Share

Rumah impian (2)

Saat inilah keanehan mulai terjadi, meja yang semula tampak kosong dan hanya terisi bunga dan lilin kini dipenuhi oleh makanan dan minuman. Ada steak, roti Prancis, selada, irisan daging, mentega dan keju, hidangan vegetarian seperti salad, berbagai macam saus, sekeranjang apel, jus jeruk, serta sampanye.

Porsinya cukup untuk lima orang, bahkan lebih dari cukup.

"Itu ... Bukankah sebelumnya tidak ada apapun? Kenapa tiba-tiba?" Pendosa bertanya, skeptis.

"Lagipula kita akan berada disini untuk beberapa hari. Mata tidak mungkin ingin kita kelaparan 'kan?" Winter yang tidak pernah bicara sebelumnya, ikut menimpali.

"Aku lapar" celetuk Sugar sembari melepaskan pelukannya pada lengan Kaizen, berjalan mendekati meja makan.

"Aku juga lapar, bolehkah kita memakannya?" Silver bertanya entah pada siapa.

Pendosa melirik jam besar dan perapian secara bergantian, lalu berkata

"Tidak ada peringatan apapun, mungkinkah ini disiapkan untuk kita oleh mata?"

Manik semua orang berkilau dan mereka mulai memakan makanan diatas meja, hanya Kaizen dan winter yang tidak mengambil hidangan apapun. Silver mau tidak mau bertanya

"Irish, kau tidak makan?"

Kaizen mengerutkan kening begitu merasa lapar secara tiba-tiba, dia menatap winter yang tidak ikut memakan apapun dan hanya menatapnya. Kaizen tidak ambil pusing dan mensugesti dirinya mati-matian, sebelum menjawab

"Tidak. Kalian juga jangan memakannya."

Pendosa yang baru selesai berdoa dan hendak mengambil roti, gerakannya terhenti. Tapi dia tidak ambil pusing dengan perkataan Kaizen dan tetap makan, walaupun hanya sebatas roti dan jus jeruk saja

"Irish, kau tidak akan punya tenaga jika tidak memakan apapun. Kalau kau takut dengan daging apa itu, makan saja roti bersamaku. Setidaknya kau akan merasa lebih baik, kulitmu tampak pucat."

Mendengar penuturan Pendosa, Kaizen menatapnya dengan lekat untuk beberapa lama. Tapi dia menggeleng sebagai jawaban, pendosa menghormati pilihannya dan tidak memaksa. Silver disisi lain memakan steak dengan rakus, bicara dengan mulut penuh

"Kalau Irish tidak mau makan, biarkan saja. Mungkin perutnya masih terasa tidak enak karena di teleport oleh mata dari kenyataan, istirahatlah Irish."

Sugar mengangguk

"Ya, duduklah di sebelahku. Aku bisa membantumu sedikit, setidaknya sebelum kita membagi kamar tidur."

Kaizen memandangi orang-orang yang makan sambil berujar kata-kata penuh perhatian, hatinya terasa agak masam. Dia berjalan menuju meja makan tapi memilih untuk duduk di sebelah winter, satu-satunya orang yang tidak ikut makan bersama yang lain.

"Kenapa tidak makan?" Kaizen bertanya dengan berbisik.

"Karena terlalu mencurigakan, kau juga menyarankan untuk tidak memakannya. Jadi kupikir kau sudah menemukan sesuatu, lebih mudah mempercayai orang yang penuh pertimbangan daripada mereka yang menerima arus dan ikut-ikut saja" jawabnya, juga dengan berbisik.

Malam semakin merayap, membuat penerangan dari cahaya lilin dan piring-piring kristal di atas meja tampak sangat cantik. Semua orang juga berbincang ringan sambil makan, tampak seperti keluarga yang bahagia dan hidup didalam rumah hangat.

Tapi ini hanya 'seperti'.

Jam besar berdentang keras menunjukkan pukul delapan malam, bersama dengan itu daerah diluar rumah menjadi gelap total seolah tidak ada apapun disana selain kegelapan. Kaizen yang sedang berbisik-bisik dengan Winter, secara tiba-tiba melihat ke arah pintu dan dengan tajam menunjuk ke arah itu.

Gerakan ini begitu mencolok sehingga Sugar dan Winter juga ikut melihat ke pintu, ketiganya diam seolah seseorang sudah menekan tombol pause. Kaizen memiliki pendengaran yang tajam, karenanya dia sudah tau bahwa sesuatu telah datang dengan gerakan yang sangat cepat.

Karena tidak lama setelahnya, terdengar suara ketukan di pintu.

Tok! Tok! Tok!

Semua aktivitas di meja makan terhenti begitu saja, sayangnya silver yang mengunyah daging langsung terbatuk akibat daging yang tersangkut di tenggorokannya, terlalu terkejut. Ketukan di pintu segera terhenti, disusul oleh sebuah suara

"Selamat malam, bolehkah aku masuk?"

Suara itu terdengar tajam, tersendat dan monoton. Seperti suara monster yang mencoba menirukan suara manusia hidup, tapi gagal dengan mengerikan.

"....."

Tentu saja tidak ada yang mau berbicara lagi di meja makan, semuanya hening dan hanya terdengar bunyi detak jam. Satu menit, dua menit, tiga menit, bahkan hingga lima menit kemudian tidak ada apapun yang terjadi.

Saat semua orang berpikir bahwa mereka sudah aman, suara di pintu datang lagi dan berhasil menakuti semua orang.

BRAK! BRAK! BRAK!

Sesuatu diluar pasti mencoba masuk mati-matian, suaranya jauh lebih keras dibandingkan dobrakan pintu biasa. Itu lebih terdengar seperti sesuatu diluar membenturkan tubuhnya berkali-kali untuk memaksa pintu agar terbuka.

Orang-orang sangat ketakutan mengingat betapa tipisnya pintu depan, takut bahwa itu bisa terbuka kapan saja dan mengambil kuda-kuda untuk jaga-jaga. Pintu itu sudah bergoyang hebat dan bisa hancur kapan saja, seolah pintu itu tidak dibuat untuk menjadi pertahanan tapi hanya untuk sekedar hiasan.

BRAK! BRAK! BRAK!

Semua orang gemetar dan tidak berani melakukan gerakan apapun, seolah mencoba memberi ilusi bahwa tidak ada siapapun disini pada sesuatu diluar. Suara dobrakan itu terus terdengar bahkan selama setengah jam kedepan.

Karena tak kunjung terjadi sesuatu, orang-orang sudah tidak setakut pada awalnya, hanya waspada dan meraih pisau makan dan pisau buah untuk berjaga-jaga. Kaizen juga tidak membuat suara apapun, tapi dia tampak jauh lebih tenang dibandingkan yang lain.

Sugar tidak tahan lagi mendengar dobrakan pintu

"Apa yang harus kita lakukan?"

Winter melirik Kaizen yang juga sedang menatapnya, pria itu tersenyum dan beralih ke mode serius begitu menghadapi sugar

"Satu orang dewasa dengan kekuatan rata-rata sekalipun, pasti bisa mendobraknya."

Semua orang melihat sikap tenang winter dan merasa ikut tenang, benar-benar bagus memiliki pria seperti itu dalam kelompok. Perkataan pria ini membuat kelompok itu sadar bahwa sesuatu diluar tidak akan bisa masuk kedalam, mereka aman.

Seolah tau pemikiran semua orang, dobrakan di pintu terhenti.

Pendosa bertanya takut-takut setelah dua menit tidak ada gerakan apapun dari luar

"Sudah berakhir?"

Tapi tidak ada yang menjawab, karena Kaizen tiba-tiba melihat ke arah jendela di belakang winter. Semua orang yang sudah waspada berkat gerakan pertama gadis itu, mau tidak mau juga ikut melihat jendela di belakang winter. Hanya mendapatkan pemandangan luar yang hitam dan hampa.

Silver bertanya lirih

"Apakah jendelanya terbuka?"

Kaizen menatapnya dan memberi gestur agar dia diam, tapi silver tidak mengerti apa yang salah dengan perkataannya dan kembali berkata

"Apa? Kau bilang sendiri kalau sesuatu di luar tidak akan bisa-"

"Jangan bicara!!" Bentak Kaizen.

Tapi perkataan silver sudah terlanjur dan tidak bisa dihentikan sekalipun sudah dipotong oleh Kaizen

"-masuk."

Semua orang memucat, termasuk silver. Dia dengan gugup bertanya

"Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?"

Raut Kaizen sangat tidak sedap dipandang.

Benar saja, kemudian suara sesuatu itu terdengar kembali

"Terimakasih."

Kaizen dengan cepat berteriak sambil menendang kursi Winter jauh-jauh

"Menjauh dari jendela!!"

Kurang dari sedetik kemudian, jendela besar dan tinggi itu pecah dengan ledakan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status