Kaizen membuka pintu ruang dokter, tapi masih tidak menemukan pemain yang dimaksud. Dia juga tidak bertemu siapapun selain Shirley yang sedang mengecek ruang sebelah untuk mencari tali, masih tidak menyerah tentang mengikat mayat.
Ditambah lagi mereka sedang diburu waktu.
Seingatnya mereka baru menghabiskan waktu satu jam setelah misi dimulai, tapi Nightmare Whisper sudah menghitungnya menjadi seperempat dari waktu misi pertama. Mungkinkah setting waktu disini sama dengan instansi pertama?
Ngomong-ngomong soal instansi, dia belum mengecek definisi tentang Ariel dan Eldoris di album. Kaizen mengetuk tahi lalat merah di tulang selangkanya dan langsung disuguhi foto empat orang pria. Lucia Gray, Xaver Madison, Ariel Delmare dan juga Eldoris Delmare.
Keempat pria dalam foto itu membuka mata mereka secara bersamaan. Lucia yang menatapnya sambil menjilat bibirnya sendiri, Xaver yang menatapnya dengan senyum polos dan pipi merona, Ariel yang menata
Pria itu mengubah lengan kirinya menjadi perak dan mengayunkannya untuk memecahkan jendela, Kaizen dan Shirley tersentak kaget dan berniat lari. Tapi Kaizen langsung urung dan menatap pria itu, berteriak "Winter!!!"Gerakan pria itu berhenti."Kau mau mati ya?! Ayo pergi! Sudah jelas bahwa dia bukan manusia!!" Pekik Shirley sambil menarik lengan Kaizen."Tidak, tunggu sebentar. Aku punya rencana" bisiknya, menepuk pundak Shirley beberapa kali dan mendekati jendela.Shirley jelas ingin meninggalkannya, tapi mungkin wanita itu takut bahwa Kaizen akan dipengaruhi Winter dan langsung berbalik membunuhnya. Jadi dia memilih tinggal sambil bersiap menembakkan panah.Tatapan Winter melembut begitu melihat Kaizen mendekat, mulutnya berbisik penuh rasa manis"Irish ... Irish ...""Winter, sebelum kubukakan jendelanya ... Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"Pria itu memiringkan kepalanya dengan manis dan menjawab
Kaizen bangun begitu merasa kepalanya terbentur oleh sesuatu, dia mengerjapkan mata untuk mendapatkan visi yang lebih baik tapi nihil. Dia hanya melihat kegelapan dan terdapat beberapa tumpukan aneh yang tersebar di berbagai tempat. Seperti ..."Sudah bangun?"Itu adalah suara pria paling lembut dan sensual yang pernah didengarnya. Kaizen hendak menjawab dengan balas bertanya: Siapa kau? Ini ada dimana? Kenapa aku bisa terbangun di sini?Namun kemampuannya dalam berpikir cepat membuatnya hanya menjawab"Iya, baru saja.""Bagus, apakah ada yang sakit? Apa kau lapar?" Suara itu terdengar riang.Kaizen menggeleng satu kali sekalipun tidak tau jelas apakah pria itu sedang mengawasinya atau tidak, dia menambahkan"Aku merasa haus dan agak mengantuk.""Maaf, aku lupa bahwa kau sudah mengalami perjalanan jauh. Apakah kau ingin air atau minuman tertentu? Selain mengantuk, apakah kau merasakan sesuatu yang lain?" Nadanya terdengar sangat khawatir.Kaizen menggeliat di tempatnya meringkuk dan
Dibawah tatapan kaget Lucia, Kaizen menempelkan bibir mereka. Berawal dari kecupan-kecupan kecil seolah si gadis sedang mematuk mulutnya, dilanjutkan dengan sepasang lengan kurus yang memeluk pundaknya.Lucia membeku akibat tindakan tiba-tiba ini, tapi refleksnya yang terlatih dengan cepat membuatnya balas merengkuh pihak lain yang kecil dan lemah. Dia merasakan bahwa si gadis berhenti gemetar, hanya saja kedua lengan yang memeluknya terasa dingin dan kaku.Sekali lihat juga tau bahwa ini adalah ciuman pertama Kaizen.Namun ini juga pertama kalinya bagi Lucia.Kaizen merasakan tindakan kaku pihak lain yang balas mengecupi bibirnya, tidak melakukan apa-apa. Tapi suara misterius di kepalanya barusan dengan tegas mengatakan mulut dan bukannya bibir, jadi sekalipun mereka terus mengecup satu sama lain sampai pagi, dia tidak akan bisa pergi dari sini.Lengan kurus Kaizen beralih meremas rambut di kepala Lucia, mengunci gerakan yang tidak perlu sekaligus semakin menekan tubuhnya. Dia melaku
"Aku hanya mengatakan fakta, kalau kau tidak mau ya sudah. Matilah" mata berujar santai, seolah yakin akan isi pikiran Kaizen.Sebuah jilatan kembali dirasakan oleh tengkuknya, sepasang tangan yang tajam itu juga kini beralih memeluknya. Kaizen menghela nafas"Baiklah."Gadis itu menggenggam erat cakar tajam yang masih memeluknya, memiringkan kepala untuk mengekspos nadinya dan berujar santai"Ayo."Mata "......"Hantu wanita di belakang "....."Suara dingin mata kembali terdengar"Kalau kau mati disini, kau juga akan mati di dunia asalmu."Kaizen justru menyenderkan tubuhnya pada hantu wanita di belakang yang sudah berhenti menjilat, menjawab"Bukan masalah. Tinggal mati saja."Hantu wanita di belakang itu gemetar dan melepaskan pelukannya, tapi Kaizen menahan cakar wanita itu dan memaksa pihak lain untuk tetap memeluknya"Jangan tunda waktu milik mata, ayo."Mata "......"Hantu itu meronta-ronta dan ingin melepaskan diri, dia tidak mau memakan orang yang tidak takut mati, itu tidak
Kaizen membuka mata hanya untuk mendapati dirinya yang sedang duduk di halte depan rumah sakit, dia melihat jam yang masih menunjukkan waktu pada pukul dua siang. Padahal dia berada di tempat aneh tadi semalaman, dia yakin sekali akan intuisinya tentang waktu.Atau jangan-jangan itu cuma mimpi?[Mau kuputarkan video sewaktu kau berciuman dengan Lucia?] Suara mata lagi-lagi secara misterius terdengar dari dalam kepalanya.Kaizen balas bertanya, nadanya datar"Kenapa kau masih bicara melalui kepalaku? Mesum."Suara mata terdengar kesal[Tentu saja aku masih disini, kau pikir beres hanya dengan menyelesaikan satu permainan? Aku belum memberitahumu aturan dan cara komunikasi, bagaimana bisa aku meninggalkanmu yang tidak takut mati sendirian?]"Ah, kalau begitu silahkan" Kaizen berujar ramah dan memutuskan untuk berjalan kaki menuju apartemennya, menenteng ransel berisi laptop dan memeluk map bening, dengan sebelah tangan menenteng kopi.Mata tidak ambil pusing dengan penampilan normal oran
Saat inilah keanehan mulai terjadi, meja yang semula tampak kosong dan hanya terisi bunga dan lilin kini dipenuhi oleh makanan dan minuman. Ada steak, roti Prancis, selada, irisan daging, mentega dan keju, hidangan vegetarian seperti salad, berbagai macam saus, sekeranjang apel, jus jeruk, serta sampanye.Porsinya cukup untuk lima orang, bahkan lebih dari cukup."Itu ... Bukankah sebelumnya tidak ada apapun? Kenapa tiba-tiba?" Pendosa bertanya, skeptis."Lagipula kita akan berada disini untuk beberapa hari. Mata tidak mungkin ingin kita kelaparan 'kan?" Winter yang tidak pernah bicara sebelumnya, ikut menimpali."Aku lapar" celetuk Sugar sembari melepaskan pelukannya pada lengan Kaizen, berjalan mendekati meja makan."Aku juga lapar, bolehkah kita memakannya?" Silver bertanya entah pada siapa. Pendosa melirik jam besar dan perapian secara bergantian, lalu berkata"Tidak ada peringatan apapun, mungkinkah ini disiapkan untuk k
Pecahan kaca terbang secara acak ke segala arah, seolah sedang bermanuver dengan kecepatan tinggi dan melawan hukum gravitasi. Manusia yang berada dalam ruangan tersebut lantas berlari kocar-kacir seperti kawanan semut yang tersiram air. Namun kecepatan manusia, sekalipun sudah mendapatkan peningkatan dari mata sebelum memasuki game, tetap menjadi lelucon dibawah kecepatan alami dari sebuah tragedi.Beberapa pecahan kaca dengan kejam menancap di bahu, pundak, perut, kaki dan pipi beberapa dari mereka. Kaizen yang berada paling dekat dari jendela menerima dampak yang lebih mengerikan, tapi dia tidak lari dan hanya tiarap dibawah meja. Kedua tangannya mendapat luka robek disana-sini, darah merembes dari bajunya yang robek.Winter yang ditendang menjauh juga berhasil berlindung dari hujan kaca tersebut, hanya mengalami cedera kecil yang tidak terlalu berarti. Pendosa mendapatkan luka sayatan di pergelangan tangan kanan juga di dahi, Sugar kurang beruntung da
Pendosa menatap winter yang sedang mengasah pisau di lantai dan silver yang gugup di sebelahnya, merasa tidak enak"Bung, kau tidak tidur?"Winter menggeleng, tidak ada lagi senyum di bibirnya"Tidak bisa tidur."Silver yang tengah memaksa menghitung uang didalam kepalanya agar bisa tidur, juga memperhatikan winter yang masih asik dengan pisaunya"Pisau yang cantik, apa kau membelinya di Mal nightmare whisper?"Gerakan Winter yang sedang mengasah pisau terhenti, lalu menatap dua pria besar yang menyisakan sebuah tempat di atas ranjang untuknya"Bukan pisau, tapi karambit. Aku juga tidak membelinya, aku mendapatkannya."Pendosa dan Silver sama-sama terdiam, keduanya memiliki sebuah pemikiran yang terlintas di benak mereka. Tapi sebelum dua orang itu merasa senang, mereka teringat pada sikap Winter yang suam-suam kuku dan menelan kembali kata-kata mereka.Jika Winter benar-benar tidak membelinya dan 'mendapatkannya', maka hanya ada satu kemungkinan.Itu adalah item terkutuk.Pendosa den