai kebencian ini tak akan pernah berakhir.

Akhirnya aku berjalan menuju kelas itu, banyak murid murid yang sedang nongkrong di depan kelas dan sedikit menggangguku untuk menemukan orang yang kucari. 

Akhirnya kumenemukan dia, maksudku...

"Mereka..."

******

"Permisi kak?" Zulfa masuk ke ruang osis

"Iya silahkan..." Jawab Hana.

"Ini, saya ketua eskul basket mau ngambil anggaran eskul minggu ini, Sama ini titipan dari kak Erika".

"Erika nya mana? bukan nya dia mau nyerahin absen agenda ke ruang guru?"

"Kak Erika bilangnya mau ke toilet sebentar" Jawab Zulfa.

"Ini aneh..." Gumam Hana.

"Hana? ada apa?" tanya Erin yang sedari tadi diam.

"Engga, gini loh. Icha itu bukan tipe orang yang bakal buka Jas osisnya kecuali kalo pulang sekolah, lagian dia bukan nya paling ga berani sama yang namanya toilet sekolah?" Jawab Hana.

"Jadi? maksudmu? Icha gak pergi ke to-" 

"Zulfa? lengan sama pipimu kok lebam?" Hana memotong perkataan Erin.

"Oh ini... biasa kak orang kelas yang ya... gitu, hehehe" Jawab Zulfa.

"Sudah kuduga, dia pasti bakal kesana. Zulfa. Kelasmu dimana?" Tanya Hana.

"Di ujung lantai dua kak" 

"Dia pasti kesana".

"Maksudmu? Icha ke kelas Zulfa cuman buat ngehajar mereka? Gak mungkin! Icha bukan orang yang mampu membuat keputusan sebrutal itu, jangan memperburuk suasana! kita masih punya masalah yang harus diselesaikan disini!" Bentak Erin.

"Tau apa kau tentang Icha? Hah?! Meski dia begitu, dia bukan orang yang hanya akan menangis disini hanya karna dituduh tidak bertanggung. Jika kau tak mau ikut, biar aku saja yang menyusul Icha! Ayo Zulfa, arahin aku ke kelasmu." Bentak Hana kembali.

"Maafkan aku kak, gara gara aku kalian jadi berantem" Zulfa menangis.

"Bukan salahmu, hal seperti itu udah sering terjadi disini. Ayo ke kelas kamu" Hana menenangkan Zulfa.

"Haaa... kok malah jadi gini..." Erin menghela nafas panjang.

********

Aku masuk ke kelas ini. Aku berjalan ke arah mereka sambil melepas dasi yang sedari tadi kupegang dan mulai melilitkan nya ke tangan kananku.

Lalu...

*Bruk.

Aku memukul salah satu dari mereka tepat di mukanya, dua orang teman nya langsung mulai membalas pukulanku. 

"WOY LU APA APAAN SI ANJ*G?!" Bentak orang yang aku pukul.

Mereka mulai mendorong dan menendangku secara bersamaan. Murid diluar menyaksikan pertarungan ini, satu lawan tiga orang.

"Woy tutup pintunya!" suruh salah satu dari mereka yangberbadan tinggi itu.

"...Ini..."

"...Akan semakin seru..."




*TO BE CONTINUED...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status