Share

Chapter 2

Author: Rara Radika
last update Last Updated: 2025-11-16 14:11:47

Sebuah kedai teh China baru di buka. Pembukaan resmi dihadiri pun dilakukan langsung oleh sang pemilik—Nour Valle Lenero—atau yang lebih akrab disapa dengan nama Nora. Dihadiri oleh tamu-tamu penting pun orang terdekat dari Nora. Serta pelanggan-pelanggan baru yang hendak pertama mencoba.

Pada ruang VVIP yang disediakan. Nora duduk bersama dengan para wanita yang merupakan anggota komunitas kelas atas yang juga turut hadir dalam pembukaan kedai barunya. Duduk santai seraya menyesap teh hangat yang disajikan.

"Restoranmu sangat cantik, Nora. Kau pasti mendapatkan dukungan penuh dari suamimu," ujar Laventa, seorang istri dari pejabat ternama. Tatapanya meneliti setiap ujung ruangan, tersenyum kemudian menatap Nora dengan angkuh. Sapu tangan yang tak pernah lepas sejak masuk ke dalam kedai baru milik Nora semakin memperlihatkan keangkuhanya.

Nora tersenyum halus disertai tatapanya yang tenang seperti samudra. "Terimakasih, Senora."

Laventa berdecak. Wanita yang tidak suka melihat pencapaian orang lain tentu tidak akan pernah merasa senang

Tatapan Nora yang teduh serta raut wajah yang tenang membuatnya semakin susah untuk digoyahkan.  Dengan pertanyaan-pertanyaan menyindir orang yang selalu menyangkut-pautkan Isaac dalam segala pencapaian Nora yang jelas-jelas ia lakukan sendiri tanpa campur tangan sedikitpun dari pria itu.

'Kau terbiasa tanpa diriku, Nora.'

Bahkan, kalimat yang Isaac lontarkan tadi malam masih terngiang di dalam kepalanya.

Kemudian, Nora berdiri dengan sopan lalu ia menuangkan kembali teh ke dalam cangkir kecil pada setiap gelas di atas meja. Setelahnya, ia kembali duduk di kursinya dengan anggun.

"Di mana suamimu, Nora? Apa kali ini dirinya tidak hadir lagi?" Wanita muda bernama Sevora bertanya.

"Aku tidak memintanya untuk datang, sebab itu akan menganggu pekerjaanya," jawab Nora dengan tenang.

Lantas, semua orang terdiam setelah mendengar jawaban Nora. Sibuk dengan hal mereka masing-masing, mengacuhkan jawaban dari tuan rumah kedai teh tersebut. Bertingkah seolah mereka tak pernah mendengar jawaban yang selalu sama Nora berikan ketika ditanya kehadiran suaminya.

Isaac Mallen Vargas. Pria yang selalu berada di dalam kegelapan. Tak tersentuh pun tak terlihat. Terkenal akan bisnisnya yang besar mencakup hampir sebagian besar wilayah Eropa. Nama besarnya selalu turut andil dalam bisnis besar yang berkembang di negaranya. Bekerja di balik layar pun tak pernah sekalipun seseorang melihat sosoknya yang agung.

Semua orang dibuat penasaran dengan sosok pria yang memiliki Eropa di dalam genggamanya. Tak sedikit kabar yang beredar jika Isaac merupakan pria tampan bertubuh besar dengan raut wajah yang garang. Pun, banyak juga orang yang beranggapan sebaliknya, jika Isaac merupakan pria tua berwajah menyeramkan. Sebab alasan seperti itu Isaac tidak mau memperlihatkan wajahnya.

Keheningan di dalam ruang VVIP itu lenyap saat Dorty—ibu mertua Laventa— mengeluarkan sebuah papperbag yang ia bawa lalu memberikanya kepada Nora.

"Selamat atas kedai barumu, Nora. Memiliki bisnis diusia muda sangat membanggakan alih-alih berdiam diri di dalam rumah dan terus mengandalkan suamimu," tutur Dorty.

Nora menerima pemberian hadiah dari Dorty yang merupakan syal mewah berwarna merah dari sebuah brand merk terkenal.

"Gracias, Senora. Aku sangat menghargai pemberianmu." Nora mengangguk dengan sopan.

Selain Nora dan Dorty, atensi semua orang yang berada di sana tertuju pada Laventa. Jelas pun lugas kalimat yang dikatakan Dorty ialah tertuju kepada menantunya.

_______

Nora telah siap dengan apron yang terpasang pada tubuhnya. Membawa kain basah lalu ia bereskan meja-meja yang kotor setelah ditinggalkan pelanggan. Meskipun dirinya pemilik kedai tersebut, ia tak segan untuk turun serta dalam beberapa pekerjaan.

"Senora." Seorang pengawalnya datang dan memanggil. Membuat Nora langsung menghentikan aktivitasnya.  

Tanpa membalikan tubuhnya, Nora berkata, "Bukankah kau setuju untuk tidak muncul di dalam kedaiku?"

"Senora, senor meminta Anda untuk tidak menyentuh pekerjaan kasar."

Nora mengenggam kain basah di dalam genggamanya. "Pergilah. Tidak akan kulakukan lagi."

Pengawal bertubuh tegap pun berjas rapih tersebut menunduk hormat. Mundur beberapa langkah lalu berbalik meninggalkan tempat.

Pandangan Nora bergerak pada CCTV yang berada di ujung ruangan. Dalam kesibukanya ternyata Isaac terus mengawasinya diam-diam.

Lonceng pada pintu berbunyi. Merubah raut wajah Nora kembali santai, lalu ia berbalik untuk tersenyum menyapa seseorang yang baru saja datang. Pupil matanya kontan melebar, jantungnya berdegup kencang kala ia melihat sosok pria tinggi besar yang berdiri di ambang pintu. Ketakutan menjalar pada seluruh tubuh Nora tanpa sebab, menimbulkan getaran kegugupan yang tak bisa ia jelaskan.

Kenapa?

Pria tersebut tersenyum menyapa. Gontai mendekati Nora yang telah lemas hampir jatuh jika tak ia topang tubuhnya pada sisi meja.

"Bisa aku bertemu dengan pemilik kedai ini? Aku datang untuk mengantarkan sample makanan." Pria itu berbicara, tersenyum dengan ramah.

Nora tak menjawab, seolah pertanyaan itu tak ia dengar. Tatapanya terus terpaku pada pria tinggi bertubuh tegap kekar di hadapanya. Teringat akan sosok Isaac yang selalu berada di dalam kegelapan. Postur tubuh serta potongan rambut yang tak pernah lepas Nora genggam ketika mereka bercinta, hal itu benar-benar mengingatkanya pada sosok suaminya.

"Disculpe, señorita?"

"Maafkan aku, aku pemilik kedai ini.'

Nora menyadarkan diri serta pikiranya. Benar-benar ia tangkas pikiran konyolnya tadi. Tidak mungkin jika pria di hadapanya ini Isaac. Tidak mungkin sosok pria agung itu berubah jadi penghantar sample makanan.

"Aku akan membawamu ke dapur," ajak Nora.

Lalu, pria itu mengikutinya dari belakang. Tanpa Nora sadari, jika pengawalnya tertunduk hormat pada pria yang berjalan di belakangnya.

Senor.

Di dalam dapur Nora memperkenalkan pria itu pada beberapa pekerjanya. Pun, ia mulai demo masak untuk memberitahu cara memasak sample makanan yang telah dirinya bawa.

Dahi Nora mengernyit kala ia lihat luka pada lengan pria itu yang baru saja menggulung kemeja pada bagian lenganya. Itu tampak tak asing bagi Nora yang selalu dihadapkan dengan bekas-bekas luka pada tubuh suaminya.

“Boleh kutahu siapa namamu?”

Lengan pria itu lincah memasak di depan kompor, menggoyangkan kuali serta memainkan spatula. Ia melirik Nora sekilas lantas menjawab, “Tadeo.”

Mengangguk samar Nora, menatap pria tersebut lalu beralih pandang pada masakan yang tengah dibuatnya. Ia sangat hilai menggoyangkan kuali untuk seorang pria bertubuh besar.

*****

Kepalanya sakit dan jantungnya berdegup kencang. Tak pernah Nora rasakan selain, setelah ia berbicara dengan Isaac. Namun, entah kenapa sejak tadi siang perasaanya menjadi tidak karuan.

Lemah tubuhnya berbaring di atas ranjang. Selimut tebal menutupi sebagian bawah tubuhnya.

Abigial dan Salma datang untuk memeriksanya. Memberikan obat penenang serta memasangkan infus pada Nora yang mengeluhkan lemas dan tidak nafsu makan.

"Senora, tekanan darahmu turun. Hindari tidur larut malam dan perbanyaklah istirahat," pesan Abigail.

Menghela napasnya dalam. Nora mengangguk dan tersenyum. Kondisinya ini mungkin disebabkan karena pembukaan kedai teh baru miliknya. Dirinya cukup dibuat stres dan bekerja berlebihan.

"Jari Anda, Senora, kenapa menjadi kasar?" ungkap Salma khawatir. Seraya terus mengelus telapak tangan Nora.

"Aku membersihkan meja tadi siang," jawab Nora santai.

"Senora, kenapa Anda melakukannya?" Malah Salma yang terlihat sangat panik.

"Aku belum sempat merekrut pekerja baru. Jadi aku melakukan beberapa pekerjaan ringan."

"Senora ...." Abigail dan Salma yang justru merasa sangat cemas.

Nora tersenyum simpul. "Tenang saja. Aku tidak akan melakukannya lagi. Pengawalku selalu mengawasi," papar Nora dengan kekehan. Ia sengaja tak mau membuat dua orang itu mengkhawatirkanya.

"Abigail?" panggil Nora.

"Sí, Señora?"

"Apa kau pernah bertemu senor secara langsung?"

"Señora?"

"Apa kau pernah melihat wajahnya? Seperti apa dirinya? Kenapa dia tak pernah menampakan dirinya di hadapanku, Abigail?"

"Tadi siang, seorang pria datang mengunjungi restoran untuk memberikan sample makanan. Sosoknya, tubuh pria itu bahkan suaranya yang berat membuatku memikirkan senor. Ada ketakukan yang aku rasakan saat berhadapan denganya seolah aku sedang berhadapan dengan Isaac."

Salma menatap Abigail yang mengerutkan keningnya halus saat mendengarkan cerita Nora. Ada kekhawatiran pada wajah pria paruh baya tersebut.

"Señora, mungkin Anda terlalu lemah," ucap Abigail.

"Tapi ketakutan itu benar-benar nyata, Abigail."

"Aku akan memberimu obat, Señora. Beristirahatlah dengan baik."

Segera Abigail menyuntikan obat ke dalam infusan. Perlahan-lahan membuat Nora tenang pun terlelap masuk ke dalam tidurnya. Menyisakan keheningan-keheningan yang ia tinggalkan akibat ceritanya.

"Abigail?" Salma menatap pria paruh baya itu cemas. "Señora selalu sakit jika berhadapan dengan senor."

Tangan Abigail terhenti saat membenarkan selimut Nora. Menegakan posisi berdirinya lantas ia tatap Salma lekat-lekat.

"Doakan saja yang terbaik untuk dirinya, sudah takdirnya menjadi seperti ini," ungkap Abigail.

Salma dan Abigail saling menatap kala sama-sama mereka dengar suara derap langkah kaki yang begitu ramai semakin mendekat. Keduanya kontan berdiri menunduk bersampingan, memberi hormat pada sang empu yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

"Senor ...."

Isaac Mallen Vargas, berdiri sosok agungnya di hadapan dua bawahannya. Tanpa menyembunyikan sosoknya, ia perlihatkan wajah aslinya pada pelayan-pelayan yang telah setia mengabdi bertahun-tahun pada dirinya.

"Katakan, Abigail." Suara berat pun kelam itu menggema pada seluruh ruangan. Menyerap pada pikiran pun kontan membuat seluruh tubuh meremang merasakan intimidasi yang mendalam.

"Señora mengeluhkan sakit pada kepala serta dadanya. Tekanan darah yang menurun serta panik berlebihan membuat kondisinya semakin tidak stabil."

Gontai Isaac mendekat pada sisi ranjang. Tatapanya yang tajam menyorot pada wajah halus nan cantik yang sedang terlelap.

"Apa yang membuat Noraku sakit, Abigail? Apakah karena seorang pria yang mendatanginya untuk memberikan sample makanan?"

"Sí. Sí, Señor."

Jemarinya yang besar mengelus lembut pipi Nora. "Kenapa dirinya begitu waspada?"

Semua orang tertunduk terdiam. Abigail dan Salma, serta seluruh pengawal yang turut serta masuk ke dalam ruangan untuk mengawal tuan mereka.

"Tubuhnya seolah memiliki alarm tersendiri akan kehadiranku." Isaac mendaratkan bokongnya pada tepi ranjang, masih mengelus lembut wajah terlelap Nora.

"Pergilah kalian semua, tinggalkan aku bersama istriku," titah Isaac.

"Sí, Senor."

Lampu kamar telah dimatikan, pun pintu yang telah tertutup dengan rapat. Masih di sana Isaac berada, di samping Nora pun tak ia alihkan perhatianya sedetikpun dari wanita itu.

"Bukankah selalu kukatakan untuk tidak melakukan pekerjaan kasar? Kenapa kau tidak menurut?" Isaac memegang telapak tangan Nora yang licin sebab teroleskan obat untuk tanganya.

"Kau ingin memberontak?"

Tanganya bergerak pelan menuju bahu Nora. Menurunkan pakaian tidur istrinya hingga terpampang bahu indah dan mulus itu. Isaac memperhatikanya, menekan ibu jari pada bahu Nora dan menghilangkan polesan foundation yang digunakan untuk menyamarkan bekas kissmark yang Isaac tinggalkan.

"Señora, bangun. Bagaimana jika kutambahkan ritme pada detak jantungmu malam ini?" Isaac berbicara pelan.

.

.

.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 8

    Bau desinfektan yang menguar kuat seolah telah bersahabat dengan indera penciumanya. Dua minggu penuh Nora berada di rumah sakit untuk pemulihan. Tidak melakukan apapun, tidak bertemu Isaac, pun pemulihanya berjalan dengan lancarHatinya cukup tenang untuk beberapa saat karena pria itu yang sama sekali tak mengunjunginya. Tidak mengusik Nora selama dirinya berada di rumah sakit.Wanita itu kini duduk di sofa yang terletak pada ruang rawatnya. Memangku buket bunga yang Dorty berikan sebab wanita paruh baya itu baru saja menjenguk keadaanya. Di lihat dari raut wajahnya yang tenang, sepertinya Dorty belum tahu alasan Nora dirawat di rumah sakit ialah karena menantunya.Jadi bisa disimpulkan jika Laventa masih baik-baik saja. Pun, Isaac belum menyentuhnya. Pria itu malah telah menghabisi ayahnya dengan sadis.Perasaan Nora membeku ketika ia dengar Rayan telah meninggal dunia. Tak ada rasa sedih ataupun kehilangan. Dunianya tetap berjalan seolah sosok ayah memang tak pernah ada di dalam k

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 7

    "Jadi bagaimana kondisinya?""Harus dilakukan operasi pengangkatan.""Persetujuan dari wali pasein.""Wali pasien menyetujui segala tindak rawatan demi menjaga keselamatan pasein.""Baik, segera siapkan ruang operasi dan hubungi dokter anatesi."Sayu-sayup matanya terbuka. Samar ia melihat lampu cerah nan menyilaukan. Masih bisa ia dengar beberapa orang tengah berbincang, terdengar juga bunyi dari alat-alat rumah sakit di sekitarnya.Terbaring lemah tubuhnya di atas ranjang rumah sakit di dalam ruang ICU. Bersama beberapa dokter seta perawat yang sibuk memeriksa keadaanya.Kondisinya amat sangat kritis. Ia kehilangan banyak darah serta perut dalamnya penuh luka. Membuat wanita itu harus melakukan operasi segera untuk menyelamatkan nyawanya.Tidak ....Tanganya bergerak memegangi perut. Menetes bulir bening membasahi ujung mata wanita itu. Bibirnya bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu.Tolong selamatkan bayiku.*******Di dalam ruangan pribadinya Isaac berada. Duduk pada kursi kebe

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 6

    Satu minggu penuh Nora terserang demam. Lemah kondisi tubuhnya mengakibatkan wanita itu tak bisa berangkat bekerja. Ditambah Isaac yang selalu menemani Nora setiap malam malah semakin memperburuk kondisi kesehatanya.Abigail tak berkutik kala Isaac memanggilnya untuk menjelaskan kondisi Nora saat ini. Pasalnya, dari hari pertama demam hingga saat ini kondisi kesehatan Nora sama sekali tak membaik. Bimbang dokter paruh baya ini hendak menjelaskan jika alasan utama wanita itu sakit ialah karena Isaac terus berada di sekitarnya."Kondisinya masih belum membaik?" tanya saac. Duduk pada kursi kebesaran di dalam ruang pribadinya. Pria itu menghisap cerutu."Sí, Senor.""Padahal dia meminum obat secara teratur," cetus Isaac. Sebab dirinyalah yang selalu memberikan Nora obat setiap malam. Melalui mulut ke mulut. Berlalu Isaac keluar dari ruanganya meninggalkan Abigail. Hanya mampu menghela napas pria paruh baya itu sebab ia tahu ke mana senornya akan pergi. Ruang pribadi gelap kini sebab la

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 5

    Kesabaranya harus seluas samudra maka ia akan tinggal dengan aman di samping pria itu.Berdiri menatap luar dari balik jendela kamarnya. Nora melihat Isaac membawa pergi wanita yang ditemuinya tadi siang dalam ruang pribadi pria itu. Berjalan bersama dalam terang cahaya matahari.Nora tahu, wanita itu pelayanya. Seseorang yang bisa leluasa menatap wajah Isaac tanpa halangan. Meskipun sedikit membuat Nora berkecil hati sebab ia tak pernah miliki kesempatan seperti itu."Kenapa, Abigail? Katakan dengan jelas." Nora berbalik. Gontai menuju tepi ranjang kemudian duduk. Sementara Abigail berdiri tegap di depanya, namun tertunduk wajah pria paruh baya itu."Tolong minum obatmu, Senora.""Aku tidak sakit. Aku tidak ingin meminumnya." Nora menolak dengan lugas. Membuat Abigail tersentak sebab tak biasanya ia tak menurut."Señora ....""Ini melelahkan, Abigail. Aku tak ingin lagi terus menurutinya," papar Nora."Aku juga tak ingin terus bersabar."Abigail tak bisa memaksanya. Ia berlalu memba

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 4

    "Apa yang kau inginkan untuk hadiah ulang tahunmu, Nora?"Nora berdiri di depan meja di dalam ruangan pribadi Isaac. Bersama pria itu yang duduk seraya membelakanginya. Menghisap cerutunya berulang kali, sebab bisa Nora lihat asap putih yang mengepul dari balik tubuh besarnya.Ia mengalihkan pandanganya dari Isaac, memandang ke arah lain pun dirinya terdiam. Apa yang Nora inginkan sebagai hadiah ulang tahunya, ia sendiri tidak tahu. Harta, kekayaan serta nama besar dan suami yang disegani, dirinya telah memiliki semua hal sempurnan itu. Meskipun, dengan suami yang tak pernah ia lihat sosoknya sekalipun.Bagaimana jika permintaan sebagai hadiah ulang tahun ialah melihat wajah Isaac secara langsung? Permintaan gila yang tentunya tak akan berani Nora pinta sebab, yang akan ia dapatkan ialah cekikan dari pria itu.Nora masih ingat kejadian tragis yang menimpa dirinya saat awal-awal pernikahannya bersama Isaac. Saat itu, selalu dengan brutal Isaac menjamah tubuhnya tanpa memperlihatkan so

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 3

    Ruangan besar bernuansa hitam. Di dalamnya dipenuhi dengan rak yang menempel pada setiap sisi dinding berisikan senjata serta holster-holster dalam berbagai bentuk.Berdiri tegap seorang pria menghadap ke arah luar jendela. Memasukan satu lenganya ke dalam saku celana, sementara pada satu lenganya lagi terselip cerutu yang tengah ia hisap.Pria paruh baya di belakangnya menunduk seraya membawa hasil laporan kesehatan Nora. Siap untuk dilaporkan pada sang empu yang meminta dirinya untuk datang."Katakan, Abigail," titah Isaac, tanpa berbalik menatap Abigail. Masih berdiri pada posisi yang sama."Senor ... kondisi señora begitu lemah. Jika Anda terus menggunakan tubuhnya, kesehatanya akan terancam," adu Abigail terang-terangan. Disertai degup jantung yang berpacu dua kali lipat kala ia berhadapan dengan sang empu.Selalu menegangkan atmosfir tempat di mana pun Isaac berada. Membuat semua orang mati kutu saat berhadapan dengan pria dingin yang tak segan menebas kepala hanya karena satu k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status