Minggu berikutnya, Aldebaran Corp kembali ke kondisi profesionalisme yang sempurna terlalu sempurna. Alex dan Nara bertindak seolah-olah mereka baru saja melewati sesi pelatihan etika yang ketat.
Alex adalah CEO yang dingin dan tidak tersentuh. Nara adalah asisten yang efisien dan tak terjangkau. Mereka hanya berkomunikasi melalui interkom atau email formal. Di ruang rapat, mereka duduk terpisah, dan Alex bahkan secara rutin meminta staf junior lain untuk menyajikan kopi dan dokumennya. Ini adalah perang dingin yang Alex ciptakan untuk meredam kecurigaan Vira.
Nara merasa seperti hidup dalam sangkar. Setelah kebebasan yang mereka rasakan di Milan dan di ruang direksi yang gelap, kembali ke aturan ini terasa berat. Setiap kali Alex memandangnya di ruang rapat, pandangan mereka hanya bertahan sepersekian detik, tetapi di dalamnya tersembunyi gema dari sentuhan yang mereka bagi.
Di sisi lain, Vira tampak puas. Ia melihat Nara diabaikan dan Alex menjaga jar
Nara memulai hari pertamanya sebagai Kepala Strategi Operasional di NovaTech. Kantor itu terasa lebih cerah, lebih muda, dan lebih santai dibandingkan Aldebaran Corp yang dingin dan kaku. Ia duduk di mejanya yang luas, di sebuah cubicle modern dengan pemandangan kota yang berbeda. Ia harusnya merasa bersemangat dan lega, tetapi yang ia rasakan hanyalah kehampaan yang familiar.Pekerjaan barunya menantang, menuntutnya untuk segera terjun ke analisis data dan strategi ekspansi global. Nara melemparkan dirinya ke dalam pekerjaan itu, menggunakan ambisi sebagai perisai terhadap rasa sakit. Ia tidak punya waktu untuk memikirkan Alex, Ayah Alex, atau Eliza.Nyonya Renata, Kepala HRD yang ramah, menghampirinya. "Nara, selamat datang. Kami sangat senang memilikimu. Ada beberapa hal yang harus kamu ketahui.""Terima kasih, Bu Renata," jawab Nara, dengan senyum profesional."Kantor ini sangat berbeda dari Aldebaran. Kami tidak seformal itu. Dan ada beberapa kebijakan istimewa yang disetujui
Di atas sofa yang sama, di mana kebenaran terlarang mereka terukir menjadi rahasia, Alex menanggapi air mata Nara dengan gairah yang menghancurkan. Ia memperdalam ciuman itu, menyalurkan semua rasa sakit, penyesalan, dan cinta yang tak mungkin ia miliki. Sentuhan tangannya di dada Nara, meskipun terhalang kain, adalah pengakuan kepemilikan yang paling jujur dan egois.Nara membiarkan sentuhan itu. Ia tahu, setiap kehangatan ini adalah harga kebebasannya, atau mungkin, harga kehancurannya. Ia membalas ciuman Alex dengan keputusasaan yang sama, mencoba menyerap setiap detik dari keintiman yang terlarang ini. Ini adalah yang terakhir sebuah bab yang harus ditutup, meskipun paru-parunya menolak untuk menarik napas setelah ini.Alex menarik diri. Wajahnya dekat dengan wajah Nara, matanya basah oleh emosi yang tertahan dan memilukan. Ia mencium setiap sudut mata Nara, mencoba menghapus jejak air mata yang ia sebabkan."Aku mencintaimu," bisik Alex, suaranya parau, penuh penyesalan.Nara men
Setelah panggilan telepon yang menghancurkan itu, Nara mematikan ponselnya. Ia tahu, Alex tidak akan menelepon lagi dalam waktu dekat. Alex telah mendapatkan validasinya, dan ia kini harus kembali mengenakan topeng CEO-nya untuk menghadapi tekanan Ayahnya. Sementara itu, Nara harus memulai babak baru mencari jarak yang aman dari bayangan Alex Kael.Pagi itu, Nara bangun dan memaksakan dirinya menyusun resume. Ia harus mengganti obsesi lama dengan ambisi baru yang bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan Alex.Ia mulai mengajukan lamaran ke beberapa perusahaan multinasional di sektor yang berbeda dari Aldebaran. Proses itu berjalan sangat cepat, berkat surat rekomendasi sempurna dari Alex. Hanya dalam seminggu, Nara mendapatkan panggilan untuk wawancara di sebuah perusahaan teknologi yang ambisius, NovaTech, untuk posisi Kepala Strategi Operasional. Posisi itu menantang, menuntut fokus penuh, dan yang terpenting, jauh dari jaringan bisnis Alex.Di ruang wawancara NovaTech, Nara tampi
Nara tiba kembali di Jakarta dengan perasaan hampa yang mendalam. Apartemennya terasa dingin dan sunyi, bukan lagi tempat pelarian yang nyaman, melainkan sarang dari semua kenangan terlarangnya. Ia memiliki pesangon yang besar, surat rekomendasi yang sempurna dari Alex, dan kebebasan finansial, tetapi ia tidak memiliki kekacauan yang ia butuhkan untuk merasa hidup.Ponselnya terasa berat. Saluran komunikasi pribadi mereka sunyi sejak Nara meninggalkan Singapura. Nara tahu ia tidak boleh menghubungi Alex. Aku akan menghubungimu. Jika aku butuh. Itu adalah kata-kata terakhir Alex, dan Nara harus menghormati perintah terakhir dari kontrak yang sudah berakhir itu.Namun, godaan itu begitu besar. Nara seringkali mengambil ponselnya, mengetik pesan, lalu menghapusnya lagi. Ia merindukan ketegangan di kantor, ia merindukan sentuhan lutut Alex di bawah meja, ia merindukan ciuman yang sangat bergairah yang mereka bagi di ruang direksi yang gelap. Kehampaan ini adalah harga dari keselamatannya.
Keputusan Alex untuk memecat Nara menghantamnya lebih keras daripada ancaman Ayah Alex. Itu adalah pengkhianatan terbesar bukan karena Alex memilih sandiwara, tetapi karena ia memutuskan untuk mengakhiri kebenaran terlarang mereka demi menyelamatkan Nara.Nara menatap Alex, matanya berkaca-kaca. "Anda tidak bisa melakukan ini. Anda tidak bisa memecat saya hanya karena Anda takut kehilangan kendali atas Ayah Anda!""Ini bukan karena Ayahku, Nara!" geram Alex, suaranya rendah dan penuh kesakitan. Ia meraih bahu Nara, cengkeramannya kuat. "Ini karena aku tidak bisa melindungimu lagi! Jika Ayahku mencium sedikit pun kebenaran, dia akan menghancurkanmu. Dia akan memastikan kamu tidak akan pernah bekerja di industri ini lagi. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.""Dan Anda pikir saya akan baik-baik saja tanpa Anda?" balas Nara, suaranya bergetar. "Anda pikir keterikatan sensual yang kita bagi di ruang gelap itu bisa hilang hanya dengan pesangon? Saya lebih memilih d
Nara merasa air mata panas mengumpul di sudut matanya. Ia tidak menangis karena sakit, tetapi karena kejujuran mentah yang Alex berikan di tengah-sentuhan terlarang ini.Nara memiringkan kepalanya, ia membalas pengakuan itu. Ia menggerakkan tangannya ke pinggang Alex, menarik kaus Alex sedikit. Ia ingin merasakan kulit Alex yang terekspos.Alex mengerti isyarat itu. Ia mengangkat dirinya sedikit, membiarkan Nara meluncurkan tangannya ke bawah kausnya, meraba pinggangnya yang tegap. Sentuhan kulit ke kulit itu, meskipun hanya sekejap, terasa seperti konfirmasi tertinggi atas ikatan mereka.Gairah mereka memuncak. Alex menghimpit tubuhnya ke tubuh Nara, membiarkan Nara merasakan kekerasan tubuhnya yang tegang. Nara tahu, mereka berada di ujung jurang yang selalu mereka hindari."Cukup," bisik Alex, suaranya yang serak kini terdengar seperti perintah putus asa yang ditujukan pada dirinya sendiri. Ia menarik tangannya dari dada Nara, gerakan itu lambat dan penuh penyesalan.Alex menyandar