Kaki Karina perlahan menaiki satu persatu anak tangga. Ia menyusuri perbukitan yang dipenuhi oleh makam-makam. Ia memeluk dua bucket bunga krisan yang akan ia hadiah kepada orang tersayang.Setelah menemukan makam yang ia cari. Karina lalu duduk di tengah-tengah dua makam. Ia menaruh bunga krisan itu di masing-masing makam dengan perasaan yang damai. “Mama, Papah. Karin datang.” Bibir Karina menyimpul sebuah senyuman tipis.Tangan Karina mengusap-usap kedua nisan itu secara bergantian. “Kalian baik-baik saja, kan? Kenapa belakangan ini sering datang ke mimpi Karin? Ada sesuatu yang mau disampaikan, kah? Karin Khawatir, Ma, Pah.” Karina memandang dua batu nisan dengan nama kedua orangtuanya dengan perasaan yang sedih. Andai saja kecelakaan itu tidak terjadi. Pasti hidup Karina tidak akan se-menderita ini. “Saat kecelakaan itu terjadi. Seharusnya aku ikut mati bersama kalian. Dunia terlalu kejam untuk manusia lemah sepertiku ini. Andai saja hari itu aku mati bersama Mama dan Papah. M
Perlahan mata Joshua terbuka. Di dalam hatinya terus merapalkan doa untuk dua jasad yang terkubur di dalam tanah. Hatinya hancur. Perasaannya kacau balau. Ini mungkin terlambat, tapi ia ingin melakukan yang terbaik untuk menebus kesalahan sang ayah di masa lalu.“Ma, Pah. Jangan benci Joshua, ya. Karin sangat mencintainya. Karin ingin bersamanya. Ma, Pah. Maafin Karin.” Joshua menatap kekasihnya itu dengan tatapan sendu. Paham seperti apa perasaannya saat ini. Takdir benar-benar mempermainkan mereka. Pertemuan mereka bukanlah kebetulan tetapi ini sudah ditetapkan oleh takdir.“Saya berjanji akan menjaga Karina dengan baik, Tuan, Nyonya. Saya akan memberikan segenap perhatian dan cinta padanya. Saya tidak akan menyia-nyiakan Karina. Dia adalah nyawa saya, saya harap Tuan dan Nyonya merestui kami berdua. Saya tidak akan mengecewakan Tuan dan Nyonya.” Joshua menaruh tangannya di depan. Berbicara dengan nada tegas. Tatapan matanya sangat teduh.Karina tersenyum tipis mendengar Joshua mem
Karina tersenyum tipis. Matanya tidak bisa lekang memandangi Joshua yang tengah tidur di sampingnya. Perasaan damai menyelimuti hatinya. Pria ini tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya sejak semalam. Karina tidur di pelukannya sepanjang malam ini.Karina menyandarkan tubuhnya ke headboard kasur. tangannya mengusap-usap kepala Joshua lembut. Matahari sudah terbit. Pagi menyapa dengan cerahnya. Mata Karina menoleh ke kaca besar. Cahaya dari matahari pagi membuat perasaannya nyaman.“Apa kamu sudah merasa lebih baik?”Atensi Karina langsung beralih ke Joshua. Pria itu bertanya dengan mata yang masih tertutup. Kelihatan sekali dia masih mengantuk tapi tetap memaksakan dirinya untuk tetap terjaga. Matanya terbuka perlahan. Bibirnya mengukir sebuah senyum manis.“Sudah.” Karina tersenyum tipis. Ia tak henti mengusap surai Joshua yang berantakan. Ia tau, semalaman Joshua dibuat heboh oleh dirinya. “kamu tidurlah lagi! Wajahmu kelihatan lelah sekali,” bisik Karina lembut.Joshua menanggapi
Hari ini Karina sudah bisa beraktifitas seperti semula. Flu yang ia derita sudah sembuh jadi Karina tidak lagi hanya berbaring di kasur kamarnya. Menjelang pesta pernikahannya yang tinggal menhitung jam. Karina disibukkan dengan berbagai macam kegiatan. Seperti, mencoba kembali gaun pengantinnya, pergi ke salon untuk memanjakan diri, lalu pergi ke hotel tempat acara pernikahan mereka dilaksanakan.Pantulan di cermin menggambarkan raut bahagia Karina. Gaun pengantin yang ia kenakan sangat pas dan indah di tubuhnya. Beberap MUA yang memang disewa untuk mengurus Karina tampak sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Karina hanya duduk diam dan menerima perlakuan halus dari para MUA. “Saya mau bertemu dengan keponakan saya. Biarkan saya masuk!”“Tidak bisa, Nyonya. Tuan Carrington tidak memperbolehkan siapapun menggangu Nyonya Karina.”“Kalian benar-benar tidak punya sopan santun. Saya ini bibinya. Wajar saya menemui keponakan saya.”Karina mendengar ribut-ribut di depan ruang rias.
“Karina? Di mana Karina?!” teriak Vivian panik. Vivian ikut mencari ke setiap ruangan. Semua ruangan di buka paksa. Bahkan sampai ke toilet. Karina tidak ada. Ia tidak menemukan Karina di manapun. Tanpa tunggu berlama-lama Vivian menghampiri DK kembali untuk melaporkan apa yang baru saja terjadi. “Tuan DK. Karina menghilang.” Vivian langsung mengatakan itu di hadapan DK tanpa tunggu lagi. “Apa maksud ada?” tanya DK bingung. “Saat saya kembali keruangan rias. Beberapa pengawal ambruk di lantai. para MUA sedang panik mencari keberadaan Karina di mana.” Vivian tidak bisa mengontrol suaranya lagi hingga kabar itu terdengar di telinga Joshua yang sedang sibuk menyambut para tamu undangan. Joshua langsung menghampiri mereka. Joshua menarik tangan Vivian cukup kuat sampai wanita itu terhuyung mengadapnya, “Apa maksudnya Karina menghilang? Jelaskan padaku!” desak Joshua.“Saat saya kembali, Karina sudah tidak ada. Para pengawal ambruk dan para MUA tampak sangat ketakutan. Saya tidak tau
“Sangat menyebalkan harus berurusan denganmu seperti ini.” Joshua mencebik. Ujung pistol glock seri 19 itu masih bertengger manis di dahi sebelah kiri Rebecca. Joshua tidak akan segan membolongi kepala Rebecca saat ini juga.“Kak Joshua,” lirik Rebecca. Ia berbalik dan memegang ujung pistol itu dengan kedua tangannya. Tatapan memelas itu membuat Joshua semakin jijik melihatnya.“Harus dengan cara apa aku menjelaskan agar kau mengerti, Rebecca?” suara Joshua sangat dingin di telinga Rebecca. Tatapa jijik bercampur benci itu baru pertama kali Rebecca dapatkan. Joshua benar-benar marah dengan apa yang sudah ia lakukan.“Aku mencitai kakak, tolong pahamlah!” teriak Rebecca frustasi.“Aku tidak peduli, kau membuatku merasa jijik. Kau kira dengan melakukan ini aku akan tunduk denganmu? Tentu tidak Rebecca, aku bukan sembarang orang yang bisa kau paksa untuk melakukan hal itu.” Joshua menekan semua kalimat yang keluar dari mulutnya.“Kau akan menyesali ucapanmu.” Rebecca memegang ujung pisto
Setelah memastikan kalau Karina baik-baik saja di bawah pengawasan dokter. Joshua memutuskan untuk pergi dari rumah sakit menuju suatu tempat. Starter mobilnya menyala. Kakinya dengan halus menginjak pedal gas. Mobil pun melaju membelah jalanan malam yang semakin sepi. Kaki berbalut sepatu berwarna hitam itu melangkah menyusuri lorong panjang. Suara tapak yang beradu dengan lantai terdengar nyaring di telinga. Setiap kali algojo berpas-pasan dengannya, mereka akan menuduk singkat untuk memberikan salam. “Di mana mereka?” tanya Joshua pada DK yang dengan senang hati menyambut kedatangan sang bos. DK menunjuk ruangan yang ada di ujung lorong. Ruang eksekusi. Sudah banyak nyawa yang melayang di ruangan itu. Joshua mengangguk-angguk paham. Kakinya lanjut melangkah menuju ruangan itu. Rasa puas menjalar keseluruh tubuh saat melihat dua manusia itu disiksa habis-habisan oleh para algojo. Joshua mendudukkan pantatnya di kursi yang memang sudah disediakan untuknya. Matanya tak lekang men
“Anakku, kamu cantik sekali. Sudah lama mama tidak lihat senyum manis itu. Kamu punya pacar, ya?” mata wanita paruh baya itu menelisik wajah sangat putri yang tampak mencurigakan di matanya. “Mama, apaan sih?” Gadis berusia 15 tahun itu menghindari tatapan sang ibu. Ia sengaja melihat ke arah plafon. “Anak mama sudah besar ternyata. Udah berani menyimpan rahasia, tuh,” goda sang ibu. “Mama, ih. Jangan godain aku terus!” gadis 15 tahun itu terus menghindar. Sang ibu menatap anaknya dengan tatapan penuh kasih. Wanita paruh baya itu sangat mencintai putrinya. Putri satu-satunya yang harus ia jaga. “Siapa yang punya pacar? Anak papah? Waah, ternyata putri papah sudah besar, ya.” Gadis 15 tahun itu terkaget-kaget dengan suara sang ayah yang menggelegar di seluruh ruangan.Dia malu, gadis itu langsung menyembunyikan wajahnya dengan bantal. Ia malu, sungguh malu.“Anak papah sudah besar, asyiikkk.” “aahh, papah.” “Kenalin papah dong, siapa laki-laki yang sudah berani menggoda putri pa