Share

Bab 5 Janin Kecil

Bab 5

Jatuh ke … anak inilah pasti nanti. Karena Keynan 'kan anak tunggal. 

"Dia udah bisa gerak-gerak 'kan Ra?" tanya Keynan lagi.

Tangan lelaki ini sudah terulur hampir menyentuh perutku di bagian bawah.

"Eh, belum!" Cepat kutepis tangan Keynan hingga menjauh. Bakalan geli aku kalau dielus sama dia. Ngebayangin aja udah bikin geleng-geleng kepala. Apalagi ngerasainnya.

"Besok kita USG di rumah sakit yang peralatan lebih canggih. Nggak hitam semua begini hasilnya," rutuk Keynan. Ia masih meracau soal kertas USG itu. 

"Key, kamu nggak marah aku hamil?" Aku menatap pria yang masih mengenakan baju kantor tersebut dalam-dalam.

"Ya mau marah gimana, Ra? Semua udah terjadi 'kan? Aku tahu, sebenarnya aku memang ingin banget punya anak, tapi hanya saja …." Helaan napas membuat kalimat Keynan menggantung.

"Hanya saja anak yang harusnya bukan dari rahimku 'kan?" Sekali tarikan napas. Aku menyambar ucapan Keynan.

"Ra …," panggilnya pelan. Keynan yang tadi tertunduk segera melempar pandangan ke arahku.

"Bukankah kita sudah setuju dengan hal ini, Ra? Hal yang sudah kita bahas sebelumnya. Kamu dapat hartaku, dan kita merahasiakan pernikahan ini dari khalayak umum. Aku juga bakalan kasih semua yang kamu mau Ra, asal jangan ambil hatiku," tutur Keynan begitu mencubit hatiku. 

Aku kira tingkahnya tadi adalah bagian dari bahagia, ternyata Keynan masih sama. Tak pernah paham dengan yang aku rasakan, bahwasanya tak dapat kupungkiri kalau aku yang awalnya mengincar harta Keynan jadi jatuh cinta beneran sama dia.

"Terus kamu maunya gimana? Untuk apa kita terus bersama kalau nggak ada cinta di antara kita Key?!" Aku memekik.

"Kenapa kamu jadi bahas cinta, Ra? Sejak awal kita sudah saling menyatakan perasaan kalau kita itu emang nggak pernah ada rasa. Tapi sekarang apa yang aku dapat setelah banyak uang yang aku berikan ke kamu, kamu jadi bahas perasaan. Dan ini sudah melenceng jauh dari kesepakatan kita!" 

Kamar yang tadi senyap kini riuh karena terisi suaraku dan Keynan yang masing-masing sama-sama menaikan volume.

"Kenyataan sekarang beda Key, aku … aku sekarang ja …." Jatuh cinta sama kamu! Hanya dalam batin aku melanjutkan kalimatku. Ingin berteriak nyaring dan membuat gendang telinga Keynan mendengar jeritan ini. Tapi aku sadar, aku tak pernah berhak atas dirinya.

"Ja apa, Ra? Katakan!" sarkas Keynan. 

"Lupain aja! Aku besok mau kerja lagi." Aku beralibi. Sekaligus meminta izin pada Keynan untuk besok kembali bekerja. Kurasa di rumah ini juga sangat membosankan. Karena hanya hal monoton itu itu saja yang aku lakukan setiap harinya. Bisa stres lama-lama kalau begini.

"Kerja di mana? Kamu ini lagi hamil muda Ra, jangan mengada-ada deh, mau sok-sok'an kerja segala. Emangnya kurang uang yang aku kasih? Kamu ini maunya apa sih?" Mata elang Keynan menyorotku tajam. Seolah mengintimidasi aku yang kini agak membungkukkan badan.

"Balik ke tempat kerja aku dulu Key, aku bosan kalau harus berdiam diri terus. Aku juga kangen sama teman-temanku. Plis, izinin aku ya," ucapku lembut. Memohon pada bongkahan es hidup yang kuharapkan bisa segera mencair hatinya.

"Emangnya kamu mau kerja apa Ra? Kalau itu membahayakan anak kita, aku nggak bakalan izinin." 

"Aku kerja di tempatku dulu Key, di koperasi simpan pinjam. Nggak bahayalah, hari Minggu juga libur kok. Plis izinin aku, aku nggak bakalan nyusahin kamu." Kedua tangan aku tangkupkan. Memelas wajah ini agar Keynan mengizinkan.

"Nggak! Kamu di rumah aja!" Keynan kukuh tak mau memberi izin.

"Ayolah Key, plis! Kalau nggak mau, aku bakalan kabur dari rumah ini sekarang juga." Aku menantang. Memangnya dia sendiri apa yang bisa semena-mena.

"Mana ada orang mau kabur pakai bilang segala." Ia berdecih. 

"Oke, aku pergi pulang ke rumah bapakku kalau kamu nggak mau kasih izin." Aku berdiri dan melompat dari kasur. Kupercepat langkah menuju lemari untuk mengemasi pakaian.

"Tiara! Kamu tuh b0d0h banget sih?! Kenapa kamu lompat?! Kamu nggak sayang sama anak kamu ya?!" Keynan menarik lenganku hingga kami berdua saling bersitatap bagai musuh yang saling mengibarkan bendera perang.

"Kamu sih, nggak mau nurutin kemauan aku." Aku menjawab. Sambil berdesis karena pergelangan kakiku sakit.

"Kamu kenapa? Perut kamu sakit? Hah!" Cepat sekali gerakan Keynan. Ia sudah berlutut dan menempelkan telinganya dengan perutku.

"Eh, eh, mau ngapain?!" Aku mundur.

"Tadi kamu berdesis, pasti dia kesakitan karena kamu lompat lompatan kayak pocong." Keynan memarahi aku. Salah kira dia, padahal yang sakit kaki bukan perut. Segitunya dia overprotektif sama anak ini. 

Bayangan Mama seketika berkelebat dalam ingatan. Manfaatkan momen emas ini Tiara. Agar Keynan jatuh hati padamu, toh aku juga nggak jelek-jelek amat. Agak cocoklah sama Keynan meski banyak selisihnya.

"Sebenarnya aku lagi mendadak pengen sesuatu, Key. Mau bilang tapi nggak enak. Tapi kalau aku nggak bilang sama ayahnya jabang bayi ini, takut nanti dia ileran kalau udah lahir." Agak canggung aku mengatakan. Aku tuh sebenernya pengen minta mobil, lumayanlah bisa buat pamer ke Ibu tiri sama adik tiri itu. Nggak kebayang gimana panasnya mereka saat tahu aku dibeliin mobil sama Keynan. Membayangkannya saja sudah bikin aku tersenyum devils, apalagi kenyataanya. Pasti seru banget.

"Kamu ngidam? Kepingin apa? Kenapa nggak bilang?" tanyanya beruntun sembari menutup pintu lemari yang terbuka sedikit.

"Ah, nggak jadi, Key. Aku nggak enak bilangnya, biarin aja anak ini ileran. Harganya mahal soalnya, takut membebani kamu." Aku membuang wajah ke arah lain. Tak sanggup melihat wajah Keynan yang sedari tadi tak berhenti menatapku.

"Nggak! Aku nggak mau anak aku ileran Ra! Kamu bilang sekarang lagi pingin apa?!" tegasnya menggertak.

"Iya, aku bakalan bilang. Tapi kamu jangan marah ya."

"Iya, nggak marah. Cepetan bilang!"

"Aku pengen beli mobil Key, buat besok pergi ke rumah Ibu. Karena besok ulang tahunnya Mayang. Kamu tahukan aku waktu itu pernah dijahatin sama mereka, besok aku akan memberi kejutan manis untuk mereka semua."

"Oh, jadi kamu pengen mobil. Oke, besok aku beliin. Dan … soal kejutan buat keluarga toxic kamu. Besok aku ikut serta ngeramein deh. Asal jangan bertingkah kayak tadi," ujar Keynan lalu mencubit pipi kananku.

Sumpah! Girang bukan main. Segampang ini minta apa-apa kalau punya suami kaya raya. Jadi ragu lagi kalau mau ninggalin Keynan. Ah, pokoknya harus aku pertahankan dia. Jangan sampai ada pelakor yang berani-beraninya ngedeketin. Sekalipun itu pacarnya Keynan, akan aku hadapi dia. 

Jadi nggak sabar buat besok. Enaknya kasih kado apa ya buat Mayang? Sepaket racun tikus aja kali ya, biar berbusa tuh mulutnya yang suka nyinyirin aku.

Dering ponselku tiba-tiba berbunyi.

"Key, aku angkat telepon dulu ya," pamitku. Keynan mengangguk.

Baru saja digibahin dalam hati. Ibu tiri sudah menelepon. 

Lekas kuangkat panggilan itu. Dan Keynan pun ikut menguping di sampingku.

"Tiara, besok adik kamu ulang tahun, bilang sama suamimu buat beliin kado yang mahal buat dia ya," ucap Ibu tiriku. Keynan dan aku langsung saling tatap.

Belum juga aku menjawab ucapan Ibu. Keynan memberi kode dengan mengangguk sambil mengedipkan matanya. 

Ah, jadi senang kalau kerjasama sama suami sendiri. Love you Key, gumamku dalam hati. Ingin sekali kudaratkan ciuman brutal ke wajahnya. Sabar, Tiara.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Ciuman brutal diwajahnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status