Share

Saya Udah Kunci Kok Pintunya

Diperjalanan, Grace selalu memegang perutnya. Dia menahan lapar, karena hanya meminum segelas besar jus alpukat saja tak membuat perutnya kenyang lebih lama.

'Duh, jangan sampai dia tahu aku kelaparan sekarang. Perut, jangan bunyi, ya. Kalo sempat bunyi, gak aku kasih jatah makan sampai besok-besok pagi. Ingat itu,' batin Grace seraya mengedipkan kepalanya beberapa kali dan mengusap perutnya dari luar seragam yang dia kenakan.

Kruk ....

Grace memejamkan matanya, malu sangat. Ternyata perutnya tak bisa berkompromi dengan dirinya. Astaga, Marvel yang mendengar suara aneh dari arah Grace pun menoleh.

Marvel melihat Grace tengah memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil seraya memegang perutnya. Sesaat ia tersenyum kecil melihat kelakuan Grace.

Tadi dia menanyakan keadaan dirinya apakah dia lapar atau tidak. Tetapi, Grace mengatakan tidak dan sekarang malah perutnya yang berbicara. Mengatakan bahwa perut mungil Grace benar-benar lapar.

Marvel mengembuskan napasnya dengan kasar.

"Katanya tadi gak lapar. Terus yang bunyi itu apa?" tanya Marvel sesekali melirik ke arah Grace yang tengah menahan malunya.

Marvel menepikan mobilnya tepat di senuah restoran mewah bergaya klasik yang terletak di pinggir jalan.

"Ayo, turun. Kamu isi perut kamu sekarang," titah Marvel sebelum akhirnya ia keluar dari mobil.

Grace hanya bisa diam, membuka pintu mobil dan Marvel tengah menunggunya tepat di depan mobilnya. Setelah Grace menutup pintu mobil milik Marvel, pemiliknya mengunci mobil tersebut dengan remote control lalu ia berjalan lebih dahulu mencari tempat yang nyaman untuk mereka berdua.

Grace mengikuti langkah Marvel dari belakang sambil menenteng tas ranselnya. Matanya mengarahkan pandangan saat Grace memasuki restoran tersebut.

Matanya berbinar, restoran ini benar-benar cantik sekali. Lalu ia berlari kecil saat Marvel sudah jauh darinya.

Marvel memilih tempat di sudut restoran dengan di samping kanannya adalah jendela. Marvel duduk di kursi berbahan kayu yang diberi cat coklat mengkilat tersebut, sementara Grace memilih duduk di sebrang Marvel.

Marvel mengangkat tangannya saat ia mencari waiters.

"Nona," panggil Marvel.

Perempuan berpakaian seragam berwarna biru dengan celemek merah tersebut menghampiri meja mereka dengan membawa note kecil dan pena di tangannya.

"Mau pesan apa Mas, Mbak?" tanyanya menatap Marvel dan Grace lalu ia memberikan map berisi list menu makanan yang tersedia di restoran mereka.

"Saya pesan gurame asam manis, chicken cordon bleu, sayur asem, sosis asam manis. Minumannya saya ambil Chatime. Kalau kamu apa, Grace?"

Marvel menatap Grace yang tengah diam menatap buku menu. Sebenarnya Grace juga bingung dia akan memilih menu apa, karena harganya juga di atas 200 ribu rupiah.

Mendengar pertanyaan dari Marvel, Grace tergagap. Ia harus memilih apa? Duh, Grace hanya bisa membolak-balikkan buku menu dan melihat menu minuman yang akan ia pesan.

"Mm ... saya pesan minumannya ...."

Grace melihat menu minuman tersebut lalu dia menunjuk ke salah satu minuman yang tertera di sana.

"Frappuccino," jawab Grace.

Setelah waiters tersebut menulis pesanan Grace yang terakhir, ia mengambil buku menu tersebut dengan sopan.

"Oh, iya. Saya pesan tolong sediakan sumpit juga," ujar Marvel sebelum waiters itu pergi.

Setelah ia pergi, Marvel menatap ke arah Grace yang tengah terdiam sambil menatap keluar jendela.

Marvel melipat tangannya di depan dada, lalu menyandarkan punggungnya di kursi.

"Kamu kenapa, Grace?" tanya Marvel mengagetkan Grace.

Grace menggelengkan kepalanya menatap Marvel sekilas lalu ia kembali menatap keluar jendela.

Marvel yang penasaran dengan apa yang Grace tatap, ia mengikuti arah pandang Grace keluar jendela lalu ia melihat ada sebuah kolam ikan di sana. Marvel mengembuskan napasnya lalu kembali menatap Grace.

"Ikannya gede-gede," ujar Grace tersenyum kecil. Marvel menggelengkan kepalanya gemas melihat tingkah Grace yang terlalu lucu menurutnya.

'Padahal gue ada di depannya, malah yang ditatap kolam ikan,' gumam Marvel dalam hati.

10 menit kemudian, pesanan mereka datang. 5 orang pelayan di restoran tersebut berjalan menuju meja mereka nomor 3. Para pelayan itu meletakkan makanan yang Marvel pesan di atas meja tak lupa dengan sepiring nasi dan minuman mereka.

"Terima kasih." Grace berucap memamerkan senyumannya kepada mereka. Waiters tersebut menganggukkan kepala dan membalas senyuman Grace sebelum akhirnya mereka izin pamit.

"Ayo, dimakan. Kamu pasti lapar, 'kan?"

Marvel mempersilahkan Grace untuk segera makan. Marvel sebenarnya juga belum makan siang, dia ingin menghabiskan waktunya bersama Grace. Maka, sesuai dengan rencana Marvel akhirnya mereka makan bersama.

Grace mencuci tangannya yang sudah disediakan 2 mangkuk kecil berisi air di sana. Lalu ia mulai mengambil satu per satu menu makanan yang ia lahap dengan sendok yang sudah tersedia di sana. Setelahnya, Grace menyuapi dirinya dengan menggunakan tangan.

Marvel yang melihat Grace makan dengan tangan pun melongo. Ia tak pernah melihat seorang gadis atau wanita yang makan dengan tangan bersamanya, di depannya.

Tetapi, di sisi lain Marvel juga menyukai Grace dengan apa adanya. Grace tipikal gadis yang tak jual mahal, tetapi juga dingin, tak banyak bicara.

Marvel tersenyum melihat Grace yang makan dengan lahap. Ia membuka plastik bening yang di dalamnya terdapat sumpit berbahan logam di sana lalu ia meletakkan di samping piringnya. Marvel mulai menyendokkan makanannya ke dalam piringnya lalu dia menyuapi dirinya menggunakan sumpit.

Sesaat, Grace terdiam. Sepertinya ia salah gerakan.

"Kenapa Grace?" tanya Marvel mengunyah makanannya.

"Ah, maaf Om. Saya makan dengan tangan. Saya gak sadar, gara-gara udah terlanjur lapar."

Marvel tersenyum. Dia menganggukkan kepalanya mengerti akan hal itu.

"Saya lebih senang jika kamu gak jual mahal di depan saya. Saya suka kamu apa adanya," timpal Marvel.

Deg!

Jantung Grace berpacu saat Marvel mengatakan bahwa ia menyukai dirinya apa adanya. Ah, Grace berdetak tak karuan sekarang. Kakinya bergemetar, matanya bergerak dengan liar lalu ia meneguk Frappucinnonya agar jantungnya kembali berdetak dengan netral.

****

Setelah selesai makan di restoran mewah, mereka berdua kembali bergerak menuju perkantoran Marvel. Grace hanya diam tak membantah ajakan dari Marvel. Tadi saja, Marvel sudah mentraktirnya makan siang bersama di restoran mewah dan elit.

Sejenak Marvel merasa bahwa mereka tak lagi merasakan canggung yang terlalu. Tetapi, tetap pada keheningan di dalam mobil. Sesekali, Marvel melirik ke arah Grace yang menatap ke depan, menatap ramainya pengendara yang berlalu lalang.

Sampainya mereka di perkantoran milik Marvel. Mereka turun, Grace terpanah akan mewahnya gedung yang menjulang tinggi. Ia menghitung di setiap jendela kaca di sana, semuanya berjumlah tiga puluh tujuh lantai.

Wah, pasti karyawan di sini semua adalah orang-orang yang berbakat dan pastinya mempunyai otak yang sangat cerdas.

"Yuk, masuk."

Marvel menoleh ke belakang melihat Grace yang tengah menatap kantornya. Grace terpanah akan nama kantor itu. Tremont Corp.

Marvel melangkah mendekati Grace, ia menggenggam tangan Grace membuat Grace menatapnya.

"Di sini panas, mau kulitmu menghitam?"

Marvel menarik Grace memasuki area perkantoran miliknya. Astaga, Grace lupa. Kenapa dia tak meminta Marvel untuk berhenti di mall. Dia masih menggunakan seragam abu-abu sekarang. Apa kata mereka di dalam sana?

Grace seketika ketakutan, ia takut jika akan dikatai yang tidak-tidak olrh karyawan Marvel.

Grace sangat kesusahan mengikuti langkah Marvel yang panjang. Tak sebanding dengan kakinya yang pendek dari Marvel.

Marvel dan Grace masuk ke lobi kantor Marvel. Dan benar apa yang dipikirkan Grace. Karyawan dan staff di sana menatap mereka berdua dengan terheran-heran. Bagaimana tidak? Marvel membawa gadis yang masih bersekolah SMA. Seragam putih abu-abu di bawah lutut yang dikenakan Grace, tas ransel, sepatu dan wajah Grace yang benar-benar cantik natural mengalihkan atensi para karyawan dan staff pria yang tadinya tengah menatap modul yang ada di tangan mereka, teralihkan oleh Grace.

"Astaga, Pak Marvel bawa siapa?"

"Wah, itu masih gadis, Bro."

"Pak Marvel pedofil banget."

"Ya ampun, Pak Marvel udah diembat dia."

"Wah, gue gak habis pikir dengan Pak Marvel sekarang."

Karyawan dan staff sibuk membicarakan Marvel dan Grace setelah mereka masuk ke dalam lift dan pintu lift itu tertutup.

"Mungkin itu keponakan Pak Marvel kali."

***

Grace mandongak menatap wajah Marvel yang lebih tinggi darinya. Marvel pun membalas tatapan Grace lalu Grace membuang wajahnya ke samping kanan tanpa melepaskan genggaman Marvel yang sedari tadi menggenggam tangan Grace yang mungil.

"Om, kalo mereka pikir yang macem-macem, gimana?" tanya Grace gusar.

"Akan saya pecat mereka," jawab Marvel dingin.

Grace mengembuskan napasnya lalu menatap ke arah tombol lift yang menyala menunjukkan nomor 37. Berarti mereka akan menuju ke lantai ke 37.

Ting!

Setelah pintu lift terbuka, Marvel kembali menarik Grace masuk ke dalam ruangannya. Grace menatap takjub ruangan Grace yang dipadukan dengan cat abu-abu gold. Jendela kaca yang luas, dan ada sofa yang luas di sana. Tak lupa dengan meja kerja milik Marvel dan 2 pintu di sudut ruangan. Mungkin saja itu pintu toilet, pikir Grace.

"Anggap seperti rumah kamu sendiri, Grace."

Marvel berjalan menuju meja kerjanya. Sementara Grace duduk di sofa lalu mengeluarkan ponsel bututnya di dalam tas ransel miliknya.

Melihat hal itu, Marvel memanggil Grace.

"Grace."

Grace yang merasa terpanggil pun menoleh. Ia mengangkat kepalanya menatap Grace.

"Ya?"

"Sini."

Marvel menemuk pahanya. Grace yang tak melihat hal itu karena meja Marvel sangatlah tinggi dari sofa yang ia duduki. Grace beranjak dari sofa tersebut berjalan mendekati Grace yang memegang ponsel bututnya itu dan berhenti tepat di samping Marvel.

"Apa?" tanya Grace. Marvel kembali menepuk pahanya, menyuruh Grace untuk duduk di atas pangkuan pria tampan tersebut.

Grace menggelengkan kepalanya. Ia tak berani untuk naik ke atas pangkuan Marvel.

Marvel kembali menepuk pahanya tetapi Grace menatap Marvel seolah ia menolak tawaran Marvel tersebut.

Marvel menjulurkan tangannya untuk menarik pinggang ramping Grace lalu mengangkat tubuh Grace dengan kedua tangannya.

Grace menegang saat tubuhnya terasa melayang dan berakhir duduk di atas pangkuan pria tersebut.

'Kenapa Om tua ini malah nyuruh aku kayak gini, sih? Oh Tuhan, jangan sekarang. Aku belum siap,' batin Grace menatap Marvel yang sulit diartikan.

Marvel mengangkat tangan gadis itu yang memegang ponselnya.

"Kenapa masih pake ponsel butut itu? 'Kan saya udah kasih ponsel baru sama kamu. Kenapa gak dipake?"

Grace tergagap. Ia bukan tak bisa menjawab pertanyaan Marvel melainkan karena posisi mereka yang amat dekat, di tambah lagi dengan posisi mereka yang sangat intim membuat Grace tak bisa berpikir dengan jernih.

Marvel yang melihat kegugupan gadis yang berada di pangkuannya pun tersenyum. Sementara Grace terpaku melihat senyuman Marvel yang benar-benar tampan.

"Mm ... gak apa-apa," jawab Grace kikuk. Salah satu tangannya meremas rok yang ia pakai. Ini pertama kalinya Grace duduk di atas pangkuan pria yang bukan suaminya. Pria yang baru beberapa hari ia kenal di bar dan entah bagaimana skenario berdua hingga Marvel merasa ia sangat nyaman berada di dekat Grace apalagi jika seperti ini.

"Apa kamu bisa ngetik?"

Grace menaikkan salah satu alisnya. Apa yang Marvel maksud? Tentu saja bisa.

"Sedikit," jawab Grace pelan.

"Kamu bisa gunain Microsoft Excel?" tanya Marvel lagi yang diangguki oleh Grace.

"Ya sudah, saya punya modul. Tapi, saya malas buat natap monitor komputer. Kamu bisa bantu saya?"

Lagi-lagi Grace menganggukkan kepalanya. Ia beranjak turun dari pangkuan Marvel lalu menghidupkan CPU dan menyalakan monitor komputer.

Marvel yang melihat Grace berdiri tepat di depannya yang berjarak 5 senti meter itu pun kembali menarik Grace ke dalam pangkuannya.

"Om, bisa gak jangan kayak gini?"

"Kenapa?" tanya Marvel berbisik di dekat telinga Grace sambil mengembuskan napas hangatnya di sana. Grace bergidik geli, tubuhnya meremang dan bulu kuduknya juga ikutan berdiri.

Marvel menggoda Grace.

"Nanti kalo ada yang masuk, bisa gawat."

"Saya udah kunci kok pintunya. Kamu jangan khawatir. Cepat kerjain modulnya!" perintah Marvel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status