Sore harinya, Aria tengah duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel. Ia bermain ponsel bukan sembarangan, melainkan ia bekerja sebagai penulis di beberapa platform Novel.
Dengan menjual ide-idenya, ia mendapatkan bayaran setiap bulan, hasil bagi bonus dan sebagiannya. Karya-karya yang ia buat sangat di minati oleh kalangan remaja, karena setiap ia buat tentang romansa anak SMA. TING! Suara notif masuk di ponsel Aria— [ Pembayaran Berhasil! ] Royalti sebesar Rp3.800.000 telah masuk ke rekening [******21]. Cek saldo sekarang. Mata Aria seketika membulat sempurna, mulutnya menganga untuk ke sekian kalinya. “Gila, gue dapet duit lagi.” Gumam Aria pelan. Ini bukan untuk pertama atau ke dua kalinya, melainkan untuk ke lima belas kalinya mencairkan uang hasil pendapatan bonus novelnya. Ini baru satu platform loh, gimana sama yang lain coba? Serunya dalam hati. Aria sudah banyak mengumpulkan gaji karyanya selama 8 bulanan ini, dan baru di cairkan hari ini. Rekening digitalnya yang dulu hanya 2rb kini mencapai 16 juta. Belum lagi dengan platform lain yang belum ia cairkan dolarnya. Awalnya uang yang ia kumpulkan itu untuk renovasi rumah mertuanya sendiri, namun karena mendapati sang suami selingkuh, Aria memutuskan untuk terus menyembunyikan uang itu. Selama 8 bulan ini Aria merahasiakan pendapatannya karena tak mau menyinggung sang suami yang gajinya setiap minggu hanya 200rb. Dan niatan juga ia akan memberikan hadiah ulang tahun pernikahan mereka yang ke 3 tahun—tapi... Semuanya hanya angin lalu untuk Aria yang di hianatin. “Beli baju cukup gak ya uangnya?” ucap Aria pelan. “Cukup lah, bukannya kamu dekat dengan pria kaya?!” tanya seseorang yang berdiri di samping Aria. “E-eh!” Aria tersentak kaget dan ia dengan cepat menyembunyikan ponselnya. “K-Kak Samudra,” Samudra terus menatap Aria dengan tajam, “Siapa pria tadi?” tanyanya dengan nada menginterogasi. Aria terdiam menatap Samudra beberapa saat, “Y-yang mana, Kak? A-aku gak tau,” tanya Aria gelagapan. Samudra mendekat menatap tajam pada Aria, “Jangan pikir saya bodoh dan buta, AIRA!!” ujarnya dengan tegas. “Tapi aku gak tau apa yang kakak maksud.” “Kamu!!” geram Samudra mendekat. “Harusnya kamu beruntung memiliki suami seperti Raka yang rela banting tulang dan lembur!! Bahkan semua uang gajian pun dia berikan ke kamu, ARIA!!” Aria berdiri dan menatap balik Kaka iparnya dengan tajam, “Kaka emang tau apa sih? Kalo gak tau apa-apa jangan ikut campur!!” sergah Aria kesal. “Emang menurut kaka uang 200rb per minggu habis buat apa?” tanya Aria balik. “Yang pasti itu cukup buat nafkah kamu!” Aria semakin geram dengan Kaka iparnya, ingin sekali ia menghajar dan menendang aset berharga pria di hadapannya itu. “Kaka bilang 200rb itu uang nafkah, hah?” katanya semakin ke pancing emosi. “Asal Kaka tau, uang 200rb itu belum di potong dengan ke butuhan Mas Raka sendiri. Dari bensin, Rokok, kopi, pegangan dia walau 10rb, sabun mandi, sabun colek, dan kebutuhan lainnya. Sedangkan aku? Aku cuman jajan dengan harga 2rb. Karena aku mikir uang itu milik Mas Raka, bukan milik aku!!” ungkap Aria dengan dada yang sesak. Bahunya naik turun akibat amarah yang ia tahan. Samudra maju selangkah lagi, mengikis jarak di antara mereka. “Kamu jangan ngeles, Aira! Jelas-jelas kamu boros dengan membeli alat kecantikan kamu setiap minggunya!” tuduh Samudra semakin menusuk ke ulu hati Aria. Mata Aria mulai berkaca-kaca menatap Samudra, tangannya sudah menunjuk wajah Samudra namun tak ada lagi suara yang ia keluarkan. “MINGGIRR!!” sergah Aria mendorong bahu Samudra lalu ia berjalan menuju kamarnya dan dengan keras menutup pintu kamar. BRAKK!! Saat pintu di tutup dengan kencang, Samudra tersadar dengan apa yang ia katakan barusan. Mulutnya tanpa rem malah mencecar adik iparnya hingga menangis, padahal ini bukan sifatnya yang suka ikut campur urusan orang. Dari arah kamar Aria, Samudra mendengar Aria menangis hingga terdengar beberapa isak tangis yang di tahan wanita itu. Malam harinya seperti biasa, Aria masak untuk makan malam bersama. Lagi dan lagi Raka beralasan lembur, membuat Aria semakin mantap dengan rencananya. TAKK! TAKK! TAKK! Dengan hati panas Aria memotong daun bawang dengan asal hingga—TAKK! “Ish...” Aria meringis akibat jarinya tak sengaja terkena ujung pisau. Darah bercucuran dilantai, ia memutuskan untuk mencuci jarinya di wastafel. “YA AMPUN!! ARIA! INI DARAH APA?” teriak Saima yang baru saja masuk ke dapur dan melihat darah di lantai. “Ada apa sih, Bu? Kok teriak-teriak malam-malam gini?” tanya Narto menghampiri Saima. Samudra tak kalah paniknya saat mendengar teriakan Mama tirinya, apa lagi saat nama Aria di sebut. “Ada apa, Ma?” tanya Samudra. “Itu!” tunjuk Saima ke arah lantai yang banyak bercak darah. Samudra dan Narto menatap punggung Aria, “Ada apa ini Aria?” tanya Narto tegas. Aria berbalik dan menatap ke tiga orang itu, “Maaf Bu, Pa. Jari Aria barusan kena ujung pisau.” Ucap Aria pelan. "BODOH!" hardik Narto menatap tajam. "Bereskan kekacauan yang kamu buat, atau saya akan buat kamu cerai dengan anak saya!" ancam Narto berlalu pergi. "Pa, tunggu!" Saima mengekori suaminya untuk ke depan. Kini hanya ada Aria dan Saumdra di sana. Aria mengabaikan kehadiran Samudra dan ia bergegas mengambil kain lap. walau tangannya perih, ia harus tetap mengelap lantai yang ada nodanya. Saat Aria berlutut dan mengelap darah, ia melihat kaki seorang pria yang sudah berdiri di hadapannya. ia mendongak dan melihat Samudra begitu dekat. "Tinggalkan itu! kamu lanjut masak saja!" perintahnya tegas. "Gak usah!" ketus Aria tak mau ada pembicaraan lagi dengan pria itu, jika tidak ia akan semakin kesal dan akan semakin sakit hati. Samudra lalu berjongkok—menarik kedua lengan Aria. membuat Aria tersentak kaget. namun ke kagetan itu belum hilang karena dengan sekali dorongan Samudra, Aria terpojok ke wastafel. "K-Kaka mau apa?" tanya Aria panik. "DIAM!!" bentak Samudra membuat Aria diam. Mata Aria mulai berkaca-kaca lagi, namun ia menganga saat melihat Kaka iparnya membantu mencuci jari Aria yang masih mengeluarkan darah. tangannya dengan pelan di arahkan ke wastafel oleh Samudra. "Aku kira mau di bunuh!" gumam Aria yang terdengar Samudra. "Sebelum saya membunuhmu, lebih baik saya jual kamu dulu ke rumah bordil!!" celetuk Samudra membuat Aria mematung.Dengan sengaja Samudra memeluk pinggang Aria, membuat Aria panik setengah mati. “KA!” protes Aria berusaha mendorong Samudra untuk menjauh, namun pria itu semakin dekat dan berbisik. “Yes Darling? Mau apa? “ tanyanya dengan suara berat dan serak. Aria sangat kesal, ia ingin sekali memukul Kakak iparnya tapi ia urungkan karena tempat itu sangat ramai. Yang ada Aria akan mendapat masalah dan malu sendiri. “Mau keliling?” tanya Samudra lembut. “Kalo mau... Nanti Mas yang traktir,” lanjutnya menatap wajah Aria. “Gak!” tolak Aria singkat. Tatapan Aria tak lepas dari Adrian yang menemani anak-anaknya bermain, ada sedikit rasa kasihan yang tengah Aria rasakan. “Kasihan Alan sama Avan, mereka harus memiliki Ibu yang kecanduan selingkuh!” ucap Aria lirih dengan hembusan nafas pelan. Samudra mengangguk pelan dan menegakkan kembali posisi duduknya, “Buat apa kamu harus kasihan pada kurcaci itu? Sedangkan ibunya sendiri masa bodo dengan anak-anaknya!” ucap Samudra dingin. Aria menoleh da
Malam minggu tiba, Raka untuk kali ini menepati janjinya untuk mengajak jalan Aria, namun tak merubah tekad Aria untuk menghancurkan selingkuhan dan suaminya itu. Pasalnya kini Nadine berserta Adrian dan dua anaknya berada di pasar malam, membuat Aria curiga jika suaminya berniatan untuk janjian dengan selingkuhan dengan alasan jalan bareng keluarga. Aria mengepal kuat apa lagi melihat Raka sangat akrab sekali dengan Nadine, sedangkan Adrian sibuk mengurusi anak-anaknya yang tengah bermain. Sebuah tangan mendarat di paha kiri Aria, membuat Aria kaget dan refleks menoleh ke kiri. Disana ia melihat Samudra sudah menyusul dan duduk di sampingnya. Mata Aria melotot menatap Samudra. Apa-apaan coba itu tangan!! Batin Aria mencubit tangan Samudra. Samudra sedikit mendekat lalu berbisik, “Cemburu?” tanyanya dengan nada meledek. Aria tak terima ia mencubit tangan Samudra semakin kuat, “Sialan!!” ucapnya tanpa suara. Samudra menyeringai dan semakin kuat mencengkeram paha kiri Aria. Aria
Samudra terus menatap manik mata Aira lebih dalam, “Kamu itu cantik, tapi... Terlalu cuek. Pantas saja adik saya selingkuh,” ujar Samudra sinis, membuat Aria kesal. Wanita itu mencubit pinggang Samudra cukup keras. “Ssshhh!!” Samudra meringis, saat mendapat cubitan itu. “Aku cuek bukan urusan Kakak!!”Samudra tertawa lalu memendamkan wajahnya di ceruk leher Aria, membuat Aria nge-freeze. Samudra bisa merasakan wangi melati di sekitar leher Aria dan wangi itu membuatnya betah ingin terus mencium wangi melati—khas Aria. “Kenapa tubuh kamu wangi sekali melati?” tanya Samudra berat dan serak. Aria tetap diam menatap lurus, ia masih nge-freeze mencoba mencerna apa yang dikatakan Samudra. “Akh!” Aria kaget saat Samudra menggigit bahu kirinya, “Sakit tau!!” kesal Aria. Samudra yang mendengar Aria kesal bukannya berhenti, ia malah lanjut menggigit beberapa kali. Aria tak tahan dengan Samudra ia refleks memukul kepala Samudra—BUGH! “Sakit!” keluh Samudra mengelus kepalanya sendiri. “
Seminggu berlalu, dan selama itu juga Aria banyak menghabiskan waktu bersama Alan dan Avan, termasuk Adrian selalu mengikuti ke tiganya. Selama itu juga Raka, Ibu Mertua, Bapak Mertuanya tak ada yang ngeh dengan perubahan Aria. Bahkan Raka mulai kewalahan dengan tugas-tugas yang atasannya suruh. “Mas Adrian?” panggil Aria lirih. “Ya, Ar?” “Mas Adrian ngasih tugas ke Mas Raka dengan beratkah?” tanya Aria pelan. Adrian terdiam menatap Aria, “Apa kamu menyesal meminta saya untuk memberikan pekerjaan berat pada suami kamu?” tanyanya tegas namun lembut. “Bukan gitu, Mas. Aku... Cuman...”“Harusnya kamu tinggalin aja suami kamu yang tukang selingkuh itu. Jelas-jelas di pabrik saya batas kerja hanya sampai jam empat sore, tapi kenapa dia mengaku sampai larut malam, bahkan sampai dini hari.” Ujar Adrian yang tak terima. Ia ikut geram pada Raka yang berbohong. Pantas saja ada desas desus soal salah satu karyawannya yang mengaku lembur hingga tak kenal waktu, lebih parahnya ia mendengar
Setelah kejadian di dapur tadi Aria berdiri di depan cermin. Ia menyisir rambut dan memoles sedikit wajahnya dengan bedak dan lipglos. Malam ini Aria akan memulai semuanya dengan hati-hati, apa lagi malam ini ia akan merebut hati Adrian dan dua anak Nadine. Dan malam ini Aria memakai baju merah marun, dengan bagian dada sedikit terlihat, begitu juga di bagian bahu. Celananya, celana jeans hitam. “Dia pikir, selingkuh itu indah? Oh tidak Nadine. Gue Aria, bakal rebut apa pun milik lo!” ucap Aria pelan. “Dan asal lo tau Nadine, gue jauh lebih sadis kalo lo mau. Gue bakal hancurin semuanya tanpa sisa.” Diaras cukup untuk membuat mata lelaki melirik, Aria segera memakai hoodie hitam besar. Ia sengaja memakai hoodie agar menutupi baju yang ia pakai saat ini, karena bagian dada cukup terlihat karena buah dada Aria besar dan juga sangat ketat pada tubuhnya. Tadinya Aria ingin langsung keluar memakai semuanya, namun ia tak mungkin berpakaian mencolok seperti itu. Jam sudah menun
Sore harinya, Aria tengah duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel. Ia bermain ponsel bukan sembarangan, melainkan ia bekerja sebagai penulis di beberapa platform Novel. Dengan menjual ide-idenya, ia mendapatkan bayaran setiap bulan, hasil bagi bonus dan sebagiannya. Karya-karya yang ia buat sangat di minati oleh kalangan remaja, karena setiap ia buat tentang romansa anak SMA. TING! Suara notif masuk di ponsel Aria—[ Pembayaran Berhasil! ]Royalti sebesar Rp3.800.000 telah masuk ke rekening [******21]. Cek saldo sekarang.Mata Aria seketika membulat sempurna, mulutnya menganga untuk ke sekian kalinya. “Gila, gue dapet duit lagi.” Gumam Aria pelan. Ini bukan untuk pertama atau ke dua kalinya, melainkan untuk ke lima belas kalinya mencairkan uang hasil pendapatan bonus novelnya. Ini baru satu platform loh, gimana sama yang lain coba? Serunya dalam hati. Aria sudah banyak mengumpulkan gaji karyanya selama 8 bulanan ini, dan baru di cairkan hari ini. Rekening digitalnya yang dulu h