Share

Bab 6 Flashdisk

OBAT PER4NGS4NG YANG DIBERIKAN IBU TIRIKU

Bab 6

Ingin sekali kudaratkan ciuman brutal ke wajahnya. Sabar, Tiara.

Aku kembali fokus pada ponsel yang tengah menempel di daun telinga ini. 

"Tiara! Kamu dengerin Ibu ngomong nggak sih?!" Sentak Ibu karena aku belum menanggapi ucapannya sepatah kata pun.

"Iya, Bu. Besok jam berapa? Ulang tahun kayak biasanya aja 'kan?" tanyaku. 

"Ya enggaklah, besok Ibu mau sewa hotel buat acara ulang tahunnya si Mayang. Jangan lupa suruh Keynan transfer uang ke Ibu ya, juga katanya adek kamu Mayang minta kado tas branded merk Hermes dan model terbaru," cerocos Ibu tanpa jeda. 

Aku agak kaget mendengarnya. Ya kali si Mayang minta kado, tapi kadonya mahal dan dia milih sendiri. Enak aja. Emangnya aku ini ATM mereka apa. Sedangkan nasibku di rumah ini saja tergantung sama Keynan.

"Bu, jangan terlalu royal kenapa? Ngapain sih pakai ngerayain ulang tahunnya Mayang di hotel segala. Kenapa nggak di rumah aja, potong kue atau pakai nasi tumpeng sama lalapan seperti biasa." Aku memprotes. Seenak jidat sendiri mereka, mentang-mentang punya menantu kaya. Tapi nggak seharusnya kayak begini. Apalagi yang sebenarnya dikorbankan tuh aku. Yang harus menjalani pernikahan absurd ini. Jelas absurd, mana ada nikah tapi dirahasiakan.

"Kamu itu sayang nggak sih sama keluarga. Toh sekarang hidup kamu udah enak, Ra. Jangan semena-mena begini dong, masa iya kamu sekarang jadi kacang lupa sama kulit." Ibu malah semakin nyolot layaknya kodok.

Keynan menyentuh pundakku dengan ujung jarinya. 

Ia berbisik pelan. Lalu aku menjauhkan ponsel ini agar Ibu tak mendengar apa yang dikatakan Keynan.

"Iyain ajalah kata Ibu tiri kamu. Besok kita bikin kejutan buat mereka." Keynan berbisik. 

"Tapi, Key … aku nggak mau kamu transfer uang terus ke mereka," kataku juga berbisik.

"Tenang aja, Ra. Serahin semua ke aku ya, kita buat mereka mati kutu besok. Sewa hotel mah kecil Ra, apa sih yang enggak buat kebahagiaan kamu." Senyum tipis tersungging saat kalimat terakhir Keynan terucap. 

Ya Allah, dia senyum tipis begitu saja sudah membuat hati ini kebat-kebit kepayangan. Ditambah lesung pipi yang tercetak saat bibir itu melengkung. Ah, jadi pengen cubit karena menambah kesan manis yang bikin orang bisa diabetes lama-lama.

"Wii, Tiara! Ke mana kamu, Hah?!" Teriakan dari sambungan telepon itu terdengar memekak di telinga. 

"Ya, Bu, biar nanti aku bilang sama Keynan," ucapku lalu mendengkus kasar.

"Nah, begitu dong. Ini baru namanya anak berbakti. Ya udah ya, besok malam jam tujuh acara dimulai, jangan lupa kado yang Ibu bilang tadi ya, kalau Keynan sudah transfer. Segera kabarin Ibu ya," cetus Ibu lantas mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Aku duduk di tepi ranjang. Sambil menggenggam ponsel ini tak tenang. Nggak enak banget sama Keynan, kalau harus selalu merepotkan dia dengan ulah keluargaku itu. 

"Key, nanti biar aku ganti ya, uang yang sudah kamu kasih ke keluargaku. Nggak seharusnya kamu juga nafkahin mereka, Key. Yang istri kamu itu aku, jadi yang wajib dinafkahi ya cuma aku." 

"Emangnya kamu punya uang? Kok mau ganti segala?" tanya Keynan juga ikut duduk di sebelahku.

"Kan aku udah bilang Key, kalau aku mau kerja. Lagian aku juga bosan kalau setiap hari di rumah tapi nggak ngapa-ngapain. Jadi plis ya, izinin aku kerja, biar bisa nyicil hutang ke kamu." Keynan menatapku, begitupun aku. Pandangan kami saling bertemu intens, tak seperti sebelumnya yang masih sama-sama canggung walau hanya sekadar saling tatap. Sekarang kami jadi lebih dekat dari biasanya.

"Iya, Ra, aku izinin. Aku juga nggak bisa kalau terlalu ngekang kehidupan kamu. Kamu ingin bebas 'kan? Aku bolehin asal nggak kelewat batas. Tapi ingat, kalau ke luar, jam tujuh malam udah harus ada di rumah. Kecuali kalau kamu keluarnya sama aku. Itu boleh." 

Aku langsung senyum girang mendengar ucapan Keynan. Akhirnya dia membiarkan aku menghirup udara luar sekarang.

"Makasih Key, aku akan patuhi apa yang kamu katakan tadi." 

"Soal hutang yang kamu bahas. Itu terserah kamu Ra, mau kamu balikin atau enggak itu terserah kamu aja. Yang terpenting, kalau kamu kerja besok, jangan sampai kecapean ya. Jangan lupa minum vitamin dan makan sayur. Oke." 

Keynan yang sekarang jauh berbeda daripada dulu saat baru kenal. Kuakui dia memang pria yang dingin, tapi dinginnya dia justru bagai salju. Meski lembut disentuh, tetap saja membekukan. Jadi semakin tertantang buat segera mencairkan hatinya.

"Aku lupa sesuatu Ra," ucap Keynan tiba-tiba kembali berdiri.

"Lupa apa, Key?" 

"Aku tadi beli sesuatu buat kamu. Dan itu ketinggalan di mobil. Tunggu ya, biar aku ambilin." Keynan mengayunkan langkah.

"Nggak nyuruh pembantu aja Key? Biasanya kamu apa-apa nyuruh orang," tukasku membuat langkah Keynan terhenti.

"Halah cuma ambil di garasi doang kok Ra. Sambil jalan-jalanlah bentar." Keynan langsung melenggang ke luar kamar.

Tumben tumbenan dia mandiri begini. Biasanya apa-apa selalu nyuruh para ART-nya. 

Lagu pula barang apa yang dia beli buat aku. Jadi penasaran tingkat dewa ini aku.

Beberapa menit kemudian. Keynan datang membawa kresek putih yang ukurannya agak besar.

"Ini buat kamu Ra, rajin diminum ya," ucapnya. Lalu meletakan kresek itu di atas spring bed.

"Apa ini?" Aku melirik Keynan yang tersenyum lebar.

"Buka aja. Semoga doyan ya."

Aku membuka kresek tersebut dan langsung menganga begitu melihat isinya.

Beberapa kotak susu Ibu hamil? Astaga, Keynan beli ginian buat aku. Agak nggak bisa diterima nalar sih ini. Tapi kenyataannya iya. 

"Key, kamu kapan beli ini? Kok bisa? Kamu nggak lagi sakit 'kan?" Kugelontorkan beruntun pertanyaan.

"Enggak, aku sehat-sehat aja kok. Aku belinya tadi pas pulang dari rumah sakit Ra. Setelah aku browsing di internet, katanya kalau Ibu hamil itu harus rajin minum susu sama vitamin. Jadi aku inisiatif deh beli ini." Keynan menjelaskan. Membuatku bingung harus mengangguk senang atau menggeleng samar karena tak percaya.

"Oh …." Aku hanya ber-oh. Mau menanggapi bagaimana. Aku pun bingung.

Keynan yang sudah melepas jasnya dan hanya memakai kemeja itu kini bermain ponsel.

Bergulir lincah jari kekar itu memencet aplikasi transfer online yang sekarang sudah terlihat ada notifikasi bertuliskan sukses.

"Ra, aku sudah transfer ke Ibu kamu. Kasih tahu dia gih, jangan lupa tanyain juga hotel yang akan jadi tempat buat ngerayain acara ulang tahun Mayang. Biar gampang besok kalau aku stel acara kejutan buat mereka." Keynan memberitahuku. Aku belum tahu apa yang akan dilakukan Keynan besok. Berulangkali dia bilang akan memberi kejutan. Entah apa tapi.

"Key, emangnya apa yang bakalan kamu lakuin besok? Aku belum ada ide buat ngebalas mereka." Aku berkata jujur. 

"Tenang Ra …." Keynan mengambil sesuatu dari laci nomor dua. "serahkan semua ke aku. Dijamin malu sampai ke tulang sumsum mereka." Keynan tersenyum miring. Ia menunjukkan benda kecil seukuran ujung jari padaku. 

Flashdisk? Ada apa dengan flashdisk itu?

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status