Pagi harinya, Aria sudah memasak di dapur. Hatinya memendam dendam terlalu besar, membuatnya masak dengan marah yang tertahan.Tanpa ia sadari—setitik air mata jatuh dari ujung matanya. “ARIA!!” sentak Saima dari arah ruang makan. Membuat Aria tersentak kaget. Sabar Aria sabar, tetap tenang dan abaikan kemarahanmu pagi ini. Batin Aria menghela nafas pelan. “Iya, Bu?” sahutnya dengan senyum sopan, tak lupa ia menoleh. “Cepat buatkan teh buat Bapak, sekalian kopi buat Raka dan Samudra!!” perintah Saima dengan ketus. Aria tersenyum paksa sambil mengangguk, “Baik, Bu.” Sahut Aria, namun jauh dalam hatinya ia ingin sekali membalas teriakan ibu mertuanya. Dikira gue budek apa? Pikir Aria dengan terpaksa membuatkan teh dan kopi—dengan hati panas. Sejam kemudian semua orang tengah makan di ruang makan, seperti biasa Aria selalu di samping Raka, Saima duduk di seberang Raka dan… Samudra duduk di seberang Aria. Dan Narto—Ayah Raka duduk di ujung meja, menjadi panutan semua orang di sana,
Terakhir Diperbarui : 2025-07-23 Baca selengkapnya