Home / Romansa / Obsesi Dosen Tampan / S2-82. Siap Pergi.

Share

S2-82. Siap Pergi.

Author: Amaleo
last update Last Updated: 2025-12-09 07:15:38

“Seberapa serius hubunganmu dengan anakku?”

Noah terdiam, tidak menjawab seketika. Ia hanya meletakkan sendok kayu perlahan, seolah memberi waktu pada kata-kata itu untuk tenggelam sepenuhnya.

Lalu, ia mengangkat wajah. Tatapannya tenang, dingin. Namun tajam, seperti seseorang yang sudah menentukan arah hidupnya.

“Serius,” ucap Noah lirih. “Sampai di titik … saya tidak akan pergi dari Zelda. Apa pun yang menunggu saya.”

Zara tidak berkedip.

Noah melanjutkan, suara tetap stabil—nyaris tidak berperasaan, tapi justru di situlah kesungguhannya terasa.

“Kalau saya harus menghadapi keluarga saya sendiri, perjanjian bisnis … atau semua ancaman yang datang dari nama Vayne—saya tetap memilih Zelda.” Ia mencondongkan tubuh sedikit.

“Dia bukan hubungan bagi saya, Zara. Zelda … adalah rumahku.”

Reaksi Zara datang seperti kilatan—kaget, teriris, dan … takut. Takut karena ia pernah kehilangan ‘rumah’-nya dulu.

“Rumah?” gumam Zara dengan senyum kecil yang sama sekali tidak lembut.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Obsesi Dosen Tampan   S2-105. Resiko dari Pilihan.

    Gudang Halden terasa dingin di malam itu. Lampu neon di langit-langit berkedip pelan, menciptakan bayangan panjang di lantai beton yang basah oleh tetesan air hujan dari atap bocor. Bau besi dan debu menggantung di udara.Di tengah ruangan, tiga sosok diikat di kursi besi.Sosok pria bernama Nick—tubuhnya babak belur, wajah bengkak, darah mengering di sudut bibir. Kepalanya tertunduk lemas, napasnya pendek dan tersengal. Ia sudah tak berdaya—tubuhnya penuh memar karena mencoba melawan saat ditangkap.Chloe duduk di sebelahnya, senyum tipis menggantung di bibirnya—senyum psikopat yang sudah terlalu sering Zelda lihat di mimpi buruknya. Mata Chloe berkilat gila, tapi tubuhnya tetap tenang, seperti ratu yang tahu tahtanya sudah runtuh tapi masih pura-pura kuat.Noelle di kursi paling ujung. Wajahnya pucat pasi, mata merah karena nangis. Tubuhnya gemetar, tapi matanya masih menyimpan sisa-sisa harga diri Grimm yang sudah retak.Noah berdiri di depan mereka, jas hitamnya rapi, tangan di sa

  • Obsesi Dosen Tampan   S2-104. Cahaya di Ujung Terowongan.

    “Aku tidak akan melepaskan mereka," ucap Noah dingin.Zelda tidak menjawab. Ia hanya mengusap punggung tangan Noah dengan ibu jarinya—pelan, berulang, seolah menenangkan. Gestur kecil itu jauh lebih kuat dari kata-kata apapun.“Terima kasih …” bisiknya akhirnya. “Karena selalu mengkhawatirkanku, Noah.”Ia membuka mata dan menatapnya—lelah, tapi penuh rasa. “Terima kasih juga … karena kau selalu mengusahakan agar aku aman.”Noah terdiam.Matanya turun ke wajah Zelda—ke selang di tubuhnya, ke bekas luka yang tersembunyi di balik perban, ke napasnya yang masih belum sepenuhnya stabil.Lalu, tanpa berkata apa-apa … ia mencondongkan tubuhnya. Bibir Noah menyentuh bibir Zelda.Dalam.Lama.Penuh rasa takut yang akhirnya dilepaskan. Zelda tidak membalas dengan tenaga—tubuhnya belum sanggup. Tapi, ia membalas dengan kehadiran. Dengan tetap di sana. Dengan tetap hidup.Noah menarik sedikit, dahinya menempel di dahi Zelda.“Jangan berterima kasih,” bisiknya serak.Ia mencium bibir Zelda lagi—l

  • Obsesi Dosen Tampan   S2-103. Tangis Kebahagiaan.

    Kesadaran itu datang perlahan. Bukan seperti bangun dari tidur—melainkan seperti ditarik paksa dari dasar laut. Gelap lebih dulu. Lalu cahaya putih menembus kelopak matanya—menyilaukan, menusuk. Suara-suara berdengung samar, bercampur dengan bunyi ‘bip’ yang ritmis dan asing. Zelda mencoba bernapas. Dadanya terasa … berat. Sakit. Nyeri tajam menjalar dari bahu ke dada, lalu merayap turun ke perut—menusuk, menghantam, membuat napasnya tercekat di tenggorokan. Tubuhnya refleks bergerak. Dan rasa sakit itu meledak. “Akh —!” Jeritan kecil itu keluar pecah, nyaris tak bersuara. Tenggorokannya kering, suaranya patah, seolah tubuhnya belum sepenuhnya kembali menjadi miliknya. Jari-jarinya gemetar. Dan saat itulah … ia merasakan sesuatu. Hangat. Sebuah genggaman. Tangan seseorang yang mencengkram tangannya erat—terlalu erat untuk dilepaskan. Zelda mengerjapkan mata. Pandangan buram itu perlahan membentuk satu wajah. “Zelda …?” Suara itu bergetar hebat. Matanya be

  • Obsesi Dosen Tampan   S2-102. Zelda Siuman.

    “Wanita itu ….”“Seorang mahasiswi …” lanjut Christopher, suaranya kini dingin dan pasti.“... yang bernama Zelda Lynn, bukan?”Noah terdiam.Tangannya mengepal semakin erat hingga buku jarinya memutih. Otot rahangnya mengeras, napasnya tertahan di dada. Untuk sepersekian detik, nama itu menggema terlalu keras di kepalanya.Zelda.Di seberang sana, Christopher tertawa pelan.Bukan tawa keras.Bukan tawa puas.Hanya tawa datar—kosong.“Tenang saja,” ucapnya santai. “Urusan wanitamu itu bukan urusanku.”Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan ringan, seolah membicarakan cuaca.“Itu urusan Chloe.”Noah tidak langsung menjawab. Napasnya mulai liar, tak beraturan. Ada amarah yang berusaha ia tekan habis-habisan.“Jadi,” lanjut Christopher tenang, “sekarang apa yang kau inginkan lagi, Noah?”Suara Noah keluar lebih rendah dari yang ia duga. Tertahan. Tajam. “Apa Anda tahu, di mana Chloe berada?”Hening singkat.Lalu—“Anakku?” Christopher terkekeh kecil. “Oh.”Nada suaranya terlalu enteng. “

  • Obsesi Dosen Tampan   S2-101. Perang yang Tak Terhindarkan.

    Hampir tengah malam ketika Noah Grimm kembali berdiri di lorong rumah sakit. Ia sendiri tidak tahu kenapa langkahnya membawanya ke sana.Dari rumah utama keluarga Grimm yang kini terasa seperti reruntuhan—dipenuhi lampu polisi, suara borgol, dan kamera media—Noah mengemudi tanpa tujuan. Jalanan kota berlalu begitu saja di bawah lampu malam, sampai akhirnya mobilnya berhenti di tempat yang bahkan tidak perlu ia pikirkan lagi.Rumah sakit.Tempat di mana separuh jiwanya tertinggal.Noah melangkah masuk dengan jas masih melekat rapi, tapi tubuhnya jelas kelelahan. Punggungnya tegak, namun langkahnya berat. Matanya mencari satu hal saja.Dan ia menemukan Zara Lynn. Wanita itu masih berdiri di lorong dekat ICU. Ia bersandar di dinding, ponsel di tangannya menyala. Judul-judul berita memenuhi layar—huruf besar, tajam, kejam.“MICHAEL GRIMM DITANGKAP ATAS DUGAAN PENGGELAPAN DANA.”“SKANDAL YAYASAN UNIVERSITAS GRIMM MENGGUNCANG PUBLIK.”Zara tidak langsung menyadari kehadiran Noah.Sampai—L

  • Obsesi Dosen Tampan   S2-100. Christopher Vayne.

    “T-Tuan Michael …” suara itu bergetar hebat. “Beliau digeruduk … dan ditangkap polisi.”Dunia seolah berhenti.“Apa?” desis Noah, napasnya tercekat.“Tuan Michael ditangkap atas tuduhan penggelapan dana,” lanjut sang asisten tergesa. “Polisi datang dengan surat perintah. Media sudah mulai berdatangan.”Ponsel di tangan Noah bergetar.Matanya mengeras.Dingin.“Lokasi,” ucapnya pendek.“Rumah utama keluarga Grimm, Tuan.”Panggilan terputus.Noah menurunkan ponselnya perlahan. Rahangnya mengeras, otot wajahnya menegang—bukan panik, bukan takut.Marah.Sangat marah.“Christopher Vayne …” gumamnya dingin.Lampu ruang kerja masih menyala terang saat Noah melangkah cepat menuju pintu—meninggalkan ruangan itu dengan satu kepastian di benaknya.Jalanan malam itu sepi, tapi mesin Mercedes Noah meraung seperti binatang buas yang dilepas. Kecepatan jarum melampaui batas aman, lampu-lampu jalan berlalu seperti coretan kabur di kaca depan.Noah menggenggam setir mobil erat, buku jarinya memutih. N

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status