"Bangsawan Evanthe memberi salam pada Yang Mulia Permaisuri, dan sang bintang Kekaisaran, Yang Mulia Pangeran."
Sekelompok orang menunduk memberi hormat dengan serentak. Dipimpin oleh seorang pria yang usianya sudah tidak muda lagi, dan diikuti oleh anggota keluarganya dan beberapa pelayan yang mengikut mereka untuk menyambut sang bulan dan bintang Kekaisaran."Tegakkan badan kalian." Bellanca memberi senyuman formalnya setelah orang-orang di depannya melakukan seperti yang dia perintahkan. Dia lalu mulai berucap lagi, "aku ingin berterima kasih karena kau menyetujui kunjunganku ini, Grand Duke. Kalian pasti telah melewati waktu yang sibuk karena kunjunganku dan putraku ke mari.""Itu tidak benar, Yang Mulia. Justru keluarga Evanthelah yang beruntung karena Anda berdua mau datang ke kediaman kami. " Pria tua itu menjawab dengan rendah hati. "Tentu sudah sepatutnya kami melakukan yang terbaik untuk menyambut Anda dan Yang Mulia Pangeran."Pria tua itu bersikap dengan sangat baik dan tenang. Dia tetap menjaga wibawanya dan disaat bersamaan bersikap dengan merendahkan dirinya sendiri untuk menunjukkan penghormatan kepada lawan bicaranya saat ini.Semua itu tidak luput dari Arxen yang berdiri di sebelah Bellanca. Dia bisa melihat semua dengan jelas. Yaitu tentang bagaimana pria tua di depannya berusaha mempertahankan sikap terhormatnya dengan tanpa cela.Tatapan Arxen tampak sangat datar dan dingin. Dia bahkan tidak repot-repot tersenyum saat terlihat jelas bahwa orang-orang di depannya beberapa kali mencuri pandang ke arahnya.Arxen sangat tahu apa yang ada di pikiran semua orang itu. Mengulang kehidupan berkali-kali membuat Arxen sampai sudah bosan dengan topeng kepura-puraan yang mereka tunjukkan padanya dan sang ibu.Terlebih, pria tua yang tengah berbincang dengan ibunya itu.Macario Evanthe. Pria yang masih menjadi pemimpin di keluarga Evanthe dan yang masih memegang teguh jabatan Grand Duke di Kekaisaran ini meski umurnya telah tua dan meski penerusnya telah sangat cukup umur untuk menerima posisi itu dan menggantikannya.Orang ini adalah kakek Aruna yang sangat gadis itu hormati dan sayangi di setiap kehidupan yang Arxen jalani. Aruna sangat memercayai kakeknya dan menuruti semua ucapan dari sang kakek. Meski Aruna keras kepala dan sering memberontak, tapi Aruna sangat jarang membantah perintah dari sang kakek.Semua karena Aruna terlalu percaya kalau di antara semua keluarganya, hanya kakeknya saja yang tulus menyayanginya. Aruna bahkan menganggap sang kakek sebagai dewa.Tapi ... Aruna sebenarnya sudah tertipu oleh topeng yang ditunjukkan pria tua itu. Nyatanya, Macario sejak awal tidak benar-benar memedulikan dan menyayangi cucunya sendiri. Dia hanya menunjukkan kepedulian karena tahu kalau Aruna memiliki kemungkinan untuk membawa nama keluarga Evanthe semakin melambung tinggi dan menjadi lebih dihormati.Pada akhirnya, Macario Evanthe tidak berbeda dengan anggota keluarga Aruna yang lain. Dan kalau Arxen bisa mengatakannya secara gamblang, sebenarnya Macario adalah dalang dari semua penderitaan yang Aruna alami.Arxen menyadari semua itu di salah satu perputaran kehidupan yang dia jalani. Karena di kehidupan itu ... penyebab kematian Aruna adalah karena sang kakek yang sangat dipercayai oleh gadis itu."Senang bertemu dengan anda lagi, Yang Mulia Pangeran."Arxen langsung mengernyit saat seorang pria yang tadinya berdiri di belakang Macario kini maju dan menyapanya sambil tersenyum lebar.Pria berambut coklat dengan mata crimson yang seperti menyala itu adalah putra satu-satunya Macario. Namanya adalah Beroz Evanthe, ayah kandung Aruna.Ahh, orang itu adalah salah satu yang paling Arxen benci dan ingin segera dia bunuh.Di sisi lain, Beroz yang seperti tidak bisa melihat tatapan penuh permusuhan Arxen justru memberi bocah itu tatapan penuh minat. "Bagaimana kabar Anda selama ini, Yang Mulia?""Kabarku sangat baik." Arxen terpaksa menjawab sambil tersenyum. Dia tidak ingin Ibunya marah jika dia bersikap tidak sopan terhadap orang ini. Karena bagaimana pun, Arxen yang seorang Pangeran tetap saja tidak bisa bersikap seenaknya terhadap seseorang yang menyandang nama Evanthe.Meski begitu, Arxen yang dengan sengaja hanya menjawab dengan singkat dan tidak balas bertanya sepertinya membuat Beroz jadi tersinggung--terlihat dari senyumnya yang menjadi kaku.Beroz berdeham singkat dan berusaha mengatur kembali ekspresinya. "Sungguh sebuah kebahagiaan bagi saya mendengar--""Kalian tidak akan bisa menangkapku!"Suara seorang anak kecil yang terdengar keras diikuti suara pelayan yang memanggil-manggil sebuah nama itu membuat orang-orang menoleh karena percakapan mereka terinterupsi.Dada Arxen langsung berisik dengan perasaan campur aduk saat mata hazelnya menangkap sosok gadis kecil beberapa meter di depan sana yang tengah berlari menuju ke arahnya dengan dikejar para pelayan yang memanggil-manggilnya dengan perasaan cemas dan takut, apalagi saat mereka sepertinya telah melihat sosok Bellanca, juga Macario yang ekspresinya langsung mengeras."Nona Muda, tolong berhentilah berlari!"Para pelayan berganti-gantian memanggil anak kecil itu namun sama sekali tidak didengarkan. Anak itu justru mempercepat langkahnya sambil tertawa bahagia. Dia sama sekali tidak terlihat takut saat Ayahnya justru menunjukkan kegeramannya dengan jelas, dan Ibunya juga memanggilnya dengan kesal.Gadis kecil itu berusaha meloloskan diri saat para pelayan yang sebenarnya bertugas untuk menyambut dan melayani Permaisuri kini mengelilinginya dan mengurung pergerakannya karena perintah dari Beroz.Tapi itu hanya bertahan beberapa detik saja. Tepat saat mereka akan berhasil menangkapnya, gadis kecil itu dengan gesit melarikan diri dan kembali memacu langkahnya. Dia hampir berhasil melewati Arxen, tapi Arxen segera menggeser posisinya hingga si gadis kecil yang tidak memperhitungkan perbuatan Arxen ini jadi menabrak Arxen. Tubuhnya jadi oleng dan hampir jatuh kalau saja sang pangeran tidak segera menahannya.Semua terjadi dengan sangat tiba-tiba. Orang-orang yang sebelumnya memekik khawatir saat Aruna menabrak Arxen dan hampir jatuh, kini tanpa sadar menghembuskan napas lega namun di sisi lain merasa cemas karena memikirkan reaksi yang akan ditunjukkan Permaisuri dan Pangeran."Terima kasih, kakak!"Suara dengan nada ceria yang memasuki telinga Arxen itu terdengar seperti melodi yang indah. Senyum lebar di wajah yang polos dan cantik, mata bulat dengan warna crimson dan rambut lilac panjang yang sedikit bergelombang itu berhasil membuat Arxen memandanginya dengan lekat.Ada perasaan rindu yang menyesakkan yang Arxen rasakan saat dia melihat sosok yang paling didambakannya itu. Masih teringat dengan jelas oleh benaknya tentang kematian gadis ini di kehidupan sebelumnya.Aruna Evanthe. Sosok luar biasa yang Arxen anggap sebagai malaikatnya meski perbuatan gadis itu kerap kali menyamai iblis.Gadis kecil yang memantulkan sosok Arxen di mata crimsonnya itu. Gadis yang terlihat polos dan ceria ini adalah Aruna Evanthe. Cinta pertama dan terakhir Arxen.Satu-satunya orang yang Arxen dambakan.Aruna yang saat ini terlihat polos dan bahagia ... sosoknya akan berubah saat gadis itu beranjak dewasa nanti.***Saat pagi telah tiba, Aruna bangun dengan tubuh yang terasa lebih ringan dibanding biasanya. Gadis itu tersenyum senang saat memulai hari di kamar baru yang dia akan tempati sementara kamarnya sedang dalam perbaikan. Dengan terbongkarnya sihir Aruna semalam, perlakuan yang dia terima di kediaman ini jadi berbeda. Jelas sekali terlihat bahwa para pelayan jadi semakin segan terhadap Aruna, dan beberapa bahkan seperti menjauh karena takut dengan kekuatannya. Aruna yakin, gara-gara kejadian ini keluarga terlebih kedua kakaknya pun jadi harus berpikir ribuan kali untuk mengganggu dirinya karena takut dengan sihir besar yang dia miliki. Bahkan kedua orang tuanya sekarang tidak bisa berlaku semena-mena. Mereka jadi menahan diri apalagi saat Macario secara terang-terangan menunjukkan dukungan dan keberpihakannya pada Aruna. Bisa dibilang, hidup Aruna di kediaman ini mulai berubah ke arah yang semakin baik hanya karena Aruna menunjukkan kemampuan sihir yang selama ini ditutup-tutupinya. Sa
"Aku akan mengirimkan para pelayan yang akan melayanimu. Mereka akan kutugaskan untuk melindungimu dari kejahatan yang dilakukan oleh keluargamu. Mereka akan terus memberi laporan padaku, selain itu kita juga bisa tetap berhubungan. Kau hanya perlu menitipkan suratmu pada mereka, Aruna."Waktu telah banyak berlalu dan mengubah banyal hal, namun Aruna masih mengingat dengan jelas ucapan Arxen yang diucapkan lebih dari enam tahun yang lalu, tepatnya setelah Arxen menyampaikan perpisahannya dan 'menghilang' dari pandangan Aruna. Saat itu, pemuda yang paling Aruna percayai dan yang menjadi tempatnya bergantung itu tiba-tiba saja mengatakan sesuatu yang membuat Aruna langsung kecewa. Arxen keluar dari area yang dapat dijangkau oleh Aruna. Seperti janjinya, Arxen memang mengirimkan beberapa pelayan sebagai gantinya. Awalnya para pelayan itu memang melayani Aruna dengan baik dan menentang siksaan yang ditujukan pada Aruna. Aruna dilindungi oleh mereka dengan membawa nama Arxen. Semua berjal
Aruna melangkah ringan di koridor panjang kediaman Evanthe. Gadis itu bersenandung pelan, sedang bibirnya mengulas senyum bahagia. Suasana hati gadis itu terlihat sangat bagus kali ini, berbanding terbalik dengan apa yang dirasakannya selama beberapa hari terakhir ini. Di belakangnya, para pelayan dengan setia mengikuti ke mana kaki sang Nona akan melangkah. Aruna lalu mempercepat langkah kakinya dan berhenti tepat di ujung tangga. Sedikit menunduk, Aruna melihat pintu kediamannya yang masih tertutup. Menoleh pada pelayan yang kini sudah ada di sampingnya, Aruna bertanya dengan tidak sabaran, "apa sudah ada kabar dari Arxen lagi? Kapan dia akan sampai?" "Tidak ada kabar lain yang datang, Nona." Salah satu pelayan yang paling senior di antara mereka menjawab. "Kabar terakhir yang diterima hanya surat yang memberi tahu kalau Yang Mulia Pangeran akan berkunjung sore ini." Aruna langsung mendesah meski pelan. Jelas sekali ada kekecewaan yang timbul di raut wajahnya. Dia kembali meliha
Halo, ini Cyra Arluna. Tujuan saya buat bab catatan ini sebenernya karena catatan yang bisa ditambahin perbab itu limit cuma bisa 150 words, sedangkan catatan penulis saya kali ini ada dua kali lipatnya hehehe. Saya rasa ini penting untuk disampaikan, dan dulu sudah pernah saya sampaikan di pf sebelah juga.Di cerita ini saya mengangkat beberapa isu-isu yang sebenarnya sangat disayangkan tapi mungkin orang di sekitar kita atau bahkan kita sendiri gak sadar pengaruh besar yang dihasilkannya. Contohnya pola asuh keluarga Aruna yang buruk akan berdampak pada pertumbuhan Aruna yang pasti akan punya cara berpikir dan bertindak yang melenceng. Saya pengen orang-orang makin sadar kalau pola asuh itu salah satu aspek paling penting yang berpengaruh pada pertumbuhan suatu individu. Gak perlu cara ekstrim kayak keluarga Aruna. Dengan beberapa hal simpel kayak ngebanding-bandingin anak, susah ngasih apresiasi dan selalu menekan anak untuk menjadi sosok yang terbaik, bahkan nakut-nakutin pun
"Eissha."Suara berat seorang lelaki yang menyebut namanya membuat tubuh wanita itu menegang seketika. Tangannya berubah jadi sedingin es saat dia merasa takut. Trauma yang masih cukup membekas dalam ingatannya membuat dia rasanya ingin segera pergi dari sini untuk menghindari si pemanggil. "Eissha!" Suara Beroz meninggi saat wanita bersurai kuning lemon di depannya tidak juga membalikkan badan untuk menghadapnya. Beroz menggeram. Dia mengusir semua pelayan yang ada di sana lalu melangkahkan kaki menghampiri Eissha yang tubuhnya jadi sedikit gemetaran. Pria itu tiba-tiba menarik kuat pergelangan tangan Eissha, memaksa gadis itu untuk melihatnya. "Apa kau berniat mengabaikanku sekarang?!" Beroz terlihat marah. Memandang nyalang pada wanita itu. "Beraninya kau?!""Ti-tidak." Eissha menggeleng keras dengan wajah yang pasi. "A-aku ti-dak--""Jangan kau lupakan! Aku telah membelimu dengan harga yang sangat mahal."Beroz tiba-tiba memajukan wajah, membuat tubuh Eissha semakin gemetar. Ba
Banyak hal yang berubah di kediaman Evanthe sejak kedatangan selir baru Beroz. Wanita yang usianya masih pertengahan kepala dua, memiliki paras cantik yang tentunya lebih segar dari Yeslyhn. Wanita bernama Eissha Deviella yang merupakan satu-satunya putri yang terlahir bagi Count Deviella. Memiliki penampilan menarik dengan rambut berwarna kuning lemon dan mata hijau terang. Banyak pelayan yang awalnya enggan berdekatan dengan wanita itu karena takut dengan amukan Yeslyhn. Namun mereka yang ditugaskan langsung untuk melayani wanita itu tidak bisa menghindar. Dengan terpaksa, mereka harus melayaninya dengan baik dan selalu berada di dekatnya. Terlebih, wanita itu sedang hamil. Mengandung anak Beroz yang setelah lahir nanti pasti akan menyandang nama Evanthe dan menikmati semua kemewahan dan kekuasaan yang pantas dimiliki oleh seorang Evanthe. Awalnya, para pelayan yang melayaninya memandang Eissha dengan tatapan yang buruk. Apalagi desas-desus yang beredar di kediaman adalah Eissha y