Share

Bab 3

Pagi ini Isabella mendapat sebuah surat dan sebuket bunga Lily di ruang kerjanya. Ia sudah tau pasti siapa yang mengirimnya. Isabella membaca surat tersebut.

Beautiful morning, Dr Aderson. Aku hanya memberitahu bahwa sepertinya aku tidak bisa ada saat hari ulang tahun si kembar, sebab aku di Italy dengan waktu yang cukup lama. Seminggu lagi mereka sudah bertambah umur dan sudah dipastikan bawahanku akan mengirim maninan atau sekalian saja toko mainan aku bawa ke manison mu, dokter? hahaha.

Regards, Xander C.

Isabella tertawa, ada-ada saja pria itu. Xander merupakan satu-satunya pria yang sangatlah dekat dengan kedua anaknya. Bahkan Iriana memanggil Xander dengan sebutan 'Daddy Xander'

Xander pun tidak masalah Iriana menganggap dirinya sebagai daddy-nya.

Untuk Jayden, anak itu entalah dia tidak suka dengan kehadiran Xander. Jayden selalu mengatakan: Aku tidak suka Mr Xander, karena dia selalu tertawa lebar dan mulutnya pun ikut melebar. Itu terlihat mengerikan dan juga tidak sopan menyebar bau mulutnya ke semua orang.

Isabella yang saat itu mendengar ucapan tegas anaknya langsung terbahak.

Xander juga telah menyatakan perasaan sukanya pada Isabella, namun Isabella tidak bisa menerima. Hingga Xander mengerti bahwa Isabella kini hanya ingin hanya fokus pada kedua anaknya.

"Hallo," ucap Isabella setelah mengangkat handphonenya yang berdering.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik. Ada apa Papa menelpon?"

Itu adalah Sam Aderson—papanya.

"Tolong temani Mami mu datang ke acara World Economic Forum."

World Economic Forum merupakan pertemuan tahunan di Davos, Swiss untuk membahas berbagai topik global dalam upayanya untuk meingkatkan pertahanan ekonomi dunia.

Tamunya sudah pasti bukan orang sembarangan, seperti kerajaan, penjabat, billionaire, CEO, dan lain-lain.

"Kau tau aku tidak suka menghadari acara seperti itu."

"Kau tega Mamimu datang seorang diri?"

"Kenapa tidak Papa saja?"

"Aku harus terbang ke Dubai ada urusan mendadak."

Mata Isabella menyipit. "Kenapa kau sering sekali ke Dubai? Kau punya simpanan?"

"Ck, yang benar saja."

"Wanita di sana luar biasa cantik, kau tidak pernah tertarik?"

"Aku hanya mencintai Mami mu."

"Aku tidak yakin, memang ada seorang yang mencintai sebegitu besarnya?"

"Tentu saja ada, lihatlah diriku yang setia selalu di samping Mamimu, walaupun masih banyak wanita menyukaiku."

Isabella berdecak papanya memang masih tampan walau sudah berumur tua.

"Jadi bagaimana? Kau akan menemani Mamimu kan?"

"Aku tidak bisa meninggalkan Jay dan Ana, mereka akan mencariku nanti."

"Kau bisa membawa dua kurcaci itu."

Isabella berdecak kembali, papanya memang suka memanggil anaknya dengan sebutan seperti itu.

"Acara tersebut di Swiss, pasti Ana sangat menyukainya. Sebab dia menyukai negara itu bukan?"

Memang Iriana menyukai negara yang terkenal bagaikan dongeng dunia nyata. Pemandangan di sana memang sungguh indah.

Isabella juga berpikir, Ana pasti menyukainya. Sedangkan Jay, anak itu mengikut saja.

"Baiklah aku akan pergi."

***

"Mommy! Lihat awan itu sangat indah. Apakah aku boleh memegangnya?" tanya Ana riang.

Kini Isabella, Jayden, Iriana, dan Diana—maminya sedang dalam pesawat private milik keluarganya.

Jayden yang melihat Ana berdiri atas bangku sembari melihat jendela. "Ana, pakai seatbelt-mu."

"Ana, duduk yang benar sayang, berbahaya jika seperti itu," perintah Isabella.

"Tapi..."

"Turuti Mommy Ana, kita dalam pesawat ingat itu. Jangan membuat kekacawan," ucap Jayden dengan tegas.

Iriana langsung duduk dengan benar dan menggunakan seatbeltnya. Ia memajukan bibirnya.

"Padahal aku ingin memegang awan cantik di luar sana..."

"Kau pikir kita berada di darat yang bisa langsung keluar dari mobil? Ini pesawat Ana, kita di udara. Jika kau keluar, tubuhmu akan jatuh kebawah," jelas Jayden.

"Tapi awan itu cantik."

Jayden menghela nafasnya. "Terserah, jika mau tubuhmu jatuh dan hancur berkeping-keping."

Iriana melotot, "Berkeping-keping? Kau menakutiku Jay!"

Jayden tidak menjawab, ia sudah fokus pada ipad di pangkuannya, menoton film Action kesukaannya.

Diana yang mengamati kedua cucunya tersenyum, apalagi ia kagum akan perkembangan Jayden. Jayden memang anak genius.

"Awan tidak bisa dipengang Ana, awan itu seperti kabut, jadi tidak bisa dipengang." Isabella memberitahu.

"Jay sangat dewasa di usianya masih empat tahun, kau menyadarinya kan Ana?" tanya Diana setelah Jay dan Iriana dibawa oleh babysitter masing-masing karena sudah waktunya tidur.

"Aku tahu. Jay begitu genius, gurunya pun terkagum kemampuan Jay. Tahun ini ia meminta belajar bahasa Russia dan baru beberapa bulan ia sudah bisa menguasainya."

"Kau pernah berpikir tidak, Jay genius berasal dari daddy-nya itu?"

Isabella terdiam. daddy-nya? Ia juga sempat berpikir seperti itu. Jujur saja, Isabella memang pintar namun kepintaran Jay berbeda, otaknya lebih cepat mengerti akan sesuatu.

"Kau tidak mau mempertemukan anakmu dengan daddy-nya, Bella?" tanya Diana.

Isabella bingung harus menjawab apa.

"Mereka juga butuh sosok daddy disampingnya." Diana memberitahu.

Tiba-tiba suara anak kecil menginstrupsi mereka.

"Mommy!" panggil Jayden yang berjalan menghampiri Isabella sambil mengucek matanya.

Isabella langsung mengangkat Jayden dan menaruhnya dipangkuan. "Ada apa sayang?"

Jayden mengerjap, "Aku bermimpi..."

"Mimpi apa?"

"Aku sedang berada di sekolah dan ada seorang pria berpakaian jas menghampiriku dan mengatakan: 'Daddy merindukanmu'..." jelas Jayden.

Isabella terdiam, Diana pun tidak tau harus berkata apa.

"Apakah Daddy belum bisa pulang karena pekerjaanya itu? Ini sudah lama sekali Mommy, mengapa daddy belum pulang juga? Apa Daddy tidak sayang kita lagi? Tolong jawab Mommy...aku ingin sekali bertemu Daddy..."

Isabella masih terdiam kaku.

"Kenapa Mommy diam? atau memang selama ini aku dan Ana tidak mempunyai Daddy?" tanya Jayden kembali.

Diana langsung bersuara. "Jay, Daddy akan pulang jika pekerjaannya sudah selesai."

"Kalau begitu aku ingin berbicara pada Daddy melalui handphone Mommy," balas Jayden.

Isabella tidak menduga akan hal ini terjadi. Dulu Jayden dan Iriana tidak terlalu mencarikan di mana daddy mereka, sebab kehadiran adanya Xander.

Namun, semakin bertambah usia, Jayden semakin pintar bertanya. Ia juga tau bahwa Xander itu bukan daddy-nya, lain hal dengan Iriana yang langsung menganggap Xander daddy-nya.

"Mommy aku ingin bertemu Daddy..."

"Maafkan Mommy sayang, tidak sekarang ya. Daddy pasti sedang sibuk, tidak bisa diganggu," balas Isabella.

"Tapi aku ingin sekarang juga," tegas Jayden.

Isabella bingung, ia melirik Diana seakan meminta bantuan.

"Jay sayang, kemarilah kita akan menonton bareng film tempur kesukaanmu saja, ayo..." Diana ingin mengakat Jay, namun Jay memberontak tidak mau.

"Aku ingin berbicara pada Daddy!"

Isabella menghembuskan nafasnya, "Daddy tidak bisa dihubungi sekarang, tetapi sebagai gantinya daddy akan pulang dan merayakan ulang tahun Jau dan Ana bersama. Bagaimana?" tawar Isabella.

Wajah Jayden langsung berseri, ia memekik senang. "YEY! Mommy berjanji?" Jayden mengulurkan kelingking kecilnya.

Isabella membalas. Ia bernafas lega akhirnya Jayden berhenti bertanya mengenai daddy-nya.

Sekarang ia gelisah dan bingung, ulang tahun anaknya pekan depan, sedikit lagi. Tidak mungkin ia mengikari janjinga dengan Jayden. Sudahlah Isabella akan memikirkannya nanti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status