Javier menatap Isabella yang masih terlelap di depannya. Sudah hampir 7 jam paska operasi caesarnya selesai. Dengkuran halus Isabella terdengar. Matanya juga masih terpejam. Istrinya yang kuat. Isabella baru saja melahirkan anak ketiga merrka.Isabella dan Javier bersyukur sudah dikarunai tiga anak. Mereka mempunyai kembali anak perempuan yang cantik. Permasalahan besar hari itu selesai dan kehidupan Isabella dan Javier berjalan sangat baik. Kehamilan Isabella juga tidaklah mudah. Banyak hal yang harus dikhawatirkan karena dokter mengatakan fisik Isabella tidak sekuat dulu saat melahirkan kedua anak kembarnya. Mungkin juga karena efek dari kelahiran pertamanya. Kehamilan anak tiga juga terasa sangat berat bagi Isabella. Di bulan kelima, pernah Javier mendapati Isabella yang menangis tiba-tiba di depan pintu rumah mereka. Ia memegang perutnya sambil sesunggukan. Ternyata karena rasa tidak nyaman dan sesak di dadanya. Penderitaan Isabella jauh lebih menyakitkan ketimbang kehamilan
Kedua anak kecil berlari menyabut kedatangan lsabella, bergantian memeluknya seperti Isabella yang sudah meninggalkan mereka beberapa hari, padahal Isabella hanya pergi beberapa jam lebih tepatnya dia pergi menemani suaminya menghadiri perjamuan makan siang sehingga saat ketiga putranya pulang sekolah dia tidak ada dirumah. "Merindukan mommy?" tanya Isabella. "Tidak boleh, hanya daddy yang boleh merindukan mommy." Kata Jayden. Isabella tertawa, Javier selalu bertingkah sama dengan anak-anaknya jika berhubungan dengan dirinya. "Mom, minggu depan ada acara outbond disekolah, apakah aku boleh ikut?" tanya Iriana. "Mom, ada tugas sekolah yang tidak kumengerti." Kata Jayden. Isabella tersenyum, duduk diantara kedua anaknya, "Kalian bertiga menyambut mommy ternyata ada kepentingan, tapi mana adik kalian?" Isabella baru menyadari kedua putri bungsunya tidak ada, padahal ini adalah jam bermain mereka yang artinya walau si bungsu baru berusia 5 bulan, kedua kakaknya selalu mengajak adi
"Mana mereka? Mengapa tidak membawa sendiri tas mereka? " tanya Isabella pada Grace yang memasuki ruang tengah dengan membawa tas sekolah miliki kedua anaknya. "Mereka langsung pergi ke halaman belakang untuk memindahkan pembibitan tugas sekolah Iriana karena hujan." "Alasan, untuk bisa bermain hujan." Kata Isabella yang ditanggapi senyum oleh Grace pengasuh ketiga anaknya.Isabella menyadari sesuatu, "Apakah Isya tahu?" putri si bungsu yang sudah berusia 3 tahun tentu saja pulang lebih awal dari kedua kakaknya tadi berlari dari dapur untuk menyambut kepulangan kedua kakaknya. "Tadi masih berdiri diteras." Jawab Grace yang juga memiliki pemikiran yang sama. Dia segera memberikan tas sekolah ditangannya pada pelayan yang ada disana dan meminta tolong untuk dibawa keruang belajar sebelum menyusul nyonyanya kedepan. Kelihatannya sesuai dugaannya, si kembar sudah menuruni tangga depan bahkan ketika melihat Isabella datang bukannya berbalik kembali untuk naik, mereka berdua memperc
Isabella sadar beberapa mata menatapnya dirinya terang-terangan. Bahkan ada beberapa juga yang menghampiri dan menggodanya kemudian berakhir ditolak olehnya. Ia tidak tahu mengapa memilih untuk mendatangi club. Setelah mendapat pesan dari temannya yang mengatakan bahwa cutinya dipercepat, yang seharusnya ia 1 minggu di Italia menjadi 5 hari saja. Membuatnya kesal."Sendirian saja?" Isabella tersentak, melihat kedatangan pria tampan yang duduk disampingnya. Tatapan Isabella terpaku pada badan pria terserbut, terlihat otot-otot yang menonjol di dalam kemeja hitamnya. Isabella menggeleng, mengapa ia jadi salah fokus?! Namun tiba-tiba, pria itu menjulurkan tanganya. "Javier," ucapnya. Isabella menyerengit, lihatlah tangan kekarnya yang juga terdapat urat-urat yang menonjol. Sungguh, pria ini sungguh hot. Tetapi, Isabella tidak menerima jabatan tangan pria itu. Ia memilih memalingkan wajahnya yang tiba-tiba panas."Namaku Javier. Kalau boleh aku tahu, namamu siapa, Nona?" "Carol,"
Empat tahun berlalu. “Melamun saja.” Isabella tersentak kaget melihat kedatangan sahabatnya, Xander. “Kau tidak bekerja?” tanya Isabella saat melihat pakaian santai yang dipakai Xander. Xander duduk di sofa ruang kerja Isabella. “Aku ingin refreshing dulu. Tetapi pikiranku tidak bisa tenang, sebab aku ragu memberi semua tugas pada sekertarisku.” “Kenapa kau ragu? Bukannya sekertarismu itu cerdas menangani para investor perusahaanmu?” “Sudah ku pecat, Bella,” ujar Xander dengan santainya. Isabella memandang Xander bingung. “Kau ini sebenarnya ingin sekertaris seperti apa? Aku tidak tahu, sudah terhitung berapa banyak sekertarismu dalam setahun ini yang kau pecat.” “Seperti dirimu.” Xander menatap Isabella. Isabella berdecak. “Kau ingin stetoskopku melayang ke kepalamu itu hah?!” Xander menyengir. “Bercanda.” “Aku yakin sekali kau memecat sekertarismu itu dengan alasan yang sama dengan sekertaris sebelumnya.” Isabella berkata tanpa menatap Xander, ia fokus membaca hasil pemer
Pagi ini Isabella mendapat sebuah surat dan sebuket bunga Lily di ruang kerjanya. Ia sudah tau pasti siapa yang mengirimnya. Isabella membaca surat tersebut.Beautiful morning, Dr Aderson. Aku hanya memberitahu bahwa sepertinya aku tidak bisa ada saat hari ulang tahun si kembar, sebab aku di Italy dengan waktu yang cukup lama. Seminggu lagi mereka sudah bertambah umur dan sudah dipastikan bawahanku akan mengirim maninan atau sekalian saja toko mainan aku bawa ke manison mu, dokter? hahaha.Regards, Xander C. Isabella tertawa, ada-ada saja pria itu. Xander merupakan satu-satunya pria yang sangatlah dekat dengan kedua anaknya. Bahkan Iriana memanggil Xander dengan sebutan 'Daddy Xander'Xander pun tidak masalah Iriana menganggap dirinya sebagai daddy-nya. Untuk Jayden, anak itu entalah dia tidak suka dengan kehadiran Xander. Jayden selalu mengatakan: Aku tidak suka Mr Xander, karena dia selalu tertawa lebar dan mulutnya pun ikut melebar. Itu terlihat mengerikan dan juga tidak sopan me
Engelberg, Switzerland.Satu kata untuk kota Engelberg, damai dan indah. Isabella memilih villa di desa ini sebab pemandanganya yang luar biasa, bagaikan lukisan nyata. Bahkan dari villanya bisa melihat pemandangan Mount Titlis, gunung salju yang abadi. "Ana sangat sangat sangat sangat sangat menyukai tempat ini..." seru Iriana dengan semangat. "Mami mengapa memilih tempat yang jauh dengan tempat acaranya dilaksanakan?" tanya Isabella.Acara World Economic Forum dilaksanakan di kota Davos, sedangkan mereka di Engelberg. Jika menaiki mobil bisa menempuh waktu sekitar 3 jam lamanya. "Aku ingin menikmati pemandangan di sini," balas Diana. "Aku juga menyukainya Grandma! Ini seperti di dongeng! Wah aku tidak menyangka memasuki negeri dongeng!!!" Iriana melompat riang melihat pemandangan disekitarnya. "Apakah itu gunung yang dikatakan salju abadi?" Jayden menunjuk gunung Titlis. "Benar, dari mana kau tau Jay?" tanya Isabella. "Aku membaca mengenai seluruh isi Switzerland saat di pes
Jantung Isabella seakan berhenti berdetak melihat Jayden berlari menghampirinya. Ia menyempatkan melirik Javier yang terpaku akan kehadiran Jayden. "Mommy!!! Mommy kemana saja? Ana terus menangis dan itu berisik sekali!" gerutu Jayden. Isabella masih terpaku, badan ia seolah mati rasa. Sementara Javier menurunkan badannya agar sejajar dengan Jayden. "Kau pendek sekali." Jayden yang tidak terima, langsung menatap Javier tajam. "Aku masih berumur empat tahun asal kau tau, Tuan." Isabella yang baru menyadari Jayden berbicara pada Javier, langsung ia tarik tangan anaknya. "Ayo Jay." Isabella menarik tangan mungil Jayden, namun Jayden masih terdiam menatap Javier. "Mengapa kau memanggil dia Mommy?" Javier bertanya pada Jayden lalu menujuk Isabella. "Jay ayo...Ana pasti sudah menunggu." Isabella gelisah, mencoba membujuk Jayden untuk menjauhi Javier."Wait a minute, Mommy. Aku ingin berbicara dengan tuan ini sebentar." Jayden berkata. Isabella tidak tahu harus berbuat apa saat ini.