Xander pulang kembali ke Italia setelah Isabella mengusirnya. Padahal ia belum satu hari di New York. Memang wanita itu kejam sekali.Kini Xander sedang berada di rumah sakit untuk menemui Javier. Javier tidak tahu kalau Xander menemui Isabella, tentu saja Xander tidak memberitahu, kalau Javier tahu pasti pria itu akan curiga padanya. Xander akui ia memang masih menaruh perasaannya pada Isabella, namun ia cukup tahu diri dan mengetahui batasannya. Saat ingin membelokan diri, mata Xander tak sengaja melihat seseorang yang tidak asing baginya.“Bukankah itu mata-mata Bella,” gumam Xander saat pelayan yang bernama Gia tersebut masuk ke dalam ruangan dokter specialis kandungan. Pikir Xander mungkin pelayan itu sedang memata-matai Javier dan Victoria sembari memeriksa kandungannya, mungkin pelayan itu sedang mengandung. “Kau ingin makan apa lagi?” Suara wanita terdengar setelah Xander baru saja membuka pintu kamar inap Javier. Saat melihat siapakah wanita itu, Xander memutar matanya m
"Apa-apaan ini, Javier?!" Lauren memandang tidak suka pada Victoria. "Mom?!" kaget Javier. Lauren melangkah mendekati Javier. "Siapa wanita ini?" "Dia sekertarisku, Mom," jelas Javier. Namun, Lauren masih tidak puas mendengarnya. "Isabella tahu sekertarismu ada di sini malam-malam begini?" Lauren menekan kata malamnya. Javier yang tahu Lauren sedang curiga kepadanya pun menghela nafas. "Isa, belum ada kabar." "Apa maksudmu, Bella tidak ada kabar?" tanya Lauren. Namun, sebelum Javier menjawab Lauren berkata pada Victoria. "Kau silahkan keluar," perintahnya memandang tidak suka pada Victoria. Victoria mengumpat dalam hati, padahal ia ingin menguping pembicaraan mereka. "Sialan, nenek tua itu!" Umpat Victoria dalam hati. Setelah Victoria keluar, Lauren kembali menatap Javier dengan pandangan serius. "Mom sekarang mengerti mengapa hubunganmu dengan Bella semakin merenggang."Javier kaget. Seolah tahu ekspresi dari Javier, Lauren berkata kembali. "Tentu saja aku tahu. Mata-mataku
Selain mengunjungi kedua orang tuanya, salah satu alasan Isabella ke New York adalah untuk memeriksa kandungan. New York mempunyai banyak rumah sakit terbaik, disalah satunya kebetulan Isabella mengenal dokter spesialis kandungan. Tidak berani mengambil resiko jika memeriksa kandungannya di Italia, mata-mata Javier ada dimana-mana. Maka itu kemarin ia menyempatkan diam-diam mendatangi dokter kenalannya dan ingin juga USG kandungannya. Salah Isabella yang menaruh foto hasil USG sembarangan. Kalau saja semalam ia menyembunyikannya mungkin foto tersebut sekarang tidak ada di tangan Diana. Mau bagaimana lagi, Isabella hanya memilih pasrah dan membenarkan kecurigaan Diana kepadanya. Diana tertegun. “Sudah berapa minggu?” Seraya mendekati Isabella kemudian mengelus perutnya.“Sudah mau hampir tiga minggu.”“Aku tidak sabar menunggu.” Diana antusia menunggu cucu ketiganya. “Sampai kapan kau akan merahasiakan kehamilanmu?” “Entalah.”Mungkin sampai masalahnya dengan Javier membaik. Seben
“Tuan, Tuan!”Pintu ruangan terbanting kencang hingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. Mata tajam Javier langsung memandang Tayler yang sedang mengatur nafasnya. “Tuan…maafkan saya lancang langsung masuk ke ruangan anda.” Tayler membungkukan badannya lalu berkata kembali dengan gugup. “Saya ingin menyampaikan bahwa Nyonya Isabella tidak kembali lagi setelah mendatangi taman tersebut.” Alangkah tekerjutnya Javier. “Maksudmu istriku hilang?” desis Javier. Tayler menangguk takut. “Dari informasi orang suruhan anda, Nyonya pergi bersama dengan Tuan muda Jayden.” Javier menggebrak mejanya. “Sialan! Bagaimana bisa kalian bodoh sekali hah?! Aku sudah mengirim beberapa penjagaan untuk keluargaku, tetapi masih saja kalian tidak bisa menjaga mereka dengan benar!” Teriakan Javier menggema di ruang kerjannya. Setelah dinyatakan sembuh walau tangannya masih diperban, Javier melakukan aktifitas pekerjaannya kembali. Tayler yang memang mengatur semua penjagaan Isabella dan kedua anaknya s
“Oh, Nyonya yang terhomat sudah bangun rupanya.”Munculah seorang yang amat Isabella kenal. Pelayan yang selama ini berpihak padanya tengah menatapnya mengejek. Gia berpenampilan berbeda. Sebelumnya selalu memakai seragam maid, kini dress minim melekat di tubuhnya. “Kenapa terkejut? Kalian itu emang benar pasangan yang bodoh. Mudah sekali ditertipu.” Gia tertawa sembari melangkah mendekati Jayden. “Anakmu tampan sekali…”“Jangan beraninya kau sentuh!” teriak Isabella.Sayangnya Gia sudah berjongkok di hadapan Jayden dan menyentuh rambut halusnya, sedangkan Jayden hanya menangis, disisa kebernaniannya Jayden menjambak cepat rambut Gia. “Menjauhlah nenek sihir!” “Aw! Sakit sialan!” bentak Gia seraya menampar Jayden hingga anak itu kembali menangis. “Jalang! Beraninya kau!!!” Hati Isabella membara ketika melihat anaknya disakiti di depan matanya. Jayden tidak diam saja, ia membalaskan dendamnya dengan menampar pipi Gia dan menendang perut wanita itu kencang, walaupun badan ia kecil n
Tidak terpikir selama hidupnya Javier akan melihat orang yang disayangnya tengah berjuang di dalam ruang operasi. Setelah Javier dan Xander menemukan Isabella dan Jayden di sebuah kamar rumah Wiliam yang tersembunyi, ia langsung membawa keduanya ke rumah sakit terdekat. Sedangkan, Wiliam diurus oleh Xander. Entah apa yang dilakukan adiknya itu Javier tidak peduli. Pikirannya sedang kalut memikirkan istrinya sedang dalam ruang operasi. “Tuan.” Tayler menghampiri Javier. “Tuan muda Jayden sudah sadar dan langsung berteriak mencari anda dan Nyonya Isabella.” Javier yang mendengar hal tersebut sigap bergegas menemui Jayden. Anaknya mengalami luka kecil di bagian kepala akibat pukulan Wiliam.“Daddy!” rengek Jayden seraya megulurkan kedua tangannya, ingin memeluk Javier. “Kau masih merasa sakit?” Javier menatap anaknya khawatir. Jayden menggeleng di dekapan Javier. “Mommy…sudah bangun?” Javier menggeleng. “Jay, terus berdoa untuk Mommy agar segera bangun.” Javier memang tidak member
"Good night, Isa. Aku harus pergi walau terpaksa. Aku harus membantu si bodoh Xander untuk mengejar bajingan itu dahulu. Sebenarnya aku tidak rela meninggalkanmu. Tetapi Xander itu ceroboh, namun karena kau mengatakan kepadaku harus menjaga Xander, aku tepati janjiku, Isa.” Javier mengelus surai istrinya kemudian mengecup dahi Isabella. Memang Isabella pernah mengatakan pada Javier kalau semisalnya mereka dalam keadaan berbahaya, tolong lindungi Xander juga. Isabella tahu Javier dan Xander berbeda. Xander tidak ahli dalam hal seperti itu.Setelah puas memandang istrinya, Javier mengecup kedua mata Isabella yang tertutup. “Kalau begitu aku pergi dahulu.” Sebelum pergi, Javier memerintah beberapa bodyguard untuk menjaga Isabella dan juga memanggil Lauren untuk menjaga Isabella. Tidak akan tenang hatinya jika meninggalkan Isabella seorang diri."Posisimu dimana?" Javier langsung bertanya pada Xander melalui telepon."Aku tidak tahu! Sekelilingku hanya hutan." Suara Xander tidak terlalu
Terlihat jelas darah terus keluar dari perut Xander, hampir sebagian sisi bawah kanan kemeja putih Xander dibasahi oleh darah. Lewat walkie talkie Javier memerintah pengawal yang berjaga di luar hutan. “Ambilkan kotak P3K,” ujar Javier dengan santai.Disisa kesadaran Xander, ia menyadari kedatangan Javier lantas tersenyum. “Aku sudah duga, kau akan menyelamatkanku.” Javier berdecak. “Hanya kebetulan saja aku melihatmu. Tadinya aku malas, karena waktuku terbatas.” Xander justru tertawa. “Gengsimu melampu tinggi sekali. Dasar pria tua.” Setelah itu Xander sedikit berteriak karena dengan wajah datarnya Javier menekan luka di perut Xander.“Brengsek,” lirih Xander. Ia merasa tubuhnya semakin lemas akibat lumayan banyak darah yang keluar.“Kau ditusuk oleh siapa?” Javier bertanya seraya menyingkap kemeja Xander dan melihat luka yang cukup parah. “Hantu mungkin,” canda Xander. Pengawal yang Javier perintahkan mengambil kotak obat pun sudah datang. Segera Javier membukanya dan mencari j