Share

Obsesi
Obsesi
Author: DarkMoran1603

Satu

Author: DarkMoran1603
last update Last Updated: 2022-08-22 00:12:36

Kaizen bangun begitu merasa kepalanya terbentur oleh sesuatu, dia mengerjapkan mata untuk mendapatkan visi yang lebih baik tapi nihil. Dia hanya melihat kegelapan dan terdapat beberapa tumpukan aneh yang tersebar di berbagai tempat. Seperti ...

"Sudah bangun?"

Itu adalah suara pria paling lembut dan sensual yang pernah didengarnya.

Kaizen hendak menjawab dengan balas bertanya: Siapa kau? Ini ada dimana? Kenapa aku bisa terbangun di sini?

Namun kemampuannya dalam berpikir cepat membuatnya hanya menjawab

"Iya, baru saja."

"Bagus, apakah ada yang sakit? Apa kau lapar?" Suara itu terdengar riang.

Kaizen menggeleng satu kali sekalipun tidak tau jelas apakah pria itu sedang mengawasinya atau tidak, dia menambahkan

"Aku merasa haus dan agak mengantuk."

"Maaf, aku lupa bahwa kau sudah mengalami perjalanan jauh. Apakah kau ingin air atau minuman tertentu? Selain mengantuk, apakah kau merasakan sesuatu yang lain?" Nadanya terdengar sangat khawatir.

Kaizen menggeliat di tempatnya meringkuk dan duduk bersandar tembok besi, nafasnya agak lemah

"Kurasa ... Aku hipoglikemia dan sedikit hipoksia."

Sontak matanya menangkap sebuah bayangan kecil yang menancap pada tumpukan misterius di pojok, menimbulkan bunyi kecipak yang aneh. Lalu tampak siluet tubuh pria ramping yang mendekatinya, sebelum duduk berlutut di hadapannya.

"Maaf, orangku melupakan kondisi fisikmu yang rapuh dan secara sembarangan memberimu obat tidur. Padahal aku sudah menyediakan bius ringan yang tidak akan menyakitimu."

Pria itu mengusap pipi pucat Kaizen dan kembali bertanya,

"Apakah dingin?"

"Iya, dingin"

Kaizen mencoba bersikap setenang mungkin, dugaannya benar.

Pria ini membius dan menculiknya. Menilik dari punggungnya yang terasa agak nyeri, dia menebak bahwa mereka kira-kira membawanya ke tempat dengan jarak sejauh sepuluh jam perjalanan dari rumah sakit tempatnya check up rutin.

Untuk alasannya, Kaizen bisa menebak sedikit.

"Maaf ... Apakah aku sudah menyakitimu, Kaizen?" Pria ini dengan lembut memeluknya, dia memiliki rambut sebahu yang sangat lembut.

Gadis itu menggeleng

"Kau tidak akan menyakitiku. Aku tau."

Pihak lain membeku sejenak, lalu tertawa kecil dan mengeratkan pelukannya

"Aku tau bahwa aku tidak mungkin mencintai gadis yang salah. Kaizen, kau lembut, pintar dan sangat pengertian."

Kaizen balas memeluk orang ini, membuatnya sekali lagi membeku untuk beberapa saat, suaranya yang lemah akibat dibius bertanya lirih

"Kau mencintaiku, tapi kenapa aku tidak pernah melihatmu sebelumnya?"

Pria itu gemetar dan menyembunyikan wajahnya ke ceruk leher si gadis, menghirup wangi tubuhnya dalam-dalam seperti menghirup obat penenang

"Aku buruk rupa, tidak ingin dibenci olehmu. Makanya aku tidak pernah muncul dan menemuimu secara langsung, Kaizen."

Orang yang jujur, bahkan saat dia sudah menculik orang lain.

Kaizen mengusak lembut rambut hitam pihak lain

"Buruk rupa menurut orang-orang belum tentu aku juga menganggapmu demikian. Kau bilang tidak mungkin mencintai gadis yang salah, tapi kenapa kau berpikir aku tidak akan pernah mencintaimu saat dulu kau bahkan belum menemuiku?"

Pria itu mengeratkan pelukannya, Kaizen mengernyit sakit dan terbatuk sedikit. Pihak lain panik dan segera menjauhkan diri

"Maaf, Kaizen. Aku menyakitimu."

Di hadapannya adalah seorang pria yang menutupi seluruh wajahnya menggunakan topeng 'scream', Kaizen pelan-pelan mengatur nafas

"Tidak apa-apa, kau tidak sengaja. Tapi ...."

"Tapi?"

"Aku harus memanggilmu apa?" Tanyanya.

Pria itu menunduk dan mengusap lembut pergelangan kaki Kaizen yang dirantai, lalu menjawab

"... Lucia."

Kaizen "....."

"Apakah namaku terdengar aneh?" Pria itu mengubah nada bicaranya yang semula lembut menjadi bengis, dengan kejam mencengkeram kuat pergelangan kaki si gadis.

Kaizen mati-matian berusaha untuk tidak menjerit kesakitan, rasanya seolah aliran darah serta otot di kakinya diputus secara paksa. Jika dia sampai berteriak, entah apa yang akan dilakukan orang ini padanya.

"Sakit ..." Dia hanya mengeluh kecil.

Namun pria bernama Lucia tersebut tidak mengindahkan keluhan Kaizen, dia malah menarik kaki pihak lain dengan keras dan membuat tubuh Kaizen yang semula bersandar, terjerembab dengan suara berdebum.

"Kaizen, apa kau berani untuk tidak mencintaiku?" Ancamnya.

Gadis itu diam dan bangkit untuk duduk kembali, tapi sayangnya gagal. Tubuhnya gemetaran menahan sakit. Lucia masih mencengkeram kuat pergelangan kakinya dan kembali bertanya

"Apa kau berani untuk tidak mencintaiku, Kaizen?"

Gadis itu tidak tahan lagi dengan perasaan bahwa kakinya dibengkokkan dalam kondisi sadar, dia mulai menangis tanpa suara dan menggigit bibir bawahnya hingga berdarah. Dia dengan gemetar bertanya

"Apa kau akan membunuhku?"

Lucia seketika melembutkan ekspresinya dan melepaskan pergelangan kaki Kaizen, mengusapnya lembut seolah bukan dia yang barusan mematahkan kaki si gadis. Suaranya terdengar lembut dan manis sekali lagi

"Kenapa kau berpikir seperti itu, Kaizen? Aku mencintaimu dan membawamu dengan susah payah kemari, kenapa aku harus membunuhmu?"

Jemari panjang Lucia mengusap betis si gadis yang masih terbalut rok panjang, dengan lembut menunjuk ke satu arah menggunakan senter

"Lihatlah pria bodoh yang sudah menyakitimu, dia merasa sangat menyesal karena sudah salah memberi obat bius untuk kekasih bosnya. Jadi dia mengajukan diri padaku untuk menjadi pot mawar jingga kesukaanmu."

Kaizen menatap tumpukan aneh di pojok yang kini sudah diterangi cahaya senter, hanya untuk merasakan ketakutan yang lebih ekstrim.

Dia mendapati pemandangan bertumpuk-tumpuk daging berdarah tanpa kulit, disusun rapi seperti mainan balok, dengan lusinan bunga mawar jingga yang tertancap di sana. Bau anyir darah, karat pisau, juga wangi manis mawar jingga, merupakan perpaduan yang sangat mengerikan. Kolam darah segar masih mengalir dari sana, tulang belulang putih menjadi pemisah antara tumpukan atas dan bawah, ditambah pisau daging berkarat yang menancap tepat di tengah-tengah seperti finishing touch. Kaizen bahkan tidak bisa lagi menebak bagian tubuh mana saja itu.

Mengingat apa yang dilihatnya dalam kegelapan pada awalnya, tidak hanya ada satu tumpukan disini. Apakah itu artinya bertumpuk-tumpuk benda aneh yang dilihatnya tadi adalah daging manusia?

Dia tidak hanya diculik oleh pria yang terobsesi dengannya. Melainkan diculik oleh psikopat yang 'mencintainya'.

Air matanya mengalir lebih deras, dia mulai terisak. Lucia yang mendengarnya menangis seketika menjadi panik dan meraih kedua sisi wajah Kaizen dengan lembut, membuat pihak lain bangun

"Kaizen, ada apa? Mana yang sakit? Apakah kau takut karena pria itu sudah memberimu obat yang salah?"

Gadis itu tidak menjawab dan terus menangis dengan tubuh gemetar ketakutan. Lucia mulai merasa iba dan kembali memeluknya, membuat tubuh Kaizen gemetar lebih keras. Pria itu mengusap lembut punggung pihak lain untuk menenangkannya, berujar lembut

"Kau pasti sangat ketakutan. Maafkan aku, Kaizen. Aku tidak akan pernah lagi menggunakan pil tidur untuk membiusmu. Tenanglah, tidak apa-apa. Ada aku disini, aku sangat mencintaimu dan tidak akan menyakitimu."

Kaizen gemetaran dan tidak menjawab, bahkan tidak bisa mengalihkan pandangan akibat terlalu shock. Lucia melepas topengnya dan menutupi mata Kaizen menggunakan telapak tangan, sebelum mencium puncak kepala si gadis

"Apakah kau lapar? Aku sudah membuat chiffon cake favoritmu, juga teh Darjeeling yang hangat. Kujamin kau pasti akan menyukainya."

"Kaizen? Sayang?"

Tubuh gadis itu gemetar hebat, tapi dia masih berusaha mengendalikan diri sebaik mungkin. Dia mencoba meregangkan pelukan Lucia agar bisa melihat seperti apa rupa pria ini, tapi pihak lain justru lebih keras memeluknya. Kaizen terbatuk beberapa kali, lalu bertanya dengan suara terisak

"Apakah aku akan mati?"

"Sayang, apa sih yang kau pikirkan? Aku mencintaimu, mana bisa aku membiarkanmu mati?" Lucia sedikit mencubit pinggang Kaizen dan kembali mengusap punggungnya.

"Kau tidak akan mati, aku juga tidak akan membunuhmu. Aku hanya menginginkan setetes darah dan memakan seiris dagingmu, agar kita tidak akan pernah berpisah."

Kaizen merinding setengah mati dan berhenti terisak saking takutnya, dia hanya terus gemetaran seperti selembar daun begitu mendengar jawaban yang lebih mengerikan.

Kenapa dia tiba-tiba dicintai oleh psikopat yang tak hanya membunuh orang, melainkan juga seorang kanibal?

Dia hanyalah seorang streamer, penulis buku dan mahasiswi semester akhir. Dia tidak memiliki seorangpun teman dekat, dan hanya berkencan satu kali seumur hidupnya. Kenapa dia harus mengalami hal semacam ini?!

Kepanikannya semakin menjadi begitu matanya kembali ditutupi oleh sebuah tangan dingin yang kasar, disusul dengan sebuah kecupan manis di pipi

"Sayang, aku sangat mencintaimu."

Kaizen dengan tenang menutup matanya, mencoba mensugesti bahwa kematian tidak akan terasa sesakit itu. Bahwa Lucia tidak akan menyiksanya seperti mayat-mayat tanpa kulit disini, mengingat betapa orang ini mencintainya.

[Apakah kau ingin hidup?]

Sebuah suara sistematis menyengat otaknya, Kaizen mengernyit sedikit dan mau tidak mau bertanya-tanya

'Apakah ini halusinasi?'

[Apakah kau ingin hidup dan keluar dari permainan ini?]

Keinginannya untuk bertahan hidup membuat Kaizen menjawab pertanyaan tersebut cepat-cepat

'Tentu saja aku ingin hidup.'

[Karena kau ingin hidup, maka rampas jiwanya. Masukkan jiwa Lucia kedalam jiwamu dan kunci dia hingga game terakhir.]

'Bagaimana cara mencuri jiwa seseorang? Apakah aku harus membunuhnya?'

[Aku menyuruhmu untuk mengambil jiwanya, bukan nyawanya. Itu adalah dua hal yang berbeda.]

Otak Kaizen berputar cepat dan menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan adegan kekerasan, memeras pikirannya hanya untuk kembali berujar

'Beri aku petunjuk.'

[Mulut adalah cerminan hati dan pikiran. Hati sama dengan jiwa.]

Kaizen "........."

'Aku mengerti. Intinya adalah aku harus lebih mendominasi?'

[Benar.]

Lengan kurus Kaizen balas memeluk Lucia erat-erat untuk menenangkan diri, dia mengatur perasaannya dan mendorong tubuh Lucia ke bawah. Pria yang tidak menduga gerakan seperti ini mencengkeram kuat kedua lengan Kaizen, mencegahnya kabur.

Namun yang dilihatnya adalah Kaizen yang sedang menutup mata dan menyatukan bibir mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi   Cinta pertama (5)

    Pria itu mengubah lengan kirinya menjadi perak dan mengayunkannya untuk memecahkan jendela, Kaizen dan Shirley tersentak kaget dan berniat lari. Tapi Kaizen langsung urung dan menatap pria itu, berteriak "Winter!!!"Gerakan pria itu berhenti."Kau mau mati ya?! Ayo pergi! Sudah jelas bahwa dia bukan manusia!!" Pekik Shirley sambil menarik lengan Kaizen."Tidak, tunggu sebentar. Aku punya rencana" bisiknya, menepuk pundak Shirley beberapa kali dan mendekati jendela.Shirley jelas ingin meninggalkannya, tapi mungkin wanita itu takut bahwa Kaizen akan dipengaruhi Winter dan langsung berbalik membunuhnya. Jadi dia memilih tinggal sambil bersiap menembakkan panah.Tatapan Winter melembut begitu melihat Kaizen mendekat, mulutnya berbisik penuh rasa manis"Irish ... Irish ...""Winter, sebelum kubukakan jendelanya ... Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"Pria itu memiringkan kepalanya dengan manis dan menjawab

  • Obsesi   Cinta pertama (4)

    Kaizen membuka pintu ruang dokter, tapi masih tidak menemukan pemain yang dimaksud. Dia juga tidak bertemu siapapun selain Shirley yang sedang mengecek ruang sebelah untuk mencari tali, masih tidak menyerah tentang mengikat mayat.Ditambah lagi mereka sedang diburu waktu.Seingatnya mereka baru menghabiskan waktu satu jam setelah misi dimulai, tapi Nightmare Whisper sudah menghitungnya menjadi seperempat dari waktu misi pertama. Mungkinkah setting waktu disini sama dengan instansi pertama?Ngomong-ngomong soal instansi, dia belum mengecek definisi tentang Ariel dan Eldoris di album. Kaizen mengetuk tahi lalat merah di tulang selangkanya dan langsung disuguhi foto empat orang pria. Lucia Gray, Xaver Madison, Ariel Delmare dan juga Eldoris Delmare.Keempat pria dalam foto itu membuka mata mereka secara bersamaan. Lucia yang menatapnya sambil menjilat bibirnya sendiri, Xaver yang menatapnya dengan senyum polos dan pipi merona, Ariel yang menata

  • Obsesi   Cinta pertama (3)

    Pintu lift terbuka. Sama seperti sebelumnya, Shirley adalah pihak yang melempar sesuatu keluar dan tidak mendapatkan respon negatif. Dua wanita ini dengan tenang berjalan keluar, melangkahi mayat Alpha yang masih ada didalam lift."Tunggu" Shirley menghentikan Kaizen.Gadis itu menatap pihak lain dengan mata bertanya."Kita tidak tau apakah boleh meninggalkan mayat di dalam lift atau tidak, bantu aku menarik mayat Alpha keluar" ajaknya, berjongkok dan menarik sebelah kaki pria itu.Kaizen menarik sebelah kaki yang lain dan menarik mayat berlumur darah serta cairan otak itu keluar, tapi walau begitu Shirley juga tak kunjung berhenti menarik mayat Alpha. "Shirley?" Tanyanya, memastikan."Aku tidak tau apakah Alpha sudah dihitung sebagai mayat atau tidak oleh Nightmare Whisper, tidak lucu kalau kita sampai dianggap meninggalkan rekan setim dan menerima hukuman" jelasnya.Penjelasan ini cukup masuk akal.Oleh karena itu Kaizen tetap membantu Shirley menarik mayat, lalu mendudukkannya di

  • Obsesi   Cinta pertama (2)

    Alpha membuka pintu kamar tempat mereka di kumpulkan sebelumnya, memperhatikan angka B77 yang sudah usang. Lalu membukakan pintu untuk dua wanita lain, sambil terus mewaspadai kemungkinan jebakan apapun. "Sunyi, apakah benar-benar hanya ada kita di gedung ini sebagai pemain?" Bisiknya, takut tiba-tiba akan muncul makhluk instansi yang menyerang mereka atau memulai penalti karena mengungkapkan identitas.Untungnya, Nightmare Whisper masih senyap.Hanya ada suara gema dari langkah kaki mereka bertiga."Sebenarnya apa misi kita?" Kaizen memancing dua orang lain agar mau berdiskusi."Aku tidak tau, tapi jika dilihat dari setting instansi dan buku yang pernah kubaca. Mungkin akan ada petunjuk jika kita mampir ke ruangan dokter, atau kamar mayat. Pilih saja, atau kalian mau berpencar?" Tawar Shirley.Alpha langsung menolak ide ini"Tidak. Kurasa lebih baik kita menebak dulu ini rumah sakit apa. Besar kemungkinan misi kita ada kaitannya dengan rumah sakit apa ini, tempat pertama kita dipang

  • Obsesi   Cinta pertama (1)

    Cahaya bulan menembus jendela tua yang tertutup gorden tipis, tampak usang dan kuno. Tembok yang lapuk dan penuh dengan noda hitam, membuat kesan seolah pernah ada tragedi hebat disana. Ranjang berderit keras bahkan hanya dengan sedikit gerakan, bisa ditebak tanpa harus berpikir lama bahwa tempat ini sudah luntur dari ingatan manusia.Kaizen menatap sorot senter yang diarahkan ke matanya dengan tenang, lalu berjalan mendekat ke orang-orang yang menatapnya takut-takut dan bertanya padanya "Apakah kau manusia atau hantu?""Mana ada orang yang menanyakan hal semacam itu dan yakin menerima jawaban jujur?" Ini adalah seorang wanita berseragam guru, dengan name tag yang berubah menjadi mozaik."Tidak ada salahnya bertanya, lagipula bukankah kita akan menghadapi situasi hidup dan mati bersama?" Balas orang pertama yang buka suara, pria yang memakai almamater kampus berwarna ungu."Ngomong-ngomong, kau bisa memanggilku 'Alpha'. Mohon kerjasamanya" lanjut pria itu."Golden Irish" balas Kaizen

  • Obsesi   Realita: Kau yang paling cantik

    "Mau bergandengan?" Tawar wanita yang sedang berjalan disampingnya, dengan wajah yang tertutup sempurna.Kaizen melihat uluran tangan ini dan merespon lambat".... Kurasa tidak."Rania tentu tidak akan memaksa dan menarik tangannya kembali, tersenyum"Oke."Keduanya berjalan menggunakan tangga darurat untuk menghindari CCTV, melangkah lambat dan hanya disambut gema. Kaizen adalah pihak pertama yang memecahkan keheningan "Sudah berapa proyek?"Dia melihat Kaizen yang membuka pintu salah satu lantai gedung dan menjawab"Lima web series dan dua box office."Berjalan beberapa langkah didepan, Kaizen menimpali dengan"Kau sudah menjadi orang besar sekarang."Rania tertawa kecil dan menatap lekat nomor unit dimana Kaizen berhenti melangkah"Mn. Sayang sekali aku salah negara, dan tidak ada kau disana."Gerakannya membuka pintu langsung terhenti dan dia berbalik memperingatkan "Rania, kita sudah pernah membahas ini."Yang diperingatkan hanya mengendikkan bahu, memalingkan muka saat Kaizen m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status