Share

Bahkan Aku Belum Meminta Nomor Ponselnya

"Makanya jangan main cewek," kata Marvel.

"Bukan main cewek, Bang. Cuman pacaran," sahut Gio seraya menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

Gio adalah tipikal yang sangat sering gonta-ganti wanita. 1 bulan mungkin ada 21 kali ia memutuskan pacarnya. Terbuat dari apa otak dan hati Gio itu?

"Sama aja," tandas Marvel dan Gio langsung diam tak menjawab ucapan Marvel. Memang benar adanya.

Gio selalu menceramahi Marvel agar menerima istrinya. Tetapi, Marvel malah diam dan menutup telinganya. Bukan tak ingin mendengar perkataan Gio, tetapi Gio juga tak berpikir bagaimana buruknya dirinya dari pada sang kakak.

"Lu di sini aja. Gue ada rapat."

Marvel beranjak dari kursi kebesarannya. Ia mematikan komputernya, mencabut flashdisk dari CPU. Lalu Marvel mengambil kunci mobil, dompet dan ponselnya.

Gio hanya menganggukkan kepala dengan santai saat Marvel berjalan melintasinya. Setelah pintu ruangan Marvel ditutup oleh sang pemiliknya, Gio membaringkan tubuhnya di sofa. Ia sangat lelah habis dikejar oleh para wanita itu.

Saat Gio tengah duduk seorang diri di cafe, ia mengeluarkan laptopnya. Menyelesaikan tugas kuliahnya dan beberapa menit kemudian, ia mendengar suara teriakan perempuan dari belakang memanggil namanya.

Gio menoleh ke belakang, dan melihat mantan-mantannya di sana. Gawat, Gio segera berkemas, ia melipat laptopnya tanpa lebih dahulu meng-shut down atau menekan tombol Alt + F4.

Gio berlari hingga menuju ke kantor Marvel yang tak jauh dari cafe yang ia tempati. Padahal ia belum membayar pesanan coffee Americano-nya.

***

Saat ini, Grace tengah duduk di kantin sekolah bersama dua orang sahabatnya yaitu Xella dan Anggi.

Grace tengah termenung. Ia hanya memesan jus alpukat tanpa memesan makanan. Tetapi, Xella dan Anggi tengah menikmati makanan mereka.

Melihat Grace yang termenung tak jelas tersebut, Xella menepuk pelan pipi Grace hingga ia sadar dan Anggi langsung tertawa melihat reaksi sahabatnya itu. Sungguh lucu dan menggemaskan.

"Ngapain melamun sih, lu?" tanya Xella.

"Lu diet, Ce? Tumben cuman pesan minuman aja. Biasanya pesan makanan, tapi lu jarang pesan jus. Gue sanggup kok traktirin lu kalo lu gak ada duit," timpal Anggi.

Ya, mereka sangat heran. Biasanya Grace tak pergi ke kantin karena tak ada uang saku belanjanya. Tetapi, Anggi dan Xella lah yang menolong Grace.

"Mm ... lagi ada uang soalnya. Tapi, sedikit," pungkas Grace lalu menyeruput jusnya yang dingin.

"Habisin makanan kalian, 3 menit lagi lonceng."

Grace melihat layar ponselnya yang pecah itu, menampilkan sudah pukul 9.12 WIB.

Xella dan Anggi dengan sesegera mungkin menghabiskan makanan mereka hingga tak tersisa. Grace selalu marah pada sahabat-sahabatnya itu, karena setiap mereka makan, mereka tak menghabiskan makanannya dan menjadi sisa. Grace menjelaskan bagaimana susahnya petani yang bersusah payah untuk menanam benih padi itu hingga menjadi beras yang kita makan sekarang. Hingga Xella dan Anggi tak pernah lagi menyisakan makanan mereka. Bukan hanya di sekolah, tetapi juga ketika mereka makan di rumah sekalipun.

***

Selesai rapat, Marvel berjalan menuju ruangannya. Ia membuka pintu ruangannya dan masih ada Gio di sana yang tengah tertidur di atas sofa miliknya.

Gio juga lupa melepaskan sepatunya. Marvel yang melihat itu langsung berjalan mendekati sang adik dan menampar pelan pipi Gio hingga Gio membuka matanya.

Matanya memerah dan nyawanya masih separuh terkumpul. Pandangannya kabur dan kemudian kembali jelas. Ia mendongakkan kepalanya melihat ke arah Marvel.

"Pulang sekarang."

"Uh ..."

Gio melenguh tak jelas. Ia kembali memposisikan tubuhnya senyaman mungkin di atas sofa. Walaupun tidur di sofa akan membuat tubuhnya pegal dan kesakitan.

"Pulang," ucap Marvel dengan suara rendah.

Gio bangkit dari berbaringnya. Jika mendengar suara sang kakak sudah aneh dan rendah seperti itu, pasti Marvel tengah menahan emosinya dan akan meledak pada waktunya seperti bom.

Bom simalakama baginya.

Gio perlahan berdiri, setelah Marvel mundur dua langkah dari hadapannya tanpa mengalihkan atensinya pada Gio yang terlihat muka bantalnya.

Gio menatap sekilas ke arah Marvel sebelum akhirnya ia benar-benar lergi dari ruangannya. Marvel menggelengkan kepala melihat sang adiknya yang berpenampilan seperti itu. Gio sama sekali tak memperhatikan penampilannya sebelum ia beranjak pergi dari ruangan Marvel.

Tetapi, Marvel tak terlalu peduli akan hal itu. Dia merongoh saku celananya untuk mengambil ponselnya dan melihat sekarang sudah pukul 12.00 WIB. Berarti masih ada 2 jam lagi untuk dia menjemput Grace.

"Pukul 13.30 nanti aku akan menjemputnya," gumam Marvel lalu berjalan menuju kursi kebesarannya.

Di sana, Marvel menyandarkan ponsel canggihnya di monitor komputer. Ponsel itu ia nyalakan dengan wallpaper berwarna hitam.

Hitam?

Marvek tak berniat untuk meletakkan fotonya atau foto pernikahan mereka di sana. Baginya itu adalah hal yang buruk ia lakukan. Tapi, tak tahu jika nanti di sanalah akan ia pajang foto Grace seorang atau bersama dengan dirinya dengan senyuman yang manis. Seolah menggambarkan perasaan keduanya yang sangat dan saling mencintai dan menyayangi satu sama lain.

Memikirkan hal itu, membuat Marvel terkekeh kecil. Mendapatkan hati Grace menurutnya sangatlah rumit. Grace yang tak pernah senyum di hadapannya, tak pernah menatapnya dengan tatapan terpesona akan ketampanan wajahnya, kasih sayang dan cinta.

Eh, kau ada-ada saja Marvel, pikirnya.

Marvel kembali berjalan menuju kursi kebesarannya sambil membawa minuman tersebut lalu melipat kakinya menatap ke arah jendela kaca kantornya.

****

Sementara Grace tengah menikmati mata pelajarannya sekarang yaitu seni budaya. Di dalam benaknya, ia ingin sekali masuk ke kelas musik atau pemeran dalam musikalisasi. Entah itu pemeran figuran atau pemeran utama.

Tetapi, kehidupan Grace jauh berbeda dengan teman-temannya. Grace mempunyai otak yang genius dan ia memiliki banyak musuh di kelasnya. Tetapi Xella dan Anggi, dia adalah gadis-gadis yang baik hati. Mau berteman dengan Grace dan menolongnya dalam hal keuangan.

"Sst ... Grace, nomor 21 apa?" bisik Xella dari belakang tempat duduknya.

Mereka tengah mengadakan ulangan dadakan. Padahal ulangan akan dimulai 2 Mingggu ke depan, tetapi Pak Viriyakul malah membuat ulangan dadakan.

Grace masih merasa aman karena pelajaran senibudaya yang dipegang oleh Pak Viriyakul masih bisa dia hapal. Grace memberikan jawabannya melalui sebuah gerakan tangan.

Tangan kanan itu terangkat, dia menyentuh bagian belakang telinganya dengan jari telunjuknya. Mengatakan bahwa jawaban itu adalah A.

Xella lalu tersenyum dan menulis jawaban tersebut. Sementara Anggi yang berada di sudut ruangan pun mengetahui dan ia juga menulis jawaban yang sama karena Anggi lah yang menanyakan hal tersebut pada Xella.

Tempat duduk mereka berpencar. Grace di bagian kursi nomor 3, Xella nomor 4 dan Anggi terletak di kiri bagian paling belakang.

Jika jari telunjuk dan ibu jari itu terlihat dari mereka maka itu adalah jawabannya yaitu A, jika jari tengah itu adalah B, jika jari manis itu adalah C dan jari kelingking itu adalah D.

Cukup rumit memang bagi Grace untuk memberikan jawaban seperti itu. Tapi, itulah taktik Xella untuk Grace. Mereka akan mudah nengetahui jawaban tersebut.

Grace menyetujui. Tetapi, Xella dan Anggi tak selalu menanyakan semua soal tersebut. Xella sesekali menoleh ke belakang jika Anggi merasa kesulitan dan jika Xella mengetahui jawabannya, ia tak perlu berbisik ke arah Grace.

***

Sekarang sudah menunjukkan pukul 13.30 WIB. Marvel berdiri dari kursinya ia merapikan rambut dan jasnya lalu memasukkan dompet, ponsel dan menenteng kunci mobil.

Kakinya yang panjang itu melangkah dengan cepat menuju pintu ruangannya. Sangat bersemangat dan bergairah Marvel ingin menjemput Grace dari sekolahannya.

Matanya berbinar dan senyumnya terukir saat pintu lift itu tertutup setelah ia menekan tombol lantai 1. Sesekali Marvel melirik ke arah arloji peraknya, ia tak ingin terlambat. Bisa-bisa Grace akan pulang ke rumahnya lebih dulu darinya.

Ting!

Pintu lift terbuka, Marvel melangkahkan kakinya keluar dari lift. Para karyawan melihat bos mereka tengah berjalan keluar dari ruangannya menuju keluar kantor.

"Eh, kok Pak Marvel cabut, ya? Ini 'kan waktunya kerja."

"Terserah dia, dong. Wong dia yang punya kantor ini."

"Mungkin aja Pak Marvel mau bawa istrinya kali. Buat nemenin dia," timpal Gerland.

"Mungkin aja," sahut para karyawan yang lain. Mereka yanh tengah bekerja pun terkejut saat Marvel dengan tiba-tiba berjalan dengan tergesa-gesa keluar dari ruangannya.

Tak biasa.

Marvel menjalankan mobilnya menuju sekolahan Grace. Ia melihat ke kanan dan ke kiri, hanya anak Sekolah Menengah Pertama yang baru saja pulang dan ada beberapa yang menunggu di halte bis, ada yang berjalan kaki dan duduk di cafe.

"Semoga aku tak telat," gumam Marvel lalu menambah kecepatan mobilnya saat jalanan sedikit lengang.

***

Sesampainya di depan gerbang sekolahan Grace, Marvel melihat arlojinya. Pukul 13.55 WIB. Berarti sebentar lagi.

Marvel mengambil ponselnya, ia ingin mengirim pesan pada Grace bahwa dia sudah menunggunya di dalam mobil.

"Aish ... sial."

Marvel menghempaskan ponselnya di dashboard. Marvel teringat jika ia belum menyimpan nomor ponsel milik Grace.

"Bahkan aku belum meminta nomor ponselnya."

Marvel memejamkan matanya sesaat. Ia keluar dari mobilnya lalu duduk di bagian depan mobilnyan Sesekali Marvel melirik arlojinya dan menoleh ke arah gerbang sekolah yang belum jua keluar.

Menunggu lima menit rasanya lama sekali.

***

Selesai mereka ulangan, Grace segera menyimpan peralatan sekolahnya. Ia memasukkan buku cetak, buku tulis dan catatan, pena, pensil, penghapus dan Tipp-Ex.

***

Satu per satu, siswa dan siswi berhamburan keluar dari kelasnya. Marvel lalu berjalan mendekati pos satpam untuk menunggu Grace di sana.

Beberapa saat kemudian, Marvel melihat Grace yang berjalan sendirian karena Xella dan Anggi tidak pulang. Mereka mengikuti kelas musikal.

Marvel pun berjalan menerobos rombongan dari mereka lalu menahan langkah Grace dengan memegang pergelangan tangan Grace karena Grace tengah berjalan sambil melamun.

"Lho, Om."

Grace yang terkejut pun mendongakkan kepalanya dan ia melihat Marvel. Marvel yang menghentikan langkahnya. Lalu Marvel menarik tangan Grace menuju mobilnya. Dia membuka pintu untuk Grace lalu menutupnya dengan rapat setelah Grace masuk ke dalam mobilnya.

Marvel berjalan mengitari mobilnya lalu ia masuk ke dalam mobilnya. Marvel memiringkan tubuhnya menatap Grace. Dia melihat Grace yang memasang wajahnya dengan terkejut.

"Apa kamu udah makan siang tadi?" tanya Marvel menatapnya.

Grace menganggukkan kepala, jujur saja. Tubuhnya sekarang benar-benar lelah. Ia ingin tidur di kasurnya, di dalam kamar kecil mkliknya tanpa ada seorang pun yang mengganggunya yang bersemedi.

Marvel yang melihat Grace menganggukkan kepala lantas memasangkan sealtbeat pada tubuh Grace. Marvel mendekatkan dirinya agar dia bisa menggapai tali sealtbeat itu di dekat kaca mobil sebelah kiri lalu Marvel menatap wajah Grace yang sangat dekat dengannya.

Marvel tersenyum manis lalu ia menarik tali tersebut, menguncinya di dekat tempat duduk yang diduduki Grace. Marvel melakukan hal yang sama pada dirinya sebelum Marvel akhirnya menjalankan mobil tersebut menuju perkantorannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status