Share

Menjadi Koki

Author: Cyma
last update Last Updated: 2023-05-23 09:45:48

"Kau punya pengalaman sebagai sekretaris?"

Helen menghela napas. Ternyata posisi yang ditawarkan oleh Gavin adalah sebagai sekretaris. Itu berarti kalau dia menerima tawaran pekerjaan itu, maka dia harus keluar rumah dan bekerja di kantor Gavin. Apakah itu aman baginya?

Helen masih sangat ragu. Tindakan Rey yang menguburnya hidup-hidup sudah cukup membuatnya sangat trauma. Dia tidak akan membiarkan dirinya bertemu lagi dengan Rey atau juga dengan salah satu penjaganya. Helen mungkin tidak akan keluar rumah sampai ada yang menjamin bahwa dia tidak akan bertemu dengan Rey selamanya.

"Aku tidak yakin kalau harus bekerja di kantor. Aku tidak punya pengalaman kerja apa pun. Aku takut seseorang yang berhubungan dengan Rey mengenaliku dan melaporkanku padanya." Helen mengusap wajah. Dia menghabiskan jus jeruk itu bahkan juga lanjut menghabiskan pizza di sana, padahal tadi dia sudah cukup kenyang.

Dia melihat Rey yang tampak juga ikut bingung dengan permasalahannya sekarang. Helen benar-benar merasa bahwa tak ada jalan keluar baginya. Tidak ada pekerjaan paling aman untuk saat ini selain pekerjaan remote. Itu pun pasti butuh waktu lama untuk mendapatkannya karena Helen sama sekali tidak punya pengalaman kerja. Rey tidak pernah membiarkannya keluar rumah setelah tamat kuliah.

"Jadi kau sama sekali tidak bisa mengambil pekerjaan yang satu ini? Kebetulan sekretarisku akan berhenti kerja dan aku harus mendapatkan sekretaris baru."

Helen menggeleng. Dia tidak peduli seberapa mahal bayaran yang ditawarkan Gavin padanya untuk menjadi sekretaris. Dia tidak akan mau mengorbankan dirinya lagi di sini. 

"Aku minta maaf, Gavin. Aku terlalu takut untuk pergi ke luar. Aku lebih baik melakukan pekerjaan online saja, seandainya aku punya barang elektronik."

Helen melihat Gavin mengangguk. Dia malah tertunduk dan menyadari kalau Gavin sudah paham maksudnya. Sekali lagi dia merasa sangat merepotkan Gavin di sini.

"Ok, kalau begitu gunakan saja komputer milikku. Lagi pula aku juga sudah sangat jarang menggunakannya karena terlalu sibuk. Dulu aku menggunakannya untuk main game saja."

Helen akhirnya bisa tersenyum mendengar hal itu dari Gavin. Sesuatu yang memang sudah dia tunggu-tunggu sejak tadi. Gavin bisa peka dengan apa yang dia butuhkan.

"Sungguh, aku tidak tahu harus mengatakan apalagi. Aku merasa berhutang nyawa padamu."

Gavin hanya tersenyum. Dari sanalah Helen menghabiskan waktunya untuk mencari lowongan pekerjaan online. Gavin bekerja di pagi hingga sore hari. Di hari-hari tertentu dia lembur atau juga pulang ke rumah orangtuanya sehingga Helen harus sendirian di dalam mini house itu.

Awalnya Helen mengira bahwa ini akan mudah, namun yang dia dapati justru membuatnya kecewa. Dia tidak sadar kalau dia tidak membawa apa pun selama berada di rumah Gavin. Banyak dari perusahaan itu yang memintanya untuk mengirim CV atau juga ijazah yang saat ini berada di rumah ayahnya. Alhasil, hingga beberapa minggu berlalu dia gagal mengirimkan lamaran kerja. Helen juga sempat terpikir untuk menjadi pekerja lepas, namun terlalu banyak persaingan di luar sana.

Dia mematikan komputer itu. Merasa matanya mulai sakit dan berair karena seharian menatap layar komputer. Dia belum mendapatkan apa pun hingga saat ini. 

Suara pintu terbuka membuat Helen menoleh. Ternyata Gavin pulang malam ini.

"Hai, bagaimana hari ini?" tanya Gavin sambil melepas jas kerjanya. Helen kembali menatap pemandangan luar dari jendela. 

"Buruk. Ternyata sulit mendapatkan pekerjaan dengan cara semacam ini." Helen menghela napas dan bertopang dagu. Rasanya dia ingin menyerah dan memilih untuk melakukan apa saja agar tidak lagi menjadi beban Gavin. Mungkin dalam keadaan sekarang dia sudah bisa menerima penawaran kerja apa pun dari Gavin. 

"Kau sudah mencoba di situs-situs freelance?" tanya Gavin sambil melepas sepatu. 

Helen mengangguk. "Mereka tidak tertarik mempekerjakan seseorang yang belum punya pengalaman, terlebih lagi, aku juga tidak punya banyak portofolio."

Helen menatap Gavin. Rambut lelaki itu tampak berantakan setelah seharian bekerja. Rasa bersalah itu kembali menyeruak dalam dada Helen.

Selama berminggu-minggu ini, dia mendapatkan kehidupan yang nyaman di rumah kecil Gavin tanpa melakukan sesuatu yang berarti untuk membalas semuanya. Melihat Gavin yang kelelahan membuatnya merasa menjadi makhluk paling tidak berguna.

"Kalau begitu, kau tidak perlu cari kerja lagi."

Ucapan Gavin itu tentu saja membuat Helen terheran-heran. Dia tahu bagaimana kekayaan Gavin, namun dia juga berpikir bahwa tidak mungkin Gavin terus menampung orang tidak jelas seperti dirinya ini tanpa memberikan timbal balik.

"Lantas aku harus apa? Aku tidak mau jadi anak kecil yang tidak bisa melakukan apa pun untukmu. Kau sudah terlalu baik padaku selama ini."

"Bagaimana kalau kau bekerja sebagai koki pribadiku? Kau tidak perlu keluar rumah karena tugasmu hanya memasak di rumah ini. Kalau nanti orangtuaku melihatmu, mereka juga tidak akan terlalu heran."

Helen mengerutkan kening. Memang selama ini dia juga sering memasak dan menghidangkan makanan untuk Gavin. Terkadang juga Gavin yang memasak atau membeli makanan di luar. Apakah ini berarti Gavin menyukai masakannya atau hanya ingin menjadikan aktivitas itu sebagai pekerjaan Helen? 

"Tapi aku tidak bisa tinggal di sini terus, Gavin."

"Setelah ini aku membayarmu dengan uang, bukan hanya membiarkanmu tinggal di sini. Kau bisa gunakan uang itu untuk apa saja."

Helen berpikir sejenak. Mungkin hanya ini satu-satunya cara. Dia tidak perlu keluar rumah dan bisa punya penghasilan nanti sebagai modal untuk digunakan lagi bila sudah sanggup tinggal terpisah dari Gavin. Dia mungkin bisa keluar kota atau keluar negeri dan mencari pekerjaan baru di sana.

"Itu berarti aku yang harus menghandle semua masakan di sini? Kau tidak mungkin memasak lagi atau membeli makanan luar, bukan?"

Gavin mengangguk. "Yah, itu akan lebih mudah. Aku juga sudah bosan menyantap menu restoran."

Akhirnya Helen menyetujui hal itu. Dia bahkan mengerjakan hal yang lebih dari sekadar memasak. Dia juga membersihkan rumah dan mengurus semua keperluan Gavin.

"Tinggal berdua dan dilayani seperti ini ternyata tidak terlalu buruk."

Helen tersenyum mendengar perkataan Gavin ketika mereka sedang makan malam. 

"Kukira semua lelaki suka dilayani. Kenapa kau sempat berpikir kalau ini menjadi sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?" tanya Helen. 

"Entahlah, mungkin aku tipe pria introvert yang lebih suka sendiri dan mengurus semuanya sendiri. Tadinya aku berpikir kehadiran orang akan membuatku tertekan. Mungkin karena aku juga sudah terbiasa denganmu."

Helen tersenyum. Sedikit terkejut mendengar itu. Dia juga tidak pernah memikirkannya. Memikirkan tentang rasa nyaman yang dia rasakan di rumah itu. 

Gavin berdeham setelah menghabiskan makanannya. Seperti biasa dia merapikan piring-piring kotor itu. 

"Orangtuaku akan datang besok. Mereka ingin bertemu denganmu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Gelap sang Pewaris   Baik-Baik Saja

    "Kau sudah baik-baik saja?" tanya Albert setelah kembali melihat Helen hari ini. Dari wajah Albert saja sudah bisa ditebak bahwa dia memikirkan banyak hal, terutama ketika mengingat bahwa Helen baru saja mengalami keguguran. Alisnya sedikit berkerut. Wajahnya yang biasanya tegar dan kuat sekarang terlihat was-was.Perasaan campur aduk terlihat jelas di dalam mata Albert. Dia mungkin merasa bersalah karena insiden tersebut, dan perasaannya terhadap Helen, yang juga merupakan teman dekatnya, terasa sangat salah. Helen tersenyum manis dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, merasa lebih lega sekarang. Dia seperti merasakan sesuatu yang jauh lebih bebas daripada hari sebelumnya. Dia tidak tahu perasaan semacam apa ini. Dia hanya merasa jauh lebih bahagia. Mungkin karena memang faktor hormon yang selalu berubah-ubah. "Yah, kau tidak perlu terlalu khawatir. Aku sudah baik-baik saja." Albert menghela napas lega. Dia menatap mata Helen yang sama sekali tidak balas menatapnya. "Aku me

  • Obsesi Gelap sang Pewaris   Satu-satunya

    "Kenapa kau terlihat sangat marah? Kau marah karena kehilangan bayinya atau kau marah padaku?" Gavin menatap wajah Helen yang sejak tadi seakan tidak mau menatapnya balik.Kamar rumah sakit itu hening, suasana tegang menggantung seperti awan. Cahaya pucat dari lampu langit-langit menyinari ruangan, memantulkan kebisuan. Suara detak jam dinding terdengar seperti dentingan waktu, semakin menegaskan keheningan yang melingkupi mereka berdua. Di tengah ruangan, Helen dan Gavin saling diam setelah apa yang baru saja terjadi. Meskipun suara mereka rendah dan terkontrol, kemarahan itu terasa begitu kentara, seperti medan magnetik yang bertabrakan, menciptakan gelombang kemarahan yang tak terucapkan. Helen juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ada suatu gejolak besar dari dalam hatinya yang sama sekali tidak bisa dia jelaskan di saat seperti ini. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan kepada Gavin. Helen beranjak dari kasur itu dan menatap mata Gavin. Kesunyian itu seakan membun

  • Obsesi Gelap sang Pewaris   Tidak Tahu

    "Mohon maaf, dia keguguran." Gavin langsung terpaku di tempat ketika mendengar apa yang dikatakan oleh dokter itu. Butuh waktu beberapa lama baginya untuk mencerna makna dari kalimat singkat itu. Ada sesuatu yang ingin dia katakan, sesuatu yang menyampaikan segala kebingungannya, namun kalimat itu seakan berhenti di ujung lidah, tidak bisa keluar begitu saja. Di belakang Gavin, Albert juga berdiri kaku. Ada banyak hal yang menjejali kepala dua lelaki itu. Gavin merasa sangat terkejut setelah mengetahui bahwa ternyata selama ini Helen sedang hamil. Sedangkan Albert juga ingin menanyakan banyak hal kepada Gavin tentang kehamilan Helen. Koridor rumah sakit itu terasa lebih sepi daripada biasanya, padahal masih ada banyak dokter dan para perawat yang lalu lalang. Gavin merasakan seolah tak ada nyawa lagi di rumah sakit ini. Terasa hampa dan sangat hambar. Semua menguap karena rasa terkejut dari dalam hati kecilnya. "Maksud, Dokter? Maaf, saya tidak mengerti sama sekali," ucap Gavin ag

  • Obsesi Gelap sang Pewaris   Ke Rumah Sakit

    "Apa yang terjadi pada Helen?" suara panik Gavin memecah keheningan lokasi syuting. Dia dengan cepat melangkah ke arah tubuh Helen yang tergeletak di tanah. Orang-orang di sekitarnya hanya bisa menatap tanpa melakukan apa pun, bahkan malah banyak orang yang merekamnya.Tanpa ragu, Gavin dengan cepat mengangkat tubuh Helen yang tidak sadarkan diri, mengangkatnya dengan hati-hati. Albert tentu saja juga khawatir, dia mengikuti Gavin yang membawa Helen ke mobil yang terparkir tidak jauh dari lokasi syuting. Gavin segera berlari ke sisi pengemudi dan menyalakan mesin mobil. Dengan cepat dan hati-hati, dia memacu mobil menuju rumah sakit terdekat. Gavin tidak tahu kalau Albert mengikutinya dari belakang.Sambil berkendara, Gavin terus mencoba membangunkan Helen. "Helen, bangunlah," bisiknya dengan suara lembut, namun tidak membuahkan hasil sama sekali. Di belakang mereka, Albert menjaga jarak, menngikuti setiap pergerakan mobil Gavin. Hatinya berdebar, terus berharap agar Helen baik-baik s

  • Obsesi Gelap sang Pewaris   Apa yang Terjadi?

    "Aku akan membicarakannya dengan Albert," ucap Helen sebelum berangkat ke lokasi syuting. Dia tersenyum ke arah Gavin, membiarkan lelaki itu yang mengantarnya hari ini. Albert sebenarnya sudah mengirim pesan pada Helen agar mereka berangkat bersama pagi ini seperti biasa. Namun karena kejadian tadi malam, Helen tentu saja menolak tawaran dari Albert.Helen keluar dari mobil setelah mereka sampai. Dia melambaikan tangan ke arah Gavin sebelum kemudian lelaki itu pergi ke tempat kerjanya sendiri.Dia langsung menemui Albert di lokasi syuting itu. Melihat Albert duduk sendirian di salah satu kursi, tepat di samping para pemain lainnya. Dengan gugup Helen menghampiri lelaki itu. Berbisik sejenak pada Albert agar bisa sedikit menjauh dari para aktor lainnya dan mereka bisa berbicara berdua. Albert yang walaupun merasa heran, tetap mengusahakan untuk menuruti apa yang dikatakan Helen. Mereka duduk berdua, jauh dari orang-orang.Helen mengambil napas dalam-dalam, menatap ke arah Albert, mera

  • Obsesi Gelap sang Pewaris   Aku Mencintaimu

    Helen hanya bisa menahan nafas ketika Gavin menggagahinya. Gavin tidak mungkin mabuk. Helen cukup tau bahwa seorang pria tidak akan bisa ereksi ketika sedang mabuk. Jangankan ereksi, untuk bangun dari tempat tidur saja rasanya sulit. Helen sudah tidak mengenakan pakaian apa pun. Gavin melemparnya ke tempat tidur begitu saja. Entah harus disebut apa, namun Helen sama sekali tidak merasa kalau Gavin memperkosanya, meskipun memang caranya cukup kasar, namun Helen cukup menikmatinya. Bahkan dia juga mendesah. "Gavin, aku lelah. Tolong, cepatlah keluar." Helen mengeluh karena merasa kalau sebentar lagi dia akan pingsan jika seandainya Gavin tetap melanjutkan permainan ini. Dia merasakan gairah dan juga kemarahanGavin dalam permainan ini. Helen tahu kalau Gavin sudah marah padanya, dia belum menyadari penyebab dari kemarahan lelaki itu. Helen tetap saja bergerak cepat di atasnya. Sedikit perih namun juga geli di bagian kemaluannya. Setelah beberapa menit akhirnya Gavin mengerang, tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status