Pagi harinya, Aria sudah memasak di dapur. Hatinya memendam dendam terlalu besar, membuatnya masak dengan marah yang tertahan.
Tanpa ia sadari—setitik air mata jatuh dari ujung matanya. “ARIA!!” sentak Saima dari arah ruang makan. Membuat Aria tersentak kaget. Sabar Aria sabar, tetap tenang dan abaikan kemarahanmu pagi ini. Batin Aria menghela nafas pelan. “Iya, Bu?” sahutnya dengan senyum sopan, tak lupa ia menoleh. “Cepat buatkan teh buat Bapak, sekalian kopi buat Raka dan Samudra!!” perintah Saima dengan ketus. Aria tersenyum paksa sambil mengangguk, “Baik, Bu.” Sahut Aria, namun jauh dalam hatinya ia ingin sekali membalas teriakan ibu mertuanya. Dikira gue budek apa? Pikir Aria dengan terpaksa membuatkan teh dan kopi—dengan hati panas. Sejam kemudian semua orang tengah makan di ruang makan, seperti biasa Aria selalu di samping Raka, Saima duduk di seberang Raka dan… Samudra duduk di seberang Aria. Dan Narto—Ayah Raka duduk di ujung meja, menjadi panutan semua orang di sana, namun tidak lagi dengan Aria. “Rak, kenapa kamu pulang jam 5 subuh?” tanya Narto menatap penuh penyelidikan. Raka yang tengah mengunyah makanan tersedak hingga batuk, Aria buru-buru mengambil gelas berisi air putih dan ia berikan pada Raka. “Di minum, Mas.” Ucapnya lirih. Raka mengangguk sekilas dan menerima gelas yang Aria sodorkan. “Kamu kenapa, Rak?” tanya Saima cemas. “Gapapa, Bu. Raka cuman cape aja.” Jawabnya singkat. Namun ia melirik Aria yang menatapnya cemas, wajah istrinya tetap sama tak ada bedanya dari dulu. “Semalam Raka harus jaga gudang, Pak. Jadi... Raka harus lembur.” Ucap Raka berbohong. Aria masih menunjukkan ekspresi cemasnya, tapi jauh dalam hatinya ia ingin sekali merobek-robek mulut suaminya yang berbohong. “Kenapa harus sampai jam lima dini hari? Sedangkan Mas Awan pulang seperti biasa,” tanya Aria pelan. Namun menusuk ke hati Raka seperti petir. “I-itu, Mas kan sudah bilang. kalo Mas dan Awan beda jadwal kerja dan beda penempatan kerja.” Ucap Raka gelisah. “Gitu ya?” gumam Aria lirih, dengan tatapan sendu. Samudra sedari tadi hanya memperhatikan interaksi Aria dan Raka. Dari luar mereka terlihat baik-baik saja, tapi... Seperti ada jarak di antara keduanya. Batinnya sambil meminum segelas air putih, tapi tatapan Samudra tak lepas dari wajah Aria lalu turun melihat tangan kiri Aria yang mencengkeram garpu dengan kuat. Alisnya menekuk, memperhatikan itu, namun ia memilih diam. Siang harinya Aria berpamitan pada Saima untuk ke pasar dan akan di antar Awan seperti biasa. “Bu, Aria ke pasar dulu,” pamitnya sambil memasukkan dompet ke dalam tas belanja. “Hm,” Saima menatap menantunya sinis. Ia malas sekali berbicara dengan menantunya itu. Aria pun naik ke motor Awan dan pergi dari sana. Sesampainya mereka motor Awan berhenti di sebuah rumah besar dan megah. Rumah itu sangat megah , bahkan terlihat memiliki tiga lantai. “Kamu yakin ini rumah Nadine?” tanya Aria pada Awan. “Iya, Mbak. Ini rumah Nadine.” Jawabnya sambil mengangguk. “Em, kalo gitu... Kamu pulang duluan aja, nanti aku kabari lagi.” Ucap Aria. Awan mengangguk lalu menyalakan mesin motor dan meninggalkan Aria. Aria memandangi rumah megah itu dengan tatapan kagum, “Gila!! Si Nadine ngapain selingkuhi Suaminya yang kaya?” tanyanya pada diri sendiri. Saat Aria mengagumi rumah mewah itu, dari arah gerbang terdengar suara anak kecil yang tertawa dan terlihat dua anak laki-laki kembar tengah berlarian keluar gerbang. Anak kembar itu terus berlarian hingga ke tengah jalan, Aria yang melihat itu seketika panik. Jalanan siang itu cukup ramai, bahkan dari arah kanan Aria terlihat mobil yang ngebut. “AAAAWWAASSSS!!!” Teriak Aria. “AAAAA!! MAMA, PAPA!!” jerit anak kembar itu saling berpelukan di tengah jalan. Tanpa pikir panjang Aria melempar tas belanjanya dan berlari ke tengah untuk menyelamatkan anak kembar itu. BRUKKK!! Aria dan dua anak itu terguling dan mendarat di aspal. Dengan erat Aria memeluk anak kembar itu yang menangis. “Huhuhuhu.... Mama...” “Mau Mama...” Tangis ke duanya dalam pelukan Aria. Tak lama muncul lima Babysitter yang kalang kabut dan panik menghampiri Aria dan dua anak kembar itu. “Den Alan, Den Avan.” Panggil salah satu Babysitter. Masing-masing Babysitter itu mengangkat Alan dan Avan, sisanya membantu Aria berdiri. Aria menatap ke lima Babysitter itu dengan marah, “Kalian ini gimana sih? Jaga dua anak aja kenapa bisa teledor gini?!” hardik Aria menatap tajam. Salah satu Babysitter yang masih muda maju, “Siapa lo, yang berani bentak kami!!” tunjuk wanita itu dengan kesal. Aria ikut maju menatap lebih sangar, “LO HARUSNYA JADI BABYSITTER NGOTAK DIKIT!! KALO BUKAN KARENA GUE, TU ANAK YANG DI ASUH LO-LO PADA UDAH MATI!!” tunjuk Aria balik. Entah kenapa setelah sekian lama menahan amarah, kini lega akibat perkataan barusan. “LO!!” geram wanita itu hendak menampar Aria. Namun sebuah tangan besar dan kekar menahan tangannya. “SIAPA YANG SURUH KAMU BUAT SAKITIN PENYELAMAT ANAK SAYA?!!” “Tu-Tuan Adrian,” wanita itu kaget dan mundur. Adrian menatap ke lima Babysitternya dengan mata merah menahan amarah, “KALIAN BISA GAK JADI BABYSITTER!! PADAHAL SAYA GAJI KALIAN DI ATAS TUJUH JUTA. TAPI KERJAAN KALIAN GAK ADA YANG BECUS SEMUA!!” bentak Adrian menunjuk satu per satu Babysitternya. Aria sedari tadi hanya diam, mengamati sifat Adrian seperti apa. Kata Awan... Jam segini suami Nadine gak ada di rumah, tapi ini? Batinnya terus mengamati. “MULAI HARI INI! KALIAN SEMUA SAYA PECAT!!” ucap Adrian tak mengurangi nada bicaranya. Matanya terus menatap tajam, seakan tatapannya itu ingin merobek kulit mereka. “Ma-maafkan kami, Tuan. Tolong... Jangan pecat kami,” pinta salah satu Babysitter cukup tua. “Saya tidak peduli. Pokoknya hari ini kalian bereskan semua baju-baju kalian! Dan keluar dari rumah saya!!” perintah Adrian tak bisa diganggu gugat. Dua Babysitter lalu menurunkan Alan dan Avan. Membuat dua anak kembar itu berlari, namun bukan ke arah Adrian—melainkan ke arah Aria. “MAMAAA!!” teriak ke duanya memeluk kaki Aria. Aria terdiam mematung dan kaget. Mama? Gue dipanggil Mama? Pikir Aria menatap kedua anak itu. Adrian menoleh menatap Aria lalu menatap Alan dan Avan, “Alan, Avan sini!” perintahnya tegas. Aria menatap Adrian dengan tegas, “Lain kali jaga anak tu yang bener. Walau sudah ada Babysitter, anak tetap harus diawasi sendiri!!” ucap Aria memperingati. Ia sangat geram pada Adrian yang teledor juga terhadap anak-anaknya, apa lagi si Nadine—Aria sangat membenci wanita itu. Adrian menatap Aria cukup lama, “Maafkan saya, saya tidak ber–“ “Cukup! Jangan minta maaf ke saya. Minta maaflah pada anak anda.” Ketus Aria menatap sinis. “Mama Avan au itut Mama,” pinta Avan—Adik dari Alan yang berbeda lima menit. “Alan juga au ikut,” seru Alan tak mau di tinggal. Adrian menatap kedua anaknya dengan kaget, kenapa bisa dua anaknya memanggil wanita asing itu dengan sebutan Mama.Dengan sengaja Samudra memeluk pinggang Aria, membuat Aria panik setengah mati. “KA!” protes Aria berusaha mendorong Samudra untuk menjauh, namun pria itu semakin dekat dan berbisik. “Yes Darling? Mau apa? “ tanyanya dengan suara berat dan serak. Aria sangat kesal, ia ingin sekali memukul Kakak iparnya tapi ia urungkan karena tempat itu sangat ramai. Yang ada Aria akan mendapat masalah dan malu sendiri. “Mau keliling?” tanya Samudra lembut. “Kalo mau... Nanti Mas yang traktir,” lanjutnya menatap wajah Aria. “Gak!” tolak Aria singkat. Tatapan Aria tak lepas dari Adrian yang menemani anak-anaknya bermain, ada sedikit rasa kasihan yang tengah Aria rasakan. “Kasihan Alan sama Avan, mereka harus memiliki Ibu yang kecanduan selingkuh!” ucap Aria lirih dengan hembusan nafas pelan. Samudra mengangguk pelan dan menegakkan kembali posisi duduknya, “Buat apa kamu harus kasihan pada kurcaci itu? Sedangkan ibunya sendiri masa bodo dengan anak-anaknya!” ucap Samudra dingin. Aria menoleh da
Malam minggu tiba, Raka untuk kali ini menepati janjinya untuk mengajak jalan Aria, namun tak merubah tekad Aria untuk menghancurkan selingkuhan dan suaminya itu. Pasalnya kini Nadine berserta Adrian dan dua anaknya berada di pasar malam, membuat Aria curiga jika suaminya berniatan untuk janjian dengan selingkuhan dengan alasan jalan bareng keluarga. Aria mengepal kuat apa lagi melihat Raka sangat akrab sekali dengan Nadine, sedangkan Adrian sibuk mengurusi anak-anaknya yang tengah bermain. Sebuah tangan mendarat di paha kiri Aria, membuat Aria kaget dan refleks menoleh ke kiri. Disana ia melihat Samudra sudah menyusul dan duduk di sampingnya. Mata Aria melotot menatap Samudra. Apa-apaan coba itu tangan!! Batin Aria mencubit tangan Samudra. Samudra sedikit mendekat lalu berbisik, “Cemburu?” tanyanya dengan nada meledek. Aria tak terima ia mencubit tangan Samudra semakin kuat, “Sialan!!” ucapnya tanpa suara. Samudra menyeringai dan semakin kuat mencengkeram paha kiri Aria. Aria
Samudra terus menatap manik mata Aira lebih dalam, “Kamu itu cantik, tapi... Terlalu cuek. Pantas saja adik saya selingkuh,” ujar Samudra sinis, membuat Aria kesal. Wanita itu mencubit pinggang Samudra cukup keras. “Ssshhh!!” Samudra meringis, saat mendapat cubitan itu. “Aku cuek bukan urusan Kakak!!”Samudra tertawa lalu memendamkan wajahnya di ceruk leher Aria, membuat Aria nge-freeze. Samudra bisa merasakan wangi melati di sekitar leher Aria dan wangi itu membuatnya betah ingin terus mencium wangi melati—khas Aria. “Kenapa tubuh kamu wangi sekali melati?” tanya Samudra berat dan serak. Aria tetap diam menatap lurus, ia masih nge-freeze mencoba mencerna apa yang dikatakan Samudra. “Akh!” Aria kaget saat Samudra menggigit bahu kirinya, “Sakit tau!!” kesal Aria. Samudra yang mendengar Aria kesal bukannya berhenti, ia malah lanjut menggigit beberapa kali. Aria tak tahan dengan Samudra ia refleks memukul kepala Samudra—BUGH! “Sakit!” keluh Samudra mengelus kepalanya sendiri. “
Seminggu berlalu, dan selama itu juga Aria banyak menghabiskan waktu bersama Alan dan Avan, termasuk Adrian selalu mengikuti ke tiganya. Selama itu juga Raka, Ibu Mertua, Bapak Mertuanya tak ada yang ngeh dengan perubahan Aria. Bahkan Raka mulai kewalahan dengan tugas-tugas yang atasannya suruh. “Mas Adrian?” panggil Aria lirih. “Ya, Ar?” “Mas Adrian ngasih tugas ke Mas Raka dengan beratkah?” tanya Aria pelan. Adrian terdiam menatap Aria, “Apa kamu menyesal meminta saya untuk memberikan pekerjaan berat pada suami kamu?” tanyanya tegas namun lembut. “Bukan gitu, Mas. Aku... Cuman...”“Harusnya kamu tinggalin aja suami kamu yang tukang selingkuh itu. Jelas-jelas di pabrik saya batas kerja hanya sampai jam empat sore, tapi kenapa dia mengaku sampai larut malam, bahkan sampai dini hari.” Ujar Adrian yang tak terima. Ia ikut geram pada Raka yang berbohong. Pantas saja ada desas desus soal salah satu karyawannya yang mengaku lembur hingga tak kenal waktu, lebih parahnya ia mendengar
Setelah kejadian di dapur tadi Aria berdiri di depan cermin. Ia menyisir rambut dan memoles sedikit wajahnya dengan bedak dan lipglos. Malam ini Aria akan memulai semuanya dengan hati-hati, apa lagi malam ini ia akan merebut hati Adrian dan dua anak Nadine. Dan malam ini Aria memakai baju merah marun, dengan bagian dada sedikit terlihat, begitu juga di bagian bahu. Celananya, celana jeans hitam. “Dia pikir, selingkuh itu indah? Oh tidak Nadine. Gue Aria, bakal rebut apa pun milik lo!” ucap Aria pelan. “Dan asal lo tau Nadine, gue jauh lebih sadis kalo lo mau. Gue bakal hancurin semuanya tanpa sisa.” Diaras cukup untuk membuat mata lelaki melirik, Aria segera memakai hoodie hitam besar. Ia sengaja memakai hoodie agar menutupi baju yang ia pakai saat ini, karena bagian dada cukup terlihat karena buah dada Aria besar dan juga sangat ketat pada tubuhnya. Tadinya Aria ingin langsung keluar memakai semuanya, namun ia tak mungkin berpakaian mencolok seperti itu. Jam sudah menun
Sore harinya, Aria tengah duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel. Ia bermain ponsel bukan sembarangan, melainkan ia bekerja sebagai penulis di beberapa platform Novel. Dengan menjual ide-idenya, ia mendapatkan bayaran setiap bulan, hasil bagi bonus dan sebagiannya. Karya-karya yang ia buat sangat di minati oleh kalangan remaja, karena setiap ia buat tentang romansa anak SMA. TING! Suara notif masuk di ponsel Aria—[ Pembayaran Berhasil! ]Royalti sebesar Rp3.800.000 telah masuk ke rekening [******21]. Cek saldo sekarang.Mata Aria seketika membulat sempurna, mulutnya menganga untuk ke sekian kalinya. “Gila, gue dapet duit lagi.” Gumam Aria pelan. Ini bukan untuk pertama atau ke dua kalinya, melainkan untuk ke lima belas kalinya mencairkan uang hasil pendapatan bonus novelnya. Ini baru satu platform loh, gimana sama yang lain coba? Serunya dalam hati. Aria sudah banyak mengumpulkan gaji karyanya selama 8 bulanan ini, dan baru di cairkan hari ini. Rekening digitalnya yang dulu h