Share

Bab 2

Empat tahun berlalu.

“Melamun saja.”

Isabella tersentak kaget melihat kedatangan sahabatnya, Xander.

“Kau tidak bekerja?” tanya Isabella saat melihat pakaian santai yang dipakai Xander.

Xander duduk di sofa ruang kerja Isabella. “Aku ingin refreshing dulu. Tetapi pikiranku tidak bisa tenang, sebab aku ragu memberi semua tugas pada sekertarisku.”

“Kenapa kau ragu? Bukannya sekertarismu itu cerdas menangani para investor perusahaanmu?”

“Sudah ku pecat, Bella,” ujar Xander dengan santainya.

Isabella memandang Xander bingung. “Kau ini sebenarnya ingin sekertaris seperti apa? Aku tidak tahu, sudah terhitung berapa banyak sekertarismu dalam setahun ini yang kau pecat.”

“Seperti dirimu.” Xander menatap Isabella.

Isabella berdecak. “Kau ingin stetoskopku melayang ke kepalamu itu hah?!”

Xander menyengir. “Bercanda.”

“Aku yakin sekali kau memecat sekertarismu itu dengan alasan yang sama dengan sekertaris sebelumnya.” Isabella berkata tanpa menatap Xander, ia fokus membaca hasil pemeriksaan pasien-pasiennya.

Kinerja para mantan sekertarisnya memang bagus, akan tetapi mereka akan berakhir manyatakan rasa cintanya dan Xander tidak menyukai itu.

Menurutnya itu tidak professional dan lagi Xander menjadi tidak nyaman, sebab para mantan sekrtarisnya selalu berlaku tidak sewajarnya sekertaris pada umumnya.

Misalnya, menggodanya dengan pakaian ketat atau terbuka, mengajaknya untuk tidur bersama secara terang-terangan. Xander tidak habis pikir.

“Kau memang tahu betul isi hatiku ini, Bel. Bukankah ini pertanda kita berjodoh?” Xander ternyum jahil.

“Dalam mimpimu!” ketus Isabella.

Xander terbahak. “Kau menggemaskan sekali.”

Isabella memutar matanya malas. “Jadi, sekertarismu sekarang laki-laki?” tanyanya.

“Wah, bagaimana kau bisa mengetahuinya? Apa yang kukatakan benar, kita memang berjodoh!” balas Xander antusias.

“Sekali lagi kau berbicara seperti itu, jarum suntik akan menusuk bibirmu!” Isabella melolot pada Xander. Kesal pria itu selalu berkata ‘kita memang berjodoh’

Xander menatap Isabella ngeri. “Kau menakutkan. Kau ingin membuat bibirku membesar seperti Kylie Jenner?”

“Akan kubuat bibirmu sebesar balon, mau?”

“Bella, mengapa kau jadi menyeramkan!”

“Diam!”

“Baik, Ma’am!”

Xander pun tidak berbicara lagi. Ia menatap Isabella yang sudah fokus pada kertas-kertas di mejanya. Mulutnya gatal sekali ingin berbicara lagi.

Menganggu Isabella itu hal yang menyenangkan. Melihat wajah wanita itu selalu cemberut, sangat menggemaskan.

“Kau tidak ingin pulang? Aku harus memeriksa kembali pasienku.” Isabella bertanya pada Xander.

Tidak ada jawaban. Isabella kembali memanggil Xander. “Kau mendegarku tidak?” dirinya masih fokus membaca data pasiennya.

Tidak ada jawaban juga.

Isabella menangkat kepalanya, menatap kesal Xamder yang juga sedang menatapnya. “Kau punya mulut tidak?!”

Xander menangguk.

“Xander, jangan bercanda.”

Xander menggeleng.

“Kau—“ Ah, Isabella ingat tadi menyuruh Xander untuk diam. Lagipula kenapa pria itu juga menurutinya?!

“Aku izinkan kau berbicara. Jawab pertanyaanku yang tadi,” ucap Isabella.

Xander tertawa terpingkal-pingkal. “Baiklah, aku akan pulang.” Kemudian ia bangkit. “Salam untuk kedua kembaran itu. Aku merindukannya. “Setelah itu Xander keluar dari ruangannya.

Mendengar ucapan Xander, Isabella jadi teringat undangan pernikahan temannya pekan depan yang bertepatan dengan ulang tahun kedua anaknya—Jayden dan Iriana.

Isabella menjadi sedih tidak bisa membuat acara yang besar untuk kedua anaknya, sebab hanya beberapa orang yang tau, Isabella sudah mempunyai anak.

Keluarga Isabella lumayan dikenal akan kekayaannya dari zaman dulu. Keluarga Aderson mempunyai kebun anggur yang berhektar-hektar serta perusahaan minyak yang besar.

Isabella sengaja menyembunyikan Jayden dan Iriana sementara waktu. Ia takut mehancurkan nama baik keluarganya dan Isabella lebih takut pada pria itu—Javier mengetahui dirinya mempunyai anak, lebih tepatnya anak mereka.

***

"Mommy! Mommy!"

Isabella tersenyum mendapati kedua anaknya berlari memasuki ruang kerjanya.

"Mommy! Pick me up!" Jayden mengangkat kedua tangannya di hadapan Isabella.

Sedangkan Iriana memilih duduk disofa dengan memainkan boneka unicorn-nya.

Isabella mengangkat Jayden untuk ia gendong, "Kenapa kau suka sekali digendong, hm?"

Jay tertawa, ia memeluk leher Isabella. “Mmm...wanginya...aku menyukai wangi Mommy seperti wangi bunga..."

"Manja sekali..." sahut Iriana memandang Jayden.

"Diamlah kau anak kecil," balas Jayden.

"Hei, Jay kau juga masih kecil, wleee…” Iriana menjulurkan lidahnya.

"Mengapa kau begitu menyebalkan? Mommy tidak menyebalkan seperti kau, apa jangan-jangan kau bukan anak Mommy ya?!"

Mata Iriana berkaca-kaca mendengarnya. "Mommy..." Iriana menangis.

Isabella langsung menghampiri Iriana, ia duduk disofa lalu mengangkat Iriana untuk duduk dipangkuannya. Kini paha kirinya diduduki Jayden dan paha kanannya Iriana.

Isabella mengecup pipi tembab Iriana. "Cup...cup...Jay hanya bercanda saja sayang."

Iriana mengusap air matanya dan menatap Jayden si hadapannya penuh permusuhan.

"Ana benci Jay..." ucap Iriana masih tersiak.

"Sttt...tidak boleh berbicara seperti itu sayang. Jay sangat menyayangi Ana, Jayden selalu menemani Ana tidur dan bermain." Isabella menasehati.

Isabella menatap kedua anaknya bergantian. "Ayo Jayden minta maaf kepada Ana dan Ana juga minta maaf pada Jay," pintahnya.

Jayden bersedekap dada lalu mengerucutkan bibirnya, "Ana dulu yang minta maaf padaku, karena dia memulai duluan." tegas Jayden.

Isabella sangat tahu watak dari anak laki-lakinya begitu aroggant dan tidak mau mengalah.

"Jay dulu yang mengatai Ana anak kecil!" Iriana tidak terima.

"Kau yang mengataiku terlebih dahulu." balas Jayden.

"Kalau kalian masih bertengkar, Mommy keluar saja."

Jayden menghembuskan nafasnya kesal, ia memilih mengalah.

"Aku minta maaf atas perkataanku yang membuatmu menangis. Kau harus mengubah sifat burukmu yang mengatai orang, Ana. Sudah sering kau seperti itu, itu tidak sopan Ana. Aku tahu kau hanya bercanda, tetapi kau harus mengerti situasi terlebih dahulu,” ucap Jayden.

Isabella menatap kagum anaknya. Jayden memang genius, diusianya 4 tahun sudah bersikap layaknya orang dewasa. Jayden juga menguasai beberapa bahasa, seperti Rusia, Italia, Arabic, dan English tentunya.

“Ana itu Jay sudah meminta maaf, ayo kalian berbaikan,” kata Isabella.

"Baiklah…permintaan maaf Jay sudah Ana terima. Terima kasih Jay," balas Iriana tersenyum lebar.

Jayden menatap Iriana, seperti menyuruhnya kembali berbicara.

"Ada apa?" tanya Iriana polos.

Sedangkan Isabella sudah tertawa melihat kedua anaknya yang menggemaskan.

"Kau tidak meminta maaf?"

Mata indah Iriana membola, "Oh, Ana lupa! Ana minta maaf Jay, Ana tidak akan mengulangi kembali. Ana janji..." Iriana mengulurkan kelingkingnya dan dibalas dengan Jayden.

Keduanya pun tertawa khas anak kecil. Isabella tersenyum melihatnya.

"Sudah selesai perangnya?" Jayden dan Iriana terkikik mendengarnya. "Sekarang mau bermain dengan di taman?" tanya Isabella

"Yes, Mommy!" seru keduanya dengan antusias.

***

Coullard Company in Milan, Italy.

Di sebuah gedung pecakar langit yang tinggi, Javier mengisap rokoknya dengan santai, asap mengepul di ruang kerjanya.

Ia memandang pemandangan gedung-gedung tinggi dibalik kaca yang mengiasi hampir seluruh ruangannya.

"Aku tahu, Mom."

"Jika kau tahu maka kau tidak sibuk saja dengan pekerjaanmu! Wanita di luar sana banyak yang tergila-gila padamu, namun kau menyia-nyiakan!"

"Aku tidak bisa berkomitmen, kau sudah tau itu Mom."

"Sampai kapan? Ingat, kau sudah tua, Jav. Orang tua mu juga sudah tua, aku mengiginkan cucu dan jangan kau lupa bahwa keluarga kita juga butuh pewaris."

"Mengapa tidak anak Kathrine saja?" Kathrine adalah adiknya yang sudah menikah dan mempunyai anak perempuan.

"Kau bercanda? Kita butuh pewaris laki-laki dan anak Kathrine adalah perempuan. Jadi tidak bisa menjadi pewaris keluarga kita."

Javier mengacak rambutnya, ia tidak mengerti pola pikir Lauren—ibunya yang mengharuskan laki-laki sebagai pewaris.

Javier sadar dia sudah berumur 35. Tetapi, ia belum siap menjalin ikatan hubungan dengan siapapun. Kehidupan pernikahan tidak semudah itu.

"Pikirkan kembali, Jav. Kalau tidak Mom akan mengambil jalur perjodohan."

Javier berdecak. masih ada perjodohan dimasa sekarang? yang benar saja!

"Perjodohan? yang benar saja, Mom."

"Hei, boy. Kau pikir di zaman sekarang tidak ada lagi perjodohan? Asal kau tau, masih banyak orang tua menjodohkan anak mereka, sebab ingin mendapatkan pasangan yang terbaik."

"Bagimana, Jav? Kau ingin mencari pasanganmu sendiri atau dijodohkan oleh teman anak Mom?"

"Tentu saja aku akan mencari sendiri."

"Mom ingin secepatnya dan jangan lupa tidak memilih sembarang wanita. Memang banyak yang menyukaimu, tetapi pilihlah wanita yang bisa membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik."

Setelah kurang lebih setengah jam lamanya Lauren menelpon selesai juga dan akhirnya Javier bisa bernafas lega. Ngomong-ngomong mengenai pembicaraannya dengan Lauren tadi membuat Javier mengingat seorang wanita uang ia temui di club empat tahun yang lalu.

Ketuk pintu membuyarkan lamuan Javier, "Masuk." perintahnya.

Seorang berpakaian rapih menghampiri Javier lalu membungkukan badannya, "Tuan, saya sudah mendapat informasi yang tuan perintahkan."

"Katakan."

"Isabella Aderson, anak tunggal keluarga Aderson. Lahir di Saudi Arabia, kota Dubai. S1 Yale University dan S2 Harvard University. Kini ia berprofesi sebagai dokter anak di salah satu rumah sakit ternama di Amerika. Tempat tinggal di kota Los Angeles." Tayler—orang kepercayaan Javier membeberkan informasi yang ia dapat.

"Isabella Aderson?" batinnya. Javier menggeram. Jadi di awal pertemuan mereka wanita itu mempalsukan namanya?!

Javier tentu tau siapa keluarga Aderson. Ia pernah beberapa kali bertemu di acara khusus dengan Sam Aderson—ayah Isabella.

Keluarga tersebut memang sangat private. Hanya beberapa orang yang tau Aderson memiliki kebun anggur dan perusahaan minyak terbesar dan Javier tau Sam merupakan investor besar bagi perusahaan besar.

"Kau hanya mendapati informasi itu saja?"

"Maafkan saya, Tuan, identitas wanita tersebut sulit sekali dicari, karena dilindungi oleh keamanan tingkat tinggi," jelas Tayler.

Javier mengangguk, memahami. Dia juga tahu keluarga Aderson memang sangat tertutup, bahkan publik tidak tahu berapa dan siapa anak Sam Aderson.

Publik hanya mengenal Sam Aderson dan istrinya—Andrea Aderson.

Pantas saja jika wanita yang ia kira bernama Carol tersebut susah ditemukan. Untungnya Javier mengingat ciri-ciri wajah wanita itu.

Selama empat tahun belakangan ini orang-orang kepercayaannya terus mencari identitas wanita itu yang sulit dicari. Javier pikir wanita itu bukanlah wanita sembarangan.

Jadi Javier tidak kaget saat Tayler menceritakan wanita yang ia cari ternyata benar dari keluarga yang mempunyai pengaruh besar.

"Kau boleh keluar."

"Baik, tuan." Tayler membungkukan badannya sebelum berlalu.

Well, Isabella Aderson, ia tidak menyangka wanita tersebut berada di Amerika. Javier jadi mengingat malam yang indah bersama Isabella.

Malam yang terus terngiang dikepalanya.

Isabella benar-benar menguasai pikirannya empat tahun belakangan ini. Javier menghembuskan rokoknya kembali, ia tersenyum penuh arti.

"I got you."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status