Home / Rumah Tangga / Obat Herbal Dari Suamiku / bab 6. laki-laki serakah.

Share

bab 6. laki-laki serakah.

Author: Teteh ley
last update Last Updated: 2025-04-25 16:14:05

"Kok kamu bisa pulang sama Arysa?"

Baru juga naik ke teras rumah, aku langsung ditodong dengan pertanyaan. Tatapan matanya terlihat kesal dengan napas yang terlihat naik turun.

Cemburu kayaknya.

Dasar laki-laki serakah.

"Memangnya kenapa?" Alis mata ini terangkat sebelah. "Adakah yang salah dengan yang aku lakukan?" Melangkah masuk kedalam rumah.

"Kok malah balik nanya sihRania? Ya jelas salah lah. Kamu sama Arsya bukan mahram."

Busett!

Bukan mahram katanya?

Masih berani bilang mahram? Sedangkan kelakuan dia sendiri?

"Rania, kok baru pulang? Tante kira sudah lebih dulu sampai rumah?"

Baru juga aku mau berucap, Tante Elsa muncul dari arah dapur. Ia berujar sambil berjalan menghampiri kami.

"Tante mau nginep lagi? Katanya sibuk?" Bukannya menjawab pertanyaannya, aku malah balik bertanya. Tidak suka dengan ucapan Tante Elsa yang menurutku terlalu basa-basi.

"A-anu Ran, baju Tante ketinggalan di sini. Kamu tenang aja, malam ini Tante pulang kok." Nada bicaranya sedikit gugup. Lebih tepatnya antara gugup dan kesal.

"Ohhh, kirain mau nginep lagi. Syukurlah kalau gitu." Bibir ini terangkat sebelah.

"Sayang, kok kamu nanya-nya gitu?" Mas Andre langsung menegurku. Tatapan matanya terlihat kesal dengan apa yang aku ucapkan barusan.

"Loh, aku 'kan nggak ngusir Mas. Cuma nanya loh!" Aku menatap ke arah mereka bergantian. "Kok kamu jadi sensitif gitu sih Mas. Aku dan Tante Elsa 'kan sudah terbiasa bercanda. Atau mungkin Kalian berdua punya hubungan khusus?" Mata ini sengaja dibuat menyipit.

"Ma-mana mungkin dong sayang. Kamu ini ada-ada saja." Nada bicara mas Andre melunak. "Sayang, kamu pasti capek banget 'kan? Ayo mandi! Mas siapin air hangat buat kamu."

Dasar laki-laki pembual.

"Ayo dong sayang!" Mas Andre kembali merajuk. Memelukku dari belakang. "Mas kangen sama kamu."

Mata Tante Elsa sampai melotot saat mendengar ucapan Mas Andre. Sepertinya ia cemburu

"Oke sayang."

Aku merangkul lengan Mas Andre, membisikkan kata-kata yang akan membuat si Elsa semakin cemburu dibuatnya. Lihat aja nanti, akan aku pastikan jika besok paginya kalian berdua akan bertengkar hebat.

.

"Sayang, ini jamu herbal buat kamu." Baru juga mau merebahkan tubuh ini pada kasur, Mas Andre masuk kedalam kamar dengan segelas ramuan herbal yang ia bawa.

"Aku bosan, Mas," kilahku sambil pura-pura menguap. "Malam ini gak usah minum ya!" Menyampingkan tubuh menghadap ke arahnya.

"No! Sayang, Mas ingin kamu segera sembuh." Ia kekeh dengan pendiriannya. Mungkin Mas Andre mau main dulu sama Tante Elsa sebelum Tante Elsa pulang.

"Iya, simpan aja dulu sampai jamunya benar-benar dingin. Aku mau bikin teh manis dulu untuk meredakan rasa pahit dari jamu itu," ucapku sambil bangkit dari tempat duduk. Tanpa menunggu jawaban dari Mas Andre, aku berlalu pergi.

Tak lama kemudian aku sudah kembali lagi ke dalam kamar dengan dua gelas teh manis yang aku bawa. "Minum dulu sayang." Aku memberikan satu gelas teh manis untuknya dan satu lagi untukku.

"Terima kasih sayang, kamu memang paham apa yang Mas mau." Mas Andre menerima gelas tersebut dan langsung menyeruputnya hingga menyisakan sedikit saja. Setelahnya ia menyimpan gelas tersebut ke atas meja.

"Jamu nya di minum juga sayang." Mas Andre mulai menguap. Emangnya kamu aja yang bisa ngasih obat tidur Mas, aku juga bisa kali.

Aku tersenyum menyeringai saat melihat Mas Andre mulai merebahkan tubuhnya di atas kasur. "Iya, Mas." Masih berdiri di bibir ranjang.

"Malah bengong sayang. Sini!" Bibir berucap demikian, lain lagi dengan mata yang sudah terlihat mulai terpejam. Pasti pengaruh obat yang aku kasih sudah mulai bereaksi.

"Iya Mas, ini juga mau aku minum." Aku mengambil gelas berisi Obat herbal buatannya. Pura-pura meminumnya.

"Hoamm... sayang,"

Ucapannya terhenti ketika matanya tertutup rapat. Dosis obat tersebut ternyata manjur juga. Dalam kurun waktu lima menit ia sudah pulas dengan tidurnya.

Satu rencana sudah berhasil. Kini saatnya aku membuang obat herbal ini kedalam toilet.

Sebelum rencana ke dua, aku mau lihat dulu Tante Elsa di kamarnya. Ingin tahu apa yang sudah ia lakukan di sana.

Langkah kaki ini terhenti saat tiba depan pintu kamar yang ditempati oleh Tante Elsa. Kebetulan banget pintu kamar tersebut ada celah untuk mengintip.

"Lama banget sih Dre!" Terdengar suara Tante Elsa menggerutu. Tubuhnya terlihat seperti cacing kepanasan. Miring kanan miring kiri, sudah seperti orang stres yang tengah dimabuk asmara.

Apa Jangan-jangan Tante Elsa sudah minum obat kuat?

Tidak salah lagi, Tante Elsa pasti sudah minum obat yang menyebabkan tubuhnya mulai panas dingin.

Mampus lo Elsa!

Dari celah pintu kamar aku bisa melihat kondisi Tante Elsa yang sudah terlihat seperti ikan mujair kena garam. Keringat dingin terus membasahi wajah dan tubuhnya. Menahan sesuatu yang bergejolak akibat obat yang ia minum.

Tak lama kemudian Tante Elsa terlihat masuk kedalam kamar mandi. Mungkin mau berendam di dalam bathtub.

.

Krieeet.

Sekitar pukul tiga dini hari, aku mendengar suara pintu kamar dibuka dari luar. Ekor mataku menangkap sosok Tante Elsa tengah mengintip lewat celah pintu.

Untungnya semalam sebelum aku tidur, aku sudah membuka baju yang dipakai oleh Mas Andre. Alhasil aku langsung melakukan rencana kedua. Membuat Tante Elsa mengira jika di antara kami sedang melakukan yang iya-iya.

Untuk selanjutnya, aku tinggal nunggu hasilnya.

.

"Maaf sayang, semalam aku ketiduran." Mas Andre berbisik ketika Tante Elsa merajuk. Hidungnya terlihat memerah akibat semalam berendam di air.

"Tega kamu Dre!" Tante Elsa menepis tangan Mas Andre. Mungkin masih kesal akibat di abaikan semalaman.

"Aku benar-benar ngantuk sayang. Apa mungkin aku salah masukin obat ya?"

"Halah! Alasan kamu aja Dre. Aku juga tahu kali kalau semalam kamu sama istri kamu masih tidur bersama. Katanya sudah gak sudi lagi sama si Rania, tapi nyatanya? Kalian masih melakukan hubungan layaknya suami-istri."

Serasa ada ribuan duri yang menusuk hati. Sakit saat Mas Andre begitu tega bilang sudah tidak sudi lagi menyentuhku.

"Sudah berapa kali aku bilang jika semalam aku ketiduran." Kini suara Mas Andre agak meninggi, ia pasti kesal ketika Tante Elsa tidak percaya dengan ucapannya. "Kalau kamu tidak percaya, ya udah!"

Bangkit dari tempat duduk, Mas Andre langsung masuk kedalam rumah lewat pintu dapur. Sementara aku, buru-buru duduk di kursi meja makan.

"Sayang!" Ada keterkejutan ketika melihatku tengah duduk sambil menyeruput susu jahe buatan bi Darsih. Ekor matanya menoleh keluar rumah.

"Ada apa Mas? Kok lihat aku kayak lihat hantu aja." Aku bangkit dan berjalan menghampirinya. Namun, buru-buru Mas Andre menutup pintu dapur. "Loh kok di tutup, Mas? Aku 'kan mau ke luar."

"Mas 'kan baru masuk, masa kamu keluar?" Ia berkilah. Sedikit menarik tanganku agar ikut ke ruang tengah.

"Mas kangen ya sama aku?" Aku menggodanya. Menoleh ke arah Tante Elsa yang baru saja masuk kedalam rumah.

"I-iya sayang."

"Ekhem." Obrolan kami terhenti saat mendengar deheman Tante Elsa.

"Tante habis dari mana?" tanyaku sambil bergelayut manja di lengan kekar Mas Andre. Menyandarkan tubuh ini di dadanya. Mempertontonkan kemesraan kami berdua di hadapannya. "Aku kira Tante sudah pulang?" Pura-pura tidak tahu apa-apa.

"Semalam Tante ketiduran."

Dasar pembohong.

"Sekarang Tante mau kemana?" Aku kembali melayangkan pertanyaan.

"Pulang!" jawabannya terdengar ketus. Sedangkan ekor matanya menoleh ke arah Mas Andre.

"Jangan!" Mas Andre bangkit dari tempat duduknya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 27. Akhir kisah

    Aku terbangun dari tidur saat mendengar Adzan subuh berkumandang. Mata ini rasanya berat banget. Rasa ngantuk masih belum mau pergi. Beberapa kali aku menguap. "Mau kemana?" Baru juga mau bangun, Arsya malah melingkarkan tangannya di pinggangku. Posisi kami berdua tidur di satu selimut yang sama. Matanya masih terpejam sempurna. Wajah khas bangun tidur masih terpampang jelas di hadapanku. "Udah adzan. Aku mau mandi." Bibir berucap demikian lain halnya dengan tubuh yang seakan menikmati momen romantis ini. Menikmati pelukan hangatnya. Suami muda ku ini benar-benar sudah membuat aku dimabuk kepayang dengan sentuhan cintanya. Gak nyangka aku akan dicintai secara ugal-ugalan olehnya. "Sebentar lagi. Masih kangen." Kali ini ia membuka mata. Bibirnya merekah saat aku tengah menatapnya. "I love you." Satu sentuhan kecil ia daratkan di kening. "Terima kasih juga buat yang semalam." "I love you too." Menelusupkan wajah di dada bidangnya. Malu karena Arka teru

  • Obat Herbal Dari Suamiku    bab 26. Menuju ending

    Wanita bertubuh tambun itu terlihat bingung dengan pertanyaan-ku. Sedangkan Bu Maya dan Arsya, keduanya tampak tenang seperti tidak terpengaruh dengan ucapan wanita tersebut. Bahkan keduanya malah tertawa kecil saat melihat ekspresi wajahnya dan wajahku. "I love you." Arsya malah berbisik hal yang membuatku kesal. Bagaimana gak kesal, di saat bingung seperti ini Arsya malah seakan tidak ingin menjelaskan tentang pertanyaan-ku ini. "Nak Rania salah orang kali. Di keluarga kami tidak ada yang namanya Bram." Ia kembali menjelaskan. Entah aku yang lupa atau mungkin wanita tersebut yang lupa. Tapi bodo amat lah, biar nanti saja aku tanyakan langsung sama Bu Maya. Acara keluarga kami berjalan dengan lancar. Ada acara doa bersama yang dipimpin oleh seorang ustadz setempat. Mungkin istilahnya acara malam ini bisa disebut acara resepsi kecil-kecilan yang Arsya lakukan. Ada acara sambutan dari Arsya juga. Dia bilang sudah lama suka sama aku dan berniat untuk menikah

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 25. Siapa Bram?

    Sepanjang perjalanan menuju salon, aku dibuat berpikir keras. Berpikir, seperti apa kehidupan Arsya sampai mau ketemuan saja harus tampil sempurna. Aku juga heran, seperti apa sih kehidupan Arsya di keluarganya. Selian itu, aku juga berpikir, mampukah Arsya bayar salon? Secara perawatan di salon itu cukup menguras isi dompet. Atau mungkin salon kecantikannya yang sederhana dan murah? Sebenarnya siapa sih sosok Suami dadakan ku itu? Dia hanya datang pake motor tapi sering kali beli makanan atau keperluan rumah yang harganya diluar isi pikiran ku. Lamunanku buyar saat motor yang dikendarai oleh Arsya tiba di halaman salon kecantikan. Sebuah salon kecantikan yang menurut aku hanya bisa digunakan oleh orang berduit saja. "Kenapa?" Arsya menatapku. Melihatku hanya bengong di tempat. "Yakin mau kesini?" Takutnya Arsya gak bisa bayar. Nanti aku juga yang malu karena sudah sok menginginkan kecantikan dan perawatan tapi gak mampu bayar. "Seratus persen

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 24. Suamiku

    Akhirnya, setelah beberapa kali aku membujuk, Arsya mau mengantar aku ke restoran dimana aku bekerja selama ini. "Maaf ya, gak bisa antar sampai dalam." Ucapan Arsya saat aku mencium punggung tangannya. Senyum di bibirnya tak pernah lepas. Nada cintanya terus menerobos masuk lewat tatapan matanya. Memaksa aku supaya membalasnya. "Nggak papa, Mas." Aku tersenyum tulus. Pamit masuk kedalam restoran. "Selamat Pagi, Bu Rania." Masuk kedalam restoran, aku langsung disambut oleh sapaan hangat dari Leni. Mengekor langkahku dari belakang. "Pagi Len. Apa hari ini ada orderan dari Klein baru?" Menapaki anak tangga satu persatu menuju lantai atas. Menuju sebuah ruangan dimana aku bekerja selama ini. Kerjaan aku meng-input data pengeluaran dan pemasukan barang berikut jumlah uang hasil dari penjualan kami. Baik yang hari ini maupun yang Minggu lalu. "Kalau dari luar gak ada, Bu. Tapi tadi pagi Bu Maya telpon saya untuk menyiapkan makanan untuk tamu undangannya.

  • Obat Herbal Dari Suamiku    Bab 23. kesiangan bangun

    Melihat pintu kamar mandi dibuka, buru-buru aku menyimpan kembali ponsel Arsya di meja. Pura-pura tidak tahu siapa yang sudah menghubunginya. Biar waktu yang akan menjawab semuanya. Andai saja bi darsih bukan ibu kandungnya, aku yakin ada hal yang membuat Arsya berbuat demikian. Pasti akan ada alasan lainnya. Mendengar ponsel miliknya berbunyi, Arsya langsung mengambilnya. Menatap lalu mengangkatnya. Obrolannya juga biasa-biasa saja, tidak layak seperti seorang anak sama ibunya. Selepas itu ia kembali mematikannya. Lebihnya lagi, Arsya tidak bicara apa-apa soal bi darsih. Obrolan kami dilanjut setalah selesai makan malam. Kini, posisi kami berdua sudah berada di dalam kamar tidur. Lebih tepatnya kami duduk sedikit berjauhan. Kalau ditanya alasannya, ya malu. Rasanya agak gimana gitu, tiba-tiba saja harus jadi istrinya Arsya secara mendadak. "Mbak, ehh Rania maksudnya." Arsya tampak ragu dengan panggilannya. Sepertinya gak biasa manggil aku dengan sebutan nama.

  • Obat Herbal Dari Suamiku    bab 22. Sah

    "Kami berdua tidak berbuat sesuatu, Pak." Aku berusaha untuk menjelaskan prihal kejadian barusan. Posisi kami sekarang berada di rumah Pak RT. Setelah ketahuan oleh dua laki-laki yang kebetulan lewat. Setelah itu kami berdua digiring ke rumah Pak RT yang ada di ujung jalan. Keadaan lampu juga sudah kembali menyala. "Halah, pake ngeles segala. Sudah ketahuan juga." Laki-laki bertubuh kurus langsung menyela penjelasan ku. Tatapan matanya terlihat jijik seiring dengan seringai kecilnya. "Lagian buat apa juga kami bohong, gak ada manfaatnya buat kami." Menoleh ke arah temannya yang langsung menganggukkan kepala. "Tapi Pak, kami benar-benar tidak melakukannya." Aku masih kekeh dengan pendirianku, menoleh ke arah Arysa yang hanya diam saja. Pura-pura sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang ia lakukan. Yang jelas aku sedikit kesal dengan tingkahnya. Bukannya ikut menjelaskan kek, apa kek. "Panggil Pak penghulu sama Pak ustad." Setelah anget obrolan kami, Pak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status