"Anggaran buat eskul minggu ini udah kekumpul?" Kata Erin sambil mencatat sesuatu di buku agendanya.
"Fyuh... aku udah janji ke setiap ketua eskul disekolah kalau mereka akan mendapat bagian yang lumayan banyak" Kata Hana menghela nafas.
"Lalu? Icha kemana?"
Ini jam istirahat. Karna aku tidak mau membuang waktu dengan hanya berdiam diri di kantin, aku pergi ke ruang Guru lebih awal untuk menyerahkan agenda absen pagi ini.
Karna ruang guru ini berada di lantai paling bawah sedangkan Ruang osis berada dilantai paling atas, aku berencana pergi ke kantin hanya untuk sekedar membeli minuman. Aku meletakan agenda nya di kelasku. Dan aku baru sadar, disini letak kesalahanku...
"Eh itu osis kan? tumben ke kantin? biasa ngadem di BK Hahaha" Suara tawa seorang perempuan dimeja yang berada tepat disampingku.
"Lah iya? tumbenan babu punya waktu jajan" sambung teman nya.
Wajar saja, osis mempunyai Jas khusus berwarna hitam dengan aksen abu dikerahnya yang membuatku semakin mencolok diantara mereka. Sedikit membuatku kesal, tapi yasudahlah. Akan memperburuk keadaan jika aku berlama lama disini.
Baru saja aku menuruni tangga terakhir, aku melihat seorang perempuan. Dia merenung, cahaya matahari sore memantulkan air matanya. Dia menangis.
"Ahh... sudah kedua kalinya aku melihat orang menangis hari ini" Gumamku.
"Sepertinya aku mengenali dia, kalau gak salah..."
Aku berjalan menghampirinya."Aaahhh capek banget jadi babu sekolaah, harus naik turun tanggaa buat nyerahin giniaan!!!" Keluhku dengan nada yang sedikit di teriakan dengan tujuan agar dia menotice keberadaanku.
"Eh kak Erika? mau ke ruang guru juga?" Sapa nya.
"Eh iya, mau ngumpulin agenda. Kalau gak salah kamu zulfa ketua eskul basket kan?"
Aku mengingatnya setelah mendengar suaranya. Dia masih menangis, aku masih tak berani bertanya apa penyebabnya. Ada sedikit luka lebam di lengan dan pipinya. Entah apa yang terjadi padanya, tapi sepertinya aku tau siapa yang telah melakukan ini setelah melihat logo kelas di seragamnya.
"Eh iy..."
Belum sempat ia menjawab, seorang pria bertubuh bongsor keluar dari ruang guru. Aku tak mengenalinya, tapi dari raut mukanya dia sedikit kecewa."Kak Erika mau duluan?"
"Enggak enggak, kamu aja dulu".
"Yaudah kita barengan aja"
***Masuk ke ruang guru***
"Bu, ini absen hari ini"
Sambil menyerahkan agenda yang kubawa sedari tadi."Oh iya Erika, kamu tolong kamu pisahkan antara yang hadir semua atau tidak, biar ibu gampang masukin datanya ke komputer"
Entah kenapa pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas dia harus dikerjakan olehku seperti ini.
"Lalu? kamu zulfa kan? kamu kenapa? nangis lagi? hah? cengeng! jadi perempuan tuh yang tegas, jangan dikit dikit ngadu!"
bentaknya.Berarti ini bukan kali pertama dia mengadu ke guru karna alasan yang sama. Ada yang janggal...
Aku tak mau berlama lama ditempat sialan ini, aku memutuskan keluar dan beristirahat di depan ruang guru sembari menunggu zulfa.
*Zulfa keluar dari ruang guru bersamaan dengan guru yang tak pernah kuingat namanya itu...
"Eh iya Erika, nanti sekalian kamu bikin absen siapa aja guru yang gak hadir hari ini. Nanti kasih ke ibu pas jam pelajaran terakhir".
"Baik bu..., eh zulfa. Kesini sebentar!"
"Iya kak?"
"Kamu ketua eskul kan? nah, Hana udah nyiapin anggaran buat bulan ini. Kamu ambil di ruang osis ya? sekalian aku nitip Jas. Suruh Hana simpan di mejaku aja, aku mau ke toilet sebentar". Sambil melepaskan jasku
"Iya kak, makasih kak" Jawabnya.
Aku tau aku harus kemana sekarang. Kelas itu... aku sudah muak dengan semua ini. Mereka tak pernah puas menindas orang yang tak bersalah.
"Kelas XII F MIA 1..." Sesuai dengan logo yang ada diseragam Zulfa dan laki-laki bertubuh bongsor itu.
Sekali lagi ini bertentangan dengan kepribadianku yang cenderung tidak peduli pada siapapun. Tapi jika aku hanya berdiam diri seperti ini itu pun tak akan mengubah apapun, Rantai kebencian ini tak akan pernah berakhir.
Akhirnya aku berjalan menuju kelas itu, banyak murid murid yang sedang nongkrong di depan kelas dan sedikit menggangguku untuk menemukan orang yang kucari.
Akhirnya kumenemukan dia, maksudku...
"Mereka..."
******
"Permisi kak?" Zulfa masuk ke ruang osis
"Iya silahkan..." Jawab Hana.
"Ini, saya ketua eskul basket mau ngambil anggaran eskul minggu ini, Sama ini titipan dari kak Erika".
"Erika nya mana? bukan nya dia mau nyerahin absen agenda ke ruang guru?"
"Kak Erika bilangnya mau ke toilet sebentar" Jawab Zulfa.
"Ini aneh..." Gumam Hana.
"Hana? ada apa?" tanya Erin yang sedari tadi diam.
"Engga, gini loh. Icha itu bukan tipe orang yang bakal buka Jas osisnya kecuali kalo pulang sekolah, lagian dia bukan nya paling ga berani sama yang namanya toilet sekolah?" Jawab Hana.
"Jadi? maksudmu? Icha gak pergi ke to-"
"Zulfa? lengan sama pipimu kok lebam?" Hana memotong perkataan Erin.
"Oh ini... biasa kak orang kelas yang ya... gitu, hehehe" Jawab Zulfa.
"Sudah kuduga, dia pasti bakal kesana. Zulfa. Kelasmu dimana?" Tanya Hana.
"Di ujung lantai dua kak"
"Dia pasti kesana".
"Maksudmu? Icha ke kelas Zulfa cuman buat ngehajar mereka? Gak mungkin! Icha bukan orang yang mampu membuat keputusan sebrutal itu, jangan memperburuk suasana! kita masih punya masalah yang harus diselesaikan disini!" Bentak Erin.
"Tau apa kau tentang Icha? Hah?! Meski dia begitu, dia bukan orang yang hanya akan menangis disini hanya karna dituduh tidak bertanggung. Jika kau tak mau ikut, biar aku saja yang menyusul Icha! Ayo Zulfa, arahin aku ke kelasmu." Bentak Hana kembali.
"Maafkan aku kak, gara gara aku kalian jadi berantem" Zulfa menangis.
"Bukan salahmu, hal seperti itu udah sering terjadi disini. Ayo ke kelas kamu" Hana menenangkan Zulfa.
"Haaa... kok malah jadi gini..." Erin menghela nafas panjang.
********
Aku masuk ke kelas ini. Aku berjalan ke arah mereka sambil melepas dasi yang sedari tadi kupegang dan mulai melilitkan nya ke tangan kananku.
Lalu...
*Bruk.
Aku memukul salah satu dari mereka tepat di mukanya, dua orang teman nya langsung mulai membalas pukulanku.
"WOY LU APA APAAN SI ANJ*G?!" Bentak orang yang aku pukul.
Mereka mulai mendorong dan menendangku secara bersamaan. Murid diluar menyaksikan pertarungan ini, satu lawan tiga orang.
"Woy tutup pintunya!" suruh salah satu dari mereka yangberbadan tinggi itu.
"...Ini..."
"...Akan semakin seru..."
*TO BE CONTINUED...
"Ayo Zulfa cepetan kelasnya dimana?!" Teriak Hana."Itu di ujung kak, yang ada banyak orang" Jawab Zulfa."Jangan jangan? sudah dimulai?!...".******Dua diantara mereka mulai memegangi tanganku, aku hanya tinggal menunggu satu orang lagi untuk memukulku."Hah?! berani juga babu sekolah dateng ke kelas ini, udah kuat lu?!" Bentak dia sambil mengangkat seragamku."Ayo Ze, pukul aja ayo!!" Kata orang yang memegangi tangan kananku.Aku baru ingat, dia Zeinal. Salah satu kapten tim basket di sekolah kami. Orang sekitarnya memanggil dia dengan sebutan Ze, dia juga yang selalu memimpin pertandingan menuju kemenangan sampai saat ini. Aku tau ini hal yang gegabah karna sebelumnya aku tak tau permasalahan dia dengan Zulfa seperti apa. Tapi yang kulihat sejauh ini, dia dikenal dengan tempramen nya yang begitu keras dan mudah emosi sehingga
"Jadi? ada perlu apa Kak Hana?" Tanya Ze."Silahkan duduk dulu..." Hana mempersilahkan."Erika? lu gapapa?" Tanya teman nya Ze.*Aku menggelengkan kepala"Jadi gini... kita mau tanya tanya perihal Zulfa. Aku, Icha sama Erin udah bahas ini barusab, tetapi masih ada yang belum kita ketahui tentang dia" Hana memperjelas."Bukan untuk memperburuk suasana, aku benar benar ingin tau alasan jujur kalian dan anggota lain membully Zulfa" Sambungku."Aku gatau ini bisa disebut pembullyan atau tidak. Karna kami hanya meminta mengganti bola basket kami yang sudah rusak pada Zulfa" Ze mulai menjelaskan."Lalu?""Ya... kan kita tau, anggaran eskul hanya diberi dua kali dalam sebulan. Dan saat eskul lain udah dapat anggaran saat minggu kedua bulan ini, kami buru buru menagihnya ke Zulfa dong?!" Sambung teman nya Ze."Sedangkan Zulfa baru mengambil
Malam ini aku menginap dirumah Hana. Setelah kesalah pahaman yang terjadi tadi siang di sekolah, aku terpaksa untuk tidak pulang kerumah. Walaupun sebenarnya bisa saja aku berkata jujur pada ibuku, tetapi sepertinya ini jalan yang tepat agar aku tidak menambah beban pikiran ibuku.Entah apa yang terjadi pada Erin di telfon tadi, tapi aku dan Hana sudah berusaha menghubungi Erin kembali dan hasilnya tetap sama.Lalu aku juga sudah menghubungi ibu bahwa aku akan menginap dirumah Hana malam ini. Respon nya tetap dingin. Kemanapun aku pergi asalkan meminta izin terlebih dahulu, pasti ibu izinkan. Dia juga tak pernah bertanya alasanku pergi ke suatu tempat, seperti sekarang. Padahal aku menginap dirumah Hana, tetapi dia tak bertanya sedikitpun alasanku menginap."Erika-San? udah mau tidur?" Hana menyadarkanku dari lamunan."Ah iya, kamu duluan aja" Jawabku."Enggak maksudku ini kasurnya kan cuman ada sat
"Bu... kami berangkat ya..." Hana berteriak dari luar."Iya, Hati hati dijalan..."Kami pun berangkat menuju sekolah, ah tidak. Maksudku hanya Hana. Biasanya aku yang membonceng dia, sekarang giliran dia yang memboncengku. Hana akan mengantarkanku terlebih dahulu menuju kerumah."Eh iya. Kalau kamu gak kesekolah, berarti aku harus jalan kaki dong hari ini?" Tanya Hana."Iya juga. Em... Hana bawa aja sepedaku nanti ke sekolah" Jawabku."Emang gapapa? tante Raisa gak akan marah?"."Memangnya semenakutkan apa sih ibuku di pikiranmu?" Jawabku dengan becanda."Enggak gitu Icha..., yang namanya orang tua pasti khawatir sama anaknya. Apalagi ini kan satu satunya sepeda yang kamu punya""Iya juga, ibuku bilang ini punya ayahku. Tapi entah kemana dia sekarang. Gapapa kamu bawa aja, nanti sore kan kita mau kumpul dirumah mu..." Jawabku."Ngom
Setelah Hana pergi berangkat ke sekolah. Akupun kembali masuk ke rumah.Ibu terlihat masih membaca surat dari sekolah yang kuberikan tadi. Benar apa yang dikatakan Hana, wajahnya tak terlihat seperti sedang marah. Tapi walaupun begitu, aku masih harus berjaga-jaga agar tak dimarahi olehnya.Akupun berniat untuk pergi ke kamar lalu mengunci nya supaya ibu tidak bisa masuk dan memarahiku. Tapi seperti yang kupikirkan sebelumnya, ibu pasti sudah menyadari rencana klasik yang sudah kuulangi beberapa kali ini."Erika, kesini sebentar..." Ibuku memanggil dengan suara yang nyaris tak bisa kudengar saking kecilnya.Akupun menghampirnya dengan perasaan campur aduk antara takut dan sedih. Kepalaku menunduk dan mencoba untuk tak memandang sorot matanya yang lebih menyeramkan dari penyihir abad pertengahan."Hana nya udah berangkat kan? duduk!...".Akupun mulai duduk di sofa. Aku masih saja tak
"Oke oke, jadi gimana? langsung kita mulai aja?"Aku keluar dari kamar.Semua orang sudah berkumpul di rumahku. Setidaknya sampai adikku juga ikut bergabung dalam diskusi ini. Semua orang tampak serius. Belum juga dimulai, aku sudah mempunya prasangka buruk tentang dua teman Zulfa ini. Kenapa mereka yang awalnya mendukung Zulfa mendadak ikut dengan diskusi ini yang sudah jelas jelas akan membicarakan sahabatnya itu. Apakah sebelumnya mereka berdua tidak diberitahu oleh yang lain tentang apa yang akan kita bahas sekarang?."Eh iya, kalian temannya Zulfa kan? Nama kalian siapa?" Aku memulai percakapan."Namaku Zahra, dan dia Alika. Rumah kami berdekatan, jadi kami selalu berangkat sekolah bersama-sama" Ujar salah satu dari mereka."Lalu kalian mulai kenal Zulfa dari kapan?" Tanya Hana."Sekitar tiga tahun lalu, pas baru pertama kali kita masuk SMK. Awalnya aku sama Zahra yang udah temenan dari k
"Mamah pulang..."Seseorang membuka pintu depan."Ah, mamah... selamat datang"Aku menyambutnya."Eh... banyak temen Erika ya, kerja kelompok? udah pada makan belum?""Udah kok tante, gapapa"Jawab mereka serempak.Ibuku baru pulang dari toko tempat dia bekerja, jam empat sore tepatnya. Dia membawa kantong belanjaan yang sangat banyak, tak seperti biasanya. Apa mungkin dia akan membuat sesuatu yang spesial hari ini setelah tadi pagi kami berbaikan?."Oh... yaudah, nanti pulangnya jangan kemalaman, nanti dicariin"sambung ibuku.Aku ragu ibu senang dengan kehadiran teman temanku. Terlihat dari raut wajahnya, sepertinya dia ingin mereka segera pulang."Ah iya Dek Hana... Tante Anna gimana kabarnya? baik-baik aja?""Baik kok Tante, sekarang ibu lagi ada tamu temen kerjanya ayah, jadi kita numpang disini"Jawab Hana.Karn
Setelah mengantar Ze pulang menuju stasiun, aku pun pulang dengan menaiki sepeda tua dibawah langit sore yang mulai gelap, sedangkan pikiranku masih membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu.Senang dan sedih bercampur, akhirnya hidupku perlahan lahan menunjukan warna yang tak hitam putih lagi. Aku tak tau apa yang sedang terjadi sekarang didalam hatiku. Tapi selama itu membuatku senang, aku tak perduli.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, aku memacu pedal sepeda sebelum akhirnya langit benar benar gelap."Ah, udah gelap. Mamah pasti udah nungguin"Gumamku.*Sesampainya dirumah..."Aku pulang..."Aku mulai masuk kedalam rumah, tidak ada siapa siapa."Eh kok sepi? gak ada siapa siapa? tapi pintunya kebuka"Aku memutuskan untuk mengecek nya ke dapur...Dan...