Share

Rumah impian (3)

Pecahan kaca terbang secara acak ke segala arah, seolah sedang bermanuver dengan kecepatan tinggi dan melawan hukum gravitasi. Manusia yang berada dalam ruangan tersebut lantas berlari kocar-kacir seperti kawanan semut yang tersiram air.

Namun kecepatan manusia, sekalipun sudah mendapatkan peningkatan dari mata sebelum memasuki game, tetap menjadi lelucon dibawah kecepatan alami dari sebuah tragedi.

Beberapa pecahan kaca dengan kejam menancap di bahu, pundak, perut, kaki dan pipi beberapa dari mereka. Kaizen yang berada paling dekat dari jendela menerima dampak yang lebih mengerikan, tapi dia tidak lari dan hanya tiarap dibawah meja. Kedua tangannya mendapat luka robek disana-sini, darah merembes dari bajunya yang robek.

Winter yang ditendang menjauh juga berhasil berlindung dari hujan kaca tersebut, hanya mengalami cedera kecil yang tidak terlalu berarti. Pendosa mendapatkan luka sayatan di pergelangan tangan kanan juga di dahi, Sugar kurang beruntung dan mendapatkan luka robek di perut sebelah kiri. Silver yang berlari lebih dulu begitu mendengar teriakan Kaizen, mendapatkan luka di kaki serta bahu.

Semua orang diam di tempat dan mendengar suara menggaruk dari dinding luar, dibalik bingkai jendela. Seperti suara kuku menggaruk dinding, dengan ganas dan putus asa seolah sesuatu diluar sangat membenci mereka.

Tak membutuhkan waktu lama saat sesuatu benar-benar muncul, itu adalah seorang gadis kecil bergaun merah dengan rambut pirang yang indah.

Sayangnya setiap persendian tubuhnya memiliki jahitan, seolah sudah dipotong untuk kemudian disambung lagi ala kadarnya, bahkan mulutnya pun dijahit. Gadis merah itu menatap setiap orang di ruangan dan pandangannya terhenti pada Kaizen, yang paling dekat dengan jendela.

Tempat dimana seharusnya ada bola mata disana, kosong dan hanya meninggalkan lubang berdarah. Ada dua kancing biru besar yang menggantung dari sana, seperti berusaha menggantikan peran mata. Benang hitam yang tertancap di lubang berdarah dan terhubung dengan kancing, bergoyang-goyang dan terus mengalirkan darah berbau busuk.

Semua orang menahan nafas mereka selama sepersekian detik, merasakan kengerian yang luar biasa.

Gadis merah itu langsung merangkak menggunakan keempat anggota tubuhnya dengan kecepatan tinggi, suara tulang yang patah terdengar setiap kali dia bergerak. Kepalanya yang juga dijahit sekenanya di leher, bergoyang seolah akan jatuh saat dia menerjang Kaizen.

Pendosa sontak berlari dan berdiri di depan Kaizen, tangannya mengacungkan pisau roti dan ingin melindunginya dengan itu. Gadis merah melompat dan membuka mulutnya yang sudah dijahit lebar-lebar, hingga rahangnya patah dan dengan kejam menargetkan leher Pendosa. Ingin menggigitnya sampai mati.

Pria yang tidak menduga akan digigit, dengan kosong berpikir

"Apakah aku akan mati?"

"Aku bahkan tidak bisa melindungi Irish dan teman-temanku."

"Ampunilah segala dosaku, maafkan aku yang memilih langkah ini dan menduakan-MU sebagai Tuhanku."

Pendosa mengucapkan dua kalimat syahadat, lalu mengacungkan pisaunya pada gadis merah, tidak ingin mati tanpa perlawanan dan masih ingin melindungi temannya sampai akhir.

Namun sebuah siluet gadis melompat tinggi dengan menggunakan bahunya sebagai tumpuan, menginjak gadis merah ke lantai tanpa ampun hingga beberapa jahitan di tubuhnya putus dan anggota tubuhnya berserakan. Pendosa menatap Kaizen dengan terkejut, karena bisa menghentikan gerakan gadis merah hanya dengan sebuah tendangan.

Bau busuk darah dari bagian tubuh gadis merah, benar-benar menusuk hidung. Pendosa bahkan pusing karena berada terlalu dekat dengan objek, dia menatap Kaizen dengan khawatir. Tapi gadis itu tidak menunjukkan reaksi berarti dan mencabut salah satu logam di bingkai jendela, dengan kejam menancapkannya pada kepala si gadis merah.

Darah busuk menyemprot ke atas seperti air mancur busuk.

Gadis merah berteriak melengking, tapi masih bisa meronta-ronta dan membuat darah busuknya terciprat kemana-mana. Kaizen menendang gadis merah yang sudah tertancap di lantai dan mengaduk kepalanya menggunakan tongkat logam, seolah sedang mengaduk bubur untuk sarapan.

Begitu kepalanya benar-benar hancur menjadi pasta daging busuk, jeritan gadis merah beserta rontaannya berhenti.

"Sudah berakhir?" Sugar bertanya dengan nada gemetaran.

Silver mati-matian menahan rasa mual dan bertanya

"Jadi ... Ini iblisnya? Apakah Irish sudah berhasil membunuhnya?"

Winter yang ditendang ke samping dengan santai mencabut serpihan kayu kursi yang menancap di pipinya, mendekat dan mengutarakan pendapat

"Jika Irish benar-benar sukses membunuh iblis, lalu kenapa Mata tidak memberikan pemberitahuan apapun soal misi sukses?"

Pendosa menarik lengan baju Kaizen agar menjauh dari tubuh busuk, berkata

"Benar ... Jadi apakah mahluk ini bukan iblis? Tapi hanya penjaga rumah biasa?"

Kaizen menarik lembut lengannya dan berujar serius

"Salah."

"Lalu?" Sugar memucat.

"Seperti yang dikatakan Pendosa dan Winter, ada dua kemungkinan dalam game. Pertama, mahluk ini bukan iblis. Kedua, ada lebih dari satu iblis di rumah ini" tegas Kaizen.

Dia menatap wajah satu persatu pemain dan bertanya balik

"Ada berapa banyak anggota keluarga di keluarga Madison dan tinggal di rumah ini?"

Pendosa menjawab

"Saat aku menjelajah sedikit sebagai orang yang pertama datang, sekaligus untuk memastikan letak kamar mandi. Ada potret besar keluarga yang dipajang di ujung tangga menuju lantai dua, ada empat anggota keluarga Madison."

Pendosa mengacungkan keempat jarinya dan menjelaskan

"Tiga orang berambut pirang dan bermata biru, serta satu pria berambut hitam dan bermata hitam. Ibu, ayah, kakak perempuan dan adik laki-laki."

Sugar mengernyit

"Tiga orang berambut pirang dan satu orang berambut hitam? Jangan-jangan dia ayah tiri?"

Silver membenarkan

"Pasti ayah tiri, aku juga melihat potret keluarga sebagai orang kedua yang hadir. Hanya pria itu satu-satunya yang tampak berbeda sendiri, tiga orang lain memiliki fitur yang sangat mirip dan cantik."

Winter hendak menggandeng Kaizen menuju sofa, berujar lembut

"Ayo, kau perlu istirahat. Pasti berat saat kau harus melawan gadis merah dengan kondisi tidak fit."

"Tunggu."

Kaizen melepaskan genggaman tangan Winter dan melihat keluar jendela, pemandangan masih berupa kegelapan tanpa akhir yang membuatnya tak bisa membedakan mana langit dan mana daratan.

Dia berjongkok dan menyeret tubuh gadis merah, lantas menggendongnya. Kaizen mengernyit akan betapa ringannya anak ini, seolah yang digendongnya bukanlah mahluk tertentu melainkan sebuah cangkang kosong. Dia mengangkatnya tanpa harus bersusah payah, bajunya juga berubah warna menjadi merah.

"Irish, mau kau apakan mayat itu?" Silver bertanya.

Tanpa menjawab, Kaizen membuang mayat itu keluar jendela dan menarik gorden hingga tertutup.

Baru setelah itu orang-orang dalam ruangan berani mendekatinya, Sugar adalah yang paling cemas akan kondisi Kaizen dan meraih sapu tangan untuk mengusap keringat pihak lain.

"Irish, kau tidak apa-apa?" Tampak bahwa Sugar tidak ingin menanyakan tindakannya barusan, atau justru tidak mau tau.

Namun pendosa masih ingin bertanya akan apa yang baru saja dilakukan oleh Kaizen

"Kenapa membuangnya keluar? Apakah kau menemukan sesuatu?"

Kaizen mengangguk

"Dia tidak mati."

Ruangan seketika hening, semua orang tampak memucat ketakutan begitu mendengar hal itu. Winter adalah satu-satunya yang masih tampak tenang dan dengan serius bertanya

"Maksudmu ... Dia memang tidak pernah hidup sejak awal, oleh karenanya dia tidak mati?"

Kaizen mengangguk.

Sugar bertanya pada dirinya sendiri

"Jadi ... Dia sebenarnya mahluk apa?"

Silver tampak berpikir sejenak sebelum mengeluarkan pendapatnya

"Tidakkah Mata mengatakan bahwa kita harus membunuh iblis agar menang? Irish bilang ada kemungkinan bahwa iblis dirumah lebih dari satu, tapi yang membuatku penasaran adalah ... Benarkah begitu?"

Pendosa merenungkan apa yang barusan didengarnya dan merasa bahwa pendapat silver masuk akal

"Yang berhasil dibunuh belum tentu iblis, tapi juga belum tentu adalah roh biasa. Mata mungkin adalah eksistensi yang keji dan menganggap kita sebagai ternak, tapi dia tidak akan mengeluarkan kebohongan yang bisa membunuh semua ternaknya."

"Yang aku tau, iblis adalah mahluk sombong dan jahat yang suka melihat kemalangan 'ternaknya'. Jika semua ternak langsung mati, dimana serunya?" Dia menambahkan.

"Masuk akal" timpal Sugar.

"Iblis juga mahluk yang sangat teritorial dan individual mengingat karakteristik mereka. Jika memang ada lebih dari satu iblis dalam satu lingkup kecil, kenapa mereka tidak membantai satu sama lain sampai menyisakan satu yang terkuat?" Tambahnya.

"Aku memikirkan suatu kemungkinan dari percakapan ini, tapi kujamin kalian tidak akan suka mendengarnya" Celetuk Winter.

"Apa itu?" Tanya Pendosa.

Winter menatap wajah semua orang sebelum terhenti pada Kaizen yang diam, dia tersenyum dan melanjutkan

"Sejak awal mata meminta kita membunuh iblis dan bukan para iblis, yang berarti memang hanya ada satu iblis di rumah ini. Tapi mahluk barusan benar-benar memiliki energi dan kekuatan yang setara dengan iblis, karena roh dan hantu tidak akan bisa melakukan kontak fisik dengan manusia, apalagi sampai membunuh."

"Jadi wajar bagi kita untuk berpikir bahwa dia adalah iblis, tapi Irish bilang dia tidak mati sekalipun dia sudah membunuhnya sendiri. Karena mahluk itu tidak pernah hidup sejak awal" lanjutnya.

"Apa yang tidak mati sekalipun dibunuh, tidak hidup, tapi bisa melakukan banyak hal seolah dia hidup dan bahkan memiliki energi tertentu?" Winter bertanya, membiarkan semua orang ambil bagian dalam berpikir.

Silver menjentikkan jari dan menjawab

"Boneka."

Winter tersenyum miring

"100 untukmu."

Benar saja, semua orang tampak tidak senang begitu mengetahui kemungkinan ini. Karena probabilitasnya benar-benar lebih dari 80% jika mengingat apa yang baru saja terjadi. Mereka tidak lupa betapa kuat dan mengerikannya mahluk barusan, dan apa yang mereka temukan?

Dia hanyalah sebuah boneka.

Itu artinya ada sesuatu yang jauh lebih mengerikan dan bisa mengendalikan hal semacam itu.

Dan misi mereka adalah membunuh si 'dalang' yang asli.

Semua orang kembali menggigil ketakutan.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Sugar bertanya pada Kaizen sembari menggenggam pergelangan tangannya.

Kaizen menjawab datar

"Tidur."

Semua orang "....."

Silver tampak agak kesal mendengar jawaban sembrono tersebut

"Irish, bagaimana kau bisa tidur dalam situasi semacam ini?"

Tapi gadis itu hanya menunjuk jam besar yang berdetak di sebelah tangga, menunjukkan pukul delapan lima puluh malam.

"Jadi? Kenapa dengan jam itu?" Tanya Silver, masih kesal tapi tidak mengatakan hal-hal keterlaluan.

Pendosa menepuk pundak silver dan berujar

"Aturan pertama dari sang Mata."

Silver seketika ingat saat jam besar itu berdentang pertama kalinya dan mengatakan

"Xaver adalah anak baik yang tidur sebelum jam 9 malam."

Artinya mereka harus tidur, tak peduli apapun yang terjadi.

Jika mereka tidak bisa tidur hingga jam sembilan malam lewat ...

Apakah sosok Xaver ini akan muncul?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status