Share

Chapter 3

Author: Rara Radika
last update Last Updated: 2025-12-03 02:19:06

Ruangan besar bernuansa hitam. Di dalamnya dipenuhi dengan rak yang menempel pada setiap sisi dinding berisikan senjata serta holster-holster dalam berbagai bentuk.

Berdiri tegap seorang pria menghadap ke arah luar jendela. Memasukan satu lenganya ke dalam saku celana, sementara pada satu lenganya lagi terselip cerutu yang tengah ia hisap.

Pria paruh baya di belakangnya menunduk seraya membawa hasil laporan kesehatan Nora. Siap untuk dilaporkan pada sang empu yang meminta dirinya untuk datang.

"Katakan, Abigail," titah Isaac, tanpa berbalik menatap Abigail. Masih berdiri pada posisi yang sama.

"Senor ... kondisi señora begitu lemah. Jika Anda terus menggunakan tubuhnya, kesehatanya akan terancam," adu Abigail terang-terangan. Disertai degup jantung yang berpacu dua kali lipat kala ia berhadapan dengan sang empu.

Selalu menegangkan atmosfir tempat di mana pun Isaac berada. Membuat semua orang mati kutu saat berhadapan dengan pria dingin yang tak segan menebas kepala hanya karena satu kesalahan saja.

Abigail tak pernah seberani ini sebelumnya. Terang-terangan mengungkapkan kondisi Nora yang memanglah amat lemah imun tubuh wanita itu. Terlebih saat Abigail mengatakan sebab dan akibat kondisi Nora yang disebabkan oleh Isaac, sungguhlah ia mengungkapkan sembari mempertaruhkan nyawanya sendiri.

"Jadi, apa yang harus kulakukan, Abigail?"

"Biarkan senora beristirahat dan beri jeda untuk memakai tubuhnya, Senor."

Isaac menghisap cerutunya, berbalik pria itu lalu menghembuskan asap tebal dari bibirnya. Pandanganya memicing pada Abigail yang kontan tertunduk dalam.

"Alih-alih memintaku untuk memberinya jeda, lebih baik kau usahakan kekuatan tubuhnya itu. Memanglah sangat amat lemah dia ketika kupakai hingga rasanya aku sedang bercinta dengan seongok patung yang keras."

"Sí, Senor." Abigail dengan cepat menjawab.

"Periksa juga pot bunga di dekat jendela kamarnya. Obat-obatanmu telah bersarang di sana, Abigail."

"Sí, Senor ...."

Kedua mata Abigail membulat saat ia dengar ungkapan dari tuanya. Tak pernah ia berpikir jika Nora akan membuang obat-obatan yang dirinya berikan. Pantas saja kondisi wanita itu semakin lemah dari hari ke hari.

"Pergilah Abigail, lalu sampaikan juga pesanku untuknya." Isaac mematikan sulutan pada cerutunya ke dalam asbak.

"Degup jantungnya akan terus terpompa semakin cepat jika dia menolak untuk menurut."

"Sí, Senor."

********

Senor ....

Degup jantung Nora berpacu dua kali lipat, membuat rasa sakit seolah akan keluar memberontak dari dadanya.

Kontan ia pegang dadanya yang sakit. Keringat dingin jatuh pada pelipis serta napasnya yang tersenggal berat.

"Kau baik-baik saja, Senorita?" Tadeo cepat menopang bahu Nora yang tiba-tiba limbung.

Pria pengirim sample makanan itu mengiring Nora untuk duduk di kursi. Sigap ia mengambilkan air hangat untuknya.

"Wajahmu pucat sekali, Senorita."

Nora merasakan dadanya yang amat sesak seperti tengah diremas-remas di dalam. Kepalanya berkunang-kunang serta ia rasakan seluruh tubuhnya seolah hancur lebur berantakan.

Senor ....

Pria itu menghancurkanya lagi tadi malam. Bahkan saat kondisinya amat lemah di bawah efek obat penenang yang disuntikan.

Ditambah tadi pagi Nora mendapat kabar dari Abigail yang memperingatinya untuk meminum obat secara teratur sebab Isaac telah mengetahui ke mana semua obat yang seharusnya Nora minum, ternyata tak masuk ke dalam tubuhnya dan malah Nora tanam di dalam pot bunga.

Pun, inilah hukumanya. Detak jantungnya akan bekerja dua kali lipat jika dirinya tidak menurut.

Nora melirik Tadeo sekilas lalu ia alihkan kembali pandanganya dari pria itu. Melepaskan genggaman tangannya pada tangan Tadeo yang tanpa sadar ia genggam cukup lama.

"Terimakasih," ucap Nora. Hendak bangkit dari duduknya, tapi tiba-tiba dirinya limbung kembali dan hendak jatuh. Beruntung dengan sigap Tadeo berada di sisinya untuk menahan tubuh Nora.

Refleks Nora memegang lengan Tadeo yang besar kekar berotot. Membuat kepalanya semakin pening sebab ia selalu teringat sosok Isaac jika berada di sekitar pria pengirim sample makanan itu. Sosok Tadeo yang baginya sama persis dengan aura Isaac yang mencekam yang selalu Nora rasakan. Meskipun Nora tahu jika mereka adalah pria yang berbeda.

Tadeo menatap Nora dengan raut penuh cemas. Memegang tubuh ramping pun lemah wanita itu dengan kuat.

"Kau mau kubawa ke rumah sakit. Senorita?"

Nora kembali menegakan tubuhnya sendiri dengan bertopang pada sisi meja. Melepaskan pegangan tangan Tadeo pada tubuhnya.

"Aku baik-baik saja, dan terimakasih," ucap Nora.

"Kau sudah meminum obatmu?" Tadeo bertanya lagi. Nada suaranya terdengar lebih berat pun kelam yang kontan membuat Nora mendongak menatapnya.

"Sudah." Nora menjawab, tanpa ia sadari. Seolah pikiranya sedang dikendalikan oleh pria itu.

Pandangan mereka saling bertemu. Menunduk Tadeo menatap wanita cantik yang lebih pendek darinya, pun Nora yang mendongak pada pria itu. Tatapan tajam Tadeo membuat Nora diselimuti kabut kekhawatiran. Namun, detik kemudian lenyap saat pria itu mengulas senyumannya.

"Senorita, kau melamun?"

Nora berkedip. Tatapanya masih tertuju pada Tadeo pun sengaja tak ia alihkan sedikitpun meski jantungnya kembali berdebar sangat kencang. Nora ingin membuat dirinya yakin jika pria ini bukanlah sosok Isaac yang harus dirinya takuti.

"Berhenti memanggilku senorita, Tadeo," tutur Nora.

Tadeo mengangkat sebelah alisnya. "Baiklah, aku akan memanggilmu senora mulai sekarang."

"Tidak. Panggil saja aku Nora, itu nama panggilanku."

"Tidak sopan untuk memanggilmu seperti itu," kata Tadeo. Wajahnya mengeryit menandakan ketidaksukaanya.

"Tidak masalah. Panggil saja aku seperti itu."

"Baiklah, Nora."

Nora memegangi telapak tanganya yang basah karena keringat. Gugup benar-benar gugup ia dihadapakan dengan Tadeo. Entah kenapa, tubuhnya merasa jika aneh jika bersama pria itu.

Mata Nora bergerak pada seorang pengawal yang berada di ujung ruangan. Diam pria bertubuh tegap itu seperti patung hanya saja tatapanya tertuju kepada Nora ke mana pun dirinya bergerak. Pengawal tersebut pasti akan mengadu kepada Isaac mengenai kejadian hari ini.

Tadeo mengamati arah pandang Nora, tak lama ia kembali melirik pada wanita cantik itu.

"Perhatianya terus mengikutimu ke mana pun kakimu melangkah," cetus Tadeo santai.

Nora tersenyum tipis menanggapinya. "Itu karena suamiku sangat peduli padaku."

Tadeo refleks terkekeh mendengarnya. Membuat Nora langsung menatapnya bingung.

"Ada apa?" tanya Tadeo. Sebab tatapan Nora yang begitu intens padanya.

"Kau tertawa," jawabnya pelan.

"Tertawaku aneh?"

Nora menggeleng samar. Lalu, mengalihkan pandanganya ke arah lain, lari dari tatapan mata Tadeo.

Jadi, seorang pria juga bisa tertawa?

"Nour Valle Lenero."

Seseorang memanggil nama lengkap Nora dari arah pintu masuk. Kurir menghantarkan paket dokument yang harus Nora tandatangani.

"Gracias."

Nora membawa dokument tersebut pada meja kasir. Meletakanya di dalam laci di sana.

"Senora, kami telah selesai membuat hidangan yang Anda minta," adu seorang pelayan dari dapur.

"Sí. Aku akan melihatnya."

Nora diikuti Tadeo masuk ke dalam dapur. Mencicipi makanan yang telah siap dibuat oleh para pelayan di sana.

Tadeo mengecapkan bibirnya merasakan makanan di atas meja yang merupakan sample makanan yang ia bawa sebelumnya.

"Kurasa kalian kurang menambahkan minyak wijen," papar Tadeo. "Bagaimana menurutmu, Nora?"

Nora mengangguk pelan setuju. "Ya, rasanya kurang dari buatanmu sebelumnya." Ia menghela napas kasar. "Hanya perlu menghangatkan makanan serta menambahkan minyak wijen, tapi rasanya tetap kalah dari buatanmu, Tadeo," ungkap Nora.

Tadeo tersenyum. "Aku bisa datang untuk mengajarkanmu jika kau mau, Nora."

"Kau tidak sibuk?" tanya Nora.

"Tentu saja tidak. Agar pelangganku terus bertambah, tentu saja perusahaan akan melakukan yang terbaik."

Nora tersenyum tipis. Itupun membuat Tadeo menatapnya amat intens. Sebab, wanita itu cantik kala dirinya tersenyum.

Setuju Nora dengan minat Tadeo yang hendak mengajarinya. Ia pun mengijinkan pria itu untuk datang ke restoran setiap jadwal yang tentu saja mereka setujui.

"Kau perlu mencatat nomor teleponku, Nora. Karena setelah ini, kita akan sering bertemu."

Nora menyetujui. Lantas, ia keluarkan ponselnya untuk mencatat nomor ponsel Tadeo. Tak sengaja membiarkan pria itu melihat gambar yang dijadikan lock screen pada ponselnya. Gambar itu,  adalah Nora yang tengah berdiri di depan cermin seraya memakai gaun pengantinya.

*****

Suara higheels menghentak lantai terdengar beraturan. Seksi lenggokan tubuh dari wanita cantik dengan kaki jenjang yang tengah melangkah memasuki area mansion. Tubuhnya yang berbentuk gitar spanyol amat cantik dengan balutan dress slim fit berwarna merah. Wajah cantik nan erotis pun kaca mata hitam yang bertengger pada hidung mancung serta warna lipstik merona senada dengan bajunya.

Terpasang sebuah topi besar menutupi atas kepalanya, rambut ikal bergelombang berwarna coklat gelap dibiarkan terurai panjang. Sapu tangan berwarna hitam membalut khusus pada telapak tangan serta jemari yang ramping. Indah nan sempurna penampilan dari wanita itu.

Menunduk hormat setiap insan di sana. Menyapa segan serta membiarkan wanita tersebut masuk ke dalam ruang pribadi Isaac.

Terduduk di atas sofa tunggal Isaac pada ruang pribadinya. Membuka kakinya cukup lebar kala dirinya duduk. Tertunduk wajah ganas itu dalam pun memejam mata, sebelah tanganya menempel pada dahi yang tengah ia urut pening.

"Senor ...."

Terbuka kedua mata Isaac, mendapati seorang wanita cantik yang kini telah bersimpuh di hadapanya. Satu tanganya terulur untuk mencengkram rahang runcing wanita tersebut.

"Sarai, kau tahu apa yang harus kau lakukan?" Berat pun dalam Isaac berucap, menatap tajam pada Sarai yang mengangguk pelan menjawab ucapanya.

"Lepaskan pakaianmu sekarang," titah Isaac.

Sarai kembali berdiri menegakan tubuhnya yang seksi. Membuka setiap helai kain yang menutupi tubuhnya. Indah seksi pun berlekuk molek terisi cantik daging setiap inti sensitifnya. Membuat siapapun pria haus akan menyentuh pahatan indah tersebut.

Berlekuk-lekuk tubuhnya memutari tiang yang berada di sana tepat di hadapan Isaac. Memberikan gerakan terbaik guna memuaskan hasrat tuanya.

Tatapan tajam Isaac memperhatikan setiap gerakan indah Sarai di depan. Pelan-pelan ia sesap redwine dari dalam gelasnya lantas ia nyalakan sebatang ceturu pada selah jemari. Menghisap hingga mengeluarkan asap tebal.

"Mulailah." Kembali Isaac memerintah.

"Senor ...."

Isaac memejamkan kembali kedua matanya. Merasakan setiap sentuhan sensual yang bergerlya pada dadanya yang kekar berotot dari jemari lentik wanita yang kini berada di atas pangkuanya.

"Nour Valle Lenero, listo para servirle."

(Nour Valle Lenero, siap melayani Anda)

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 8

    Bau desinfektan yang menguar kuat seolah telah bersahabat dengan indera penciumanya. Dua minggu penuh Nora berada di rumah sakit untuk pemulihan. Tidak melakukan apapun, tidak bertemu Isaac, pun pemulihanya berjalan dengan lancarHatinya cukup tenang untuk beberapa saat karena pria itu yang sama sekali tak mengunjunginya. Tidak mengusik Nora selama dirinya berada di rumah sakit.Wanita itu kini duduk di sofa yang terletak pada ruang rawatnya. Memangku buket bunga yang Dorty berikan sebab wanita paruh baya itu baru saja menjenguk keadaanya. Di lihat dari raut wajahnya yang tenang, sepertinya Dorty belum tahu alasan Nora dirawat di rumah sakit ialah karena menantunya.Jadi bisa disimpulkan jika Laventa masih baik-baik saja. Pun, Isaac belum menyentuhnya. Pria itu malah telah menghabisi ayahnya dengan sadis.Perasaan Nora membeku ketika ia dengar Rayan telah meninggal dunia. Tak ada rasa sedih ataupun kehilangan. Dunianya tetap berjalan seolah sosok ayah memang tak pernah ada di dalam k

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 7

    "Jadi bagaimana kondisinya?""Harus dilakukan operasi pengangkatan.""Persetujuan dari wali pasein.""Wali pasien menyetujui segala tindak rawatan demi menjaga keselamatan pasein.""Baik, segera siapkan ruang operasi dan hubungi dokter anatesi."Sayu-sayup matanya terbuka. Samar ia melihat lampu cerah nan menyilaukan. Masih bisa ia dengar beberapa orang tengah berbincang, terdengar juga bunyi dari alat-alat rumah sakit di sekitarnya.Terbaring lemah tubuhnya di atas ranjang rumah sakit di dalam ruang ICU. Bersama beberapa dokter seta perawat yang sibuk memeriksa keadaanya.Kondisinya amat sangat kritis. Ia kehilangan banyak darah serta perut dalamnya penuh luka. Membuat wanita itu harus melakukan operasi segera untuk menyelamatkan nyawanya.Tidak ....Tanganya bergerak memegangi perut. Menetes bulir bening membasahi ujung mata wanita itu. Bibirnya bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu.Tolong selamatkan bayiku.*******Di dalam ruangan pribadinya Isaac berada. Duduk pada kursi kebe

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 6

    Satu minggu penuh Nora terserang demam. Lemah kondisi tubuhnya mengakibatkan wanita itu tak bisa berangkat bekerja. Ditambah Isaac yang selalu menemani Nora setiap malam malah semakin memperburuk kondisi kesehatanya.Abigail tak berkutik kala Isaac memanggilnya untuk menjelaskan kondisi Nora saat ini. Pasalnya, dari hari pertama demam hingga saat ini kondisi kesehatan Nora sama sekali tak membaik. Bimbang dokter paruh baya ini hendak menjelaskan jika alasan utama wanita itu sakit ialah karena Isaac terus berada di sekitarnya."Kondisinya masih belum membaik?" tanya saac. Duduk pada kursi kebesaran di dalam ruang pribadinya. Pria itu menghisap cerutu."Sí, Senor.""Padahal dia meminum obat secara teratur," cetus Isaac. Sebab dirinyalah yang selalu memberikan Nora obat setiap malam. Melalui mulut ke mulut. Berlalu Isaac keluar dari ruanganya meninggalkan Abigail. Hanya mampu menghela napas pria paruh baya itu sebab ia tahu ke mana senornya akan pergi. Ruang pribadi gelap kini sebab la

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 5

    Kesabaranya harus seluas samudra maka ia akan tinggal dengan aman di samping pria itu.Berdiri menatap luar dari balik jendela kamarnya. Nora melihat Isaac membawa pergi wanita yang ditemuinya tadi siang dalam ruang pribadi pria itu. Berjalan bersama dalam terang cahaya matahari.Nora tahu, wanita itu pelayanya. Seseorang yang bisa leluasa menatap wajah Isaac tanpa halangan. Meskipun sedikit membuat Nora berkecil hati sebab ia tak pernah miliki kesempatan seperti itu."Kenapa, Abigail? Katakan dengan jelas." Nora berbalik. Gontai menuju tepi ranjang kemudian duduk. Sementara Abigail berdiri tegap di depanya, namun tertunduk wajah pria paruh baya itu."Tolong minum obatmu, Senora.""Aku tidak sakit. Aku tidak ingin meminumnya." Nora menolak dengan lugas. Membuat Abigail tersentak sebab tak biasanya ia tak menurut."Señora ....""Ini melelahkan, Abigail. Aku tak ingin lagi terus menurutinya," papar Nora."Aku juga tak ingin terus bersabar."Abigail tak bisa memaksanya. Ia berlalu memba

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 4

    "Apa yang kau inginkan untuk hadiah ulang tahunmu, Nora?"Nora berdiri di depan meja di dalam ruangan pribadi Isaac. Bersama pria itu yang duduk seraya membelakanginya. Menghisap cerutunya berulang kali, sebab bisa Nora lihat asap putih yang mengepul dari balik tubuh besarnya.Ia mengalihkan pandanganya dari Isaac, memandang ke arah lain pun dirinya terdiam. Apa yang Nora inginkan sebagai hadiah ulang tahunya, ia sendiri tidak tahu. Harta, kekayaan serta nama besar dan suami yang disegani, dirinya telah memiliki semua hal sempurnan itu. Meskipun, dengan suami yang tak pernah ia lihat sosoknya sekalipun.Bagaimana jika permintaan sebagai hadiah ulang tahun ialah melihat wajah Isaac secara langsung? Permintaan gila yang tentunya tak akan berani Nora pinta sebab, yang akan ia dapatkan ialah cekikan dari pria itu.Nora masih ingat kejadian tragis yang menimpa dirinya saat awal-awal pernikahannya bersama Isaac. Saat itu, selalu dengan brutal Isaac menjamah tubuhnya tanpa memperlihatkan so

  • Obsesi Manis Suami Misteriusku   Chapter 3

    Ruangan besar bernuansa hitam. Di dalamnya dipenuhi dengan rak yang menempel pada setiap sisi dinding berisikan senjata serta holster-holster dalam berbagai bentuk.Berdiri tegap seorang pria menghadap ke arah luar jendela. Memasukan satu lenganya ke dalam saku celana, sementara pada satu lenganya lagi terselip cerutu yang tengah ia hisap.Pria paruh baya di belakangnya menunduk seraya membawa hasil laporan kesehatan Nora. Siap untuk dilaporkan pada sang empu yang meminta dirinya untuk datang."Katakan, Abigail," titah Isaac, tanpa berbalik menatap Abigail. Masih berdiri pada posisi yang sama."Senor ... kondisi señora begitu lemah. Jika Anda terus menggunakan tubuhnya, kesehatanya akan terancam," adu Abigail terang-terangan. Disertai degup jantung yang berpacu dua kali lipat kala ia berhadapan dengan sang empu.Selalu menegangkan atmosfir tempat di mana pun Isaac berada. Membuat semua orang mati kutu saat berhadapan dengan pria dingin yang tak segan menebas kepala hanya karena satu k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status