"Aku hanya mengatakan fakta, kalau kau tidak mau ya sudah. Matilah" mata berujar santai, seolah yakin akan isi pikiran Kaizen.Sebuah jilatan kembali dirasakan oleh tengkuknya, sepasang tangan yang tajam itu juga kini beralih memeluknya. Kaizen menghela nafas"Baiklah."Gadis itu menggenggam erat cakar tajam yang masih memeluknya, memiringkan kepala untuk mengekspos nadinya dan berujar santai"Ayo."Mata "......"Hantu wanita di belakang "....."Suara dingin mata kembali terdengar"Kalau kau mati disini, kau juga akan mati di dunia asalmu."Kaizen justru menyenderkan tubuhnya pada hantu wanita di belakang yang sudah berhenti menjilat, menjawab"Bukan masalah. Tinggal mati saja."Hantu wanita di belakang itu gemetar dan melepaskan pelukannya, tapi Kaizen menahan cakar wanita itu dan memaksa pihak lain untuk tetap memeluknya"Jangan tunda waktu milik mata, ayo."Mata "......"Hantu itu meronta-ronta dan ingin melepaskan diri, dia tidak mau memakan orang yang tidak takut mati, itu tidak
Kaizen membuka mata hanya untuk mendapati dirinya yang sedang duduk di halte depan rumah sakit, dia melihat jam yang masih menunjukkan waktu pada pukul dua siang. Padahal dia berada di tempat aneh tadi semalaman, dia yakin sekali akan intuisinya tentang waktu.Atau jangan-jangan itu cuma mimpi?[Mau kuputarkan video sewaktu kau berciuman dengan Lucia?] Suara mata lagi-lagi secara misterius terdengar dari dalam kepalanya.Kaizen balas bertanya, nadanya datar"Kenapa kau masih bicara melalui kepalaku? Mesum."Suara mata terdengar kesal[Tentu saja aku masih disini, kau pikir beres hanya dengan menyelesaikan satu permainan? Aku belum memberitahumu aturan dan cara komunikasi, bagaimana bisa aku meninggalkanmu yang tidak takut mati sendirian?]"Ah, kalau begitu silahkan" Kaizen berujar ramah dan memutuskan untuk berjalan kaki menuju apartemennya, menenteng ransel berisi laptop dan memeluk map bening, dengan sebelah tangan menenteng kopi.Mata tidak ambil pusing dengan penampilan normal oran
Saat inilah keanehan mulai terjadi, meja yang semula tampak kosong dan hanya terisi bunga dan lilin kini dipenuhi oleh makanan dan minuman. Ada steak, roti Prancis, selada, irisan daging, mentega dan keju, hidangan vegetarian seperti salad, berbagai macam saus, sekeranjang apel, jus jeruk, serta sampanye.Porsinya cukup untuk lima orang, bahkan lebih dari cukup."Itu ... Bukankah sebelumnya tidak ada apapun? Kenapa tiba-tiba?" Pendosa bertanya, skeptis."Lagipula kita akan berada disini untuk beberapa hari. Mata tidak mungkin ingin kita kelaparan 'kan?" Winter yang tidak pernah bicara sebelumnya, ikut menimpali."Aku lapar" celetuk Sugar sembari melepaskan pelukannya pada lengan Kaizen, berjalan mendekati meja makan."Aku juga lapar, bolehkah kita memakannya?" Silver bertanya entah pada siapa. Pendosa melirik jam besar dan perapian secara bergantian, lalu berkata"Tidak ada peringatan apapun, mungkinkah ini disiapkan untuk k
Pecahan kaca terbang secara acak ke segala arah, seolah sedang bermanuver dengan kecepatan tinggi dan melawan hukum gravitasi. Manusia yang berada dalam ruangan tersebut lantas berlari kocar-kacir seperti kawanan semut yang tersiram air. Namun kecepatan manusia, sekalipun sudah mendapatkan peningkatan dari mata sebelum memasuki game, tetap menjadi lelucon dibawah kecepatan alami dari sebuah tragedi.Beberapa pecahan kaca dengan kejam menancap di bahu, pundak, perut, kaki dan pipi beberapa dari mereka. Kaizen yang berada paling dekat dari jendela menerima dampak yang lebih mengerikan, tapi dia tidak lari dan hanya tiarap dibawah meja. Kedua tangannya mendapat luka robek disana-sini, darah merembes dari bajunya yang robek.Winter yang ditendang menjauh juga berhasil berlindung dari hujan kaca tersebut, hanya mengalami cedera kecil yang tidak terlalu berarti. Pendosa mendapatkan luka sayatan di pergelangan tangan kanan juga di dahi, Sugar kurang beruntung da
Pendosa menatap winter yang sedang mengasah pisau di lantai dan silver yang gugup di sebelahnya, merasa tidak enak"Bung, kau tidak tidur?"Winter menggeleng, tidak ada lagi senyum di bibirnya"Tidak bisa tidur."Silver yang tengah memaksa menghitung uang didalam kepalanya agar bisa tidur, juga memperhatikan winter yang masih asik dengan pisaunya"Pisau yang cantik, apa kau membelinya di Mal nightmare whisper?"Gerakan Winter yang sedang mengasah pisau terhenti, lalu menatap dua pria besar yang menyisakan sebuah tempat di atas ranjang untuknya"Bukan pisau, tapi karambit. Aku juga tidak membelinya, aku mendapatkannya."Pendosa dan Silver sama-sama terdiam, keduanya memiliki sebuah pemikiran yang terlintas di benak mereka. Tapi sebelum dua orang itu merasa senang, mereka teringat pada sikap Winter yang suam-suam kuku dan menelan kembali kata-kata mereka.Jika Winter benar-benar tidak membelinya dan 'mendapatkannya', maka hanya ada satu kemungkinan.Itu adalah item terkutuk.Pendosa den
Silver berlari menjauh tanpa mengatakan apa-apa, menyeret pendosa yang berdiri tidak jauh darinya menuju tempat Winter yang berdiri diam di dekat Kaizen. Pendosa yang tidak tau kenapa silver bersikap aneh, tidak bertanya ada apa.Karena dia tau pasti dari ekspresi Silver, bahwa akan ada sesuatu yang terjadi jika mereka tidak bicara dengan hati-hati lagi. Seperti penyerangan gadis merah untuk pertama kali.Winter yang sedang menatap lekat memar di pipi Kaizen, mengernyit tidak senang akan interupsi orang lain secara tiba-tiba. Tapi dia berhasil mengatur emosinya dan bertanya "Ada apa?"Pendosa menggeleng, pertanda bahwa dia memang tidak tau ada apa. Silver memberi gestur agar mereka diam dan menunjuk ke arah jendela, tapi begitu mereka melihat ke arah yang dimaksud Silver, mereka tidak menemukan apa-apa. Bahkan tangan diluar pun menghilang.Silver tergagap dan mulai menjelaskan"Aku bersumpah disana tadi ada-""Ssssstt!"
Beberapa orang baru menyadari sebuah arti saat sudah tidak memilikinya lagi. Hanya menyisakan penyesalan dan rasa sakit tak berkesudahan bagi diri sendiri.Ingin melepaskan tapi hati tidak menginginkan.Ingin mendekap erat sekali lagi, tapi terhalang oleh kasih dan takut menyakiti.Memang selalu ada yang namanya kesempatan kedua, tapi tidak semua orang layak mendapatkannya.Akan selalu ada kata maaf dari bibir mereka yang terluka, tapi mereka tidak akan pernah melupakan karena akan selalu teringat rasa sakitnya.Kisah kasih pendosa memang sangat menyedihkan, tapi tidak layak untuk terulang. Semua orang bahkan pendosa sendiri sepertinya sudah tau akan hal ini, tapi baik dia maupun para survivor hari pertama tidak mau mengucapkan pendapat apapun. Mereka juga tidak mau menjustifikasi pria yang bahkan demi cinta dan penyesalan pahitnya, rela menjual diri pada iblis.Yang bermasalah pasti tau konsekuensi dari permintaannya p
"Irish, ada apa?" Tanya Winter.Kaizen terus menatap keatas sembari menjawab"Tidak, ayo panjat."Winter tidak mengatakan apa-apa lagi, menuruti keinginan Kaizen yang ingin segera mencapai rumah pohon. Mungkin gadis ini tergesa-gesa karena sudah menemukan bahwa waktu dalam Nightmare berjalan beberapa kali lebih cepat dibandingkan realita, mungkin juga karena dialah yang pertama kali menyadari dan mengungkapkan bahwa hal-hal yang mereka hadapi hanyalah sebuah boneka.Keduanya tidak berbicara dan Winter hanya fokus memanjat kayu lapuk sebagai satu-satunya akses menuju rumah pohon, Silver dan Pendosa juga terus melihat mereka berdua dengan cemas. Perut mereka terasa semakin lapar dari waktu ke waktu, sungguh tidak ilmiah.Apalagi keduanya dulu sudah menikmati hidup susah serba kekurangan, mustahil jika mereka tidak bisa menahan lapar. Apakah ini alasan rekan mereka meminta agar tidak memakan apapun di Nightmare?Atau adakah sesuatu yang lebih mengerikan yang ada didalam makanan itu?Pend