Share

Rumah impian (1)

Kaizen membuka mata hanya untuk mendapati dirinya yang sedang duduk di halte depan rumah sakit, dia melihat jam yang masih menunjukkan waktu pada pukul dua siang. Padahal dia berada di tempat aneh tadi semalaman, dia yakin sekali akan intuisinya tentang waktu.

Atau jangan-jangan itu cuma mimpi?

[Mau kuputarkan video sewaktu kau berciuman dengan Lucia?] Suara mata lagi-lagi secara misterius terdengar dari dalam kepalanya.

Kaizen balas bertanya, nadanya datar

"Kenapa kau masih bicara melalui kepalaku? Mesum."

Suara mata terdengar kesal

[Tentu saja aku masih disini, kau pikir beres hanya dengan menyelesaikan satu permainan? Aku belum memberitahumu aturan dan cara komunikasi, bagaimana bisa aku meninggalkanmu yang tidak takut mati sendirian?]

"Ah, kalau begitu silahkan" Kaizen berujar ramah dan memutuskan untuk berjalan kaki menuju apartemennya, menenteng ransel berisi laptop dan memeluk map bening, dengan sebelah tangan menenteng kopi.

Mata tidak ambil pusing dengan penampilan normal orang ini dan mulai menjelaskan

[Ada dua jenis permainan dalam nightmare whisper, mode realita dan mode maut. Mode realita membuatmu bisa dimasukkan ke permainan kapan saja. Bisa satu jam dari sekarang, satu hari, bahkan satu bulan dari sekarang. Hadiahnya tidak terlalu bagus, tapi mayoritas manusia memilih mode ini, karena ingin jeda waktu istirahat untuk menjalani kehidupan sehari-hari dan resiko yang lebih kecil.]

[Sementara mode maut bisa dikatakan sebagai mode sulit, tapi memiliki hadiah 30% lebih banyak. Begitu kau masuk dalam permainan lewat mode ini, kau tidak akan pernah berhenti bertarung. Begitu kau menyelesaikan satu instansi, kau akan langsung dikirim ke instansi lain. Begitu seterusnya hingga permainan berakhir, tanpa pernah melihat kenyataan sampai kau benar-benar menyelesaikan seluruh instansi nightmare whisper.]

[Dan sejauh ini tidak ada satu orangpun yang berhasil menyelesaikan game nightmare whisper, baik itu mode realita ataupun mode maut.]

Kaizen merinding mendengarnya

"Adakah yang memilih mode maut?"

Mata menjawab

[Tentu saja ada, mereka benar-benar manusia berambisi tinggi yang sangat serakah.]

[Ngomong-ngomong aku untuk sementara memasukkanmu kedalam mode realita, apakah kau ingin menggantinya menjadi mode maut?]

"Tidak, terimakasih" Kaizen menenggak kopinya hingga tandas dan membuang cangkir plastik itu ke tempat sampah terdekat.

Sesuatu terbesit di benak Kaizen, dia kembali bertanya

"Setelah menjadi pemain, apakah akan ada sesuatu yang terjadi di dunia nyata?"

[.... Tidak, selama kau tidak menunjukkan ataupun memberitahu siapapun tentang nightmare whisper, ngomong-ngomong aku sudah mengunduh aplikasinya di ponselmu agar memudahkan untuk berkomunikasi.]

"Lalu kenapa kau masih berdengung didalam kepalaku?"

Mata menggeram kesal

[Aplikasi itu untuk berkomunikasi dengan sesama pemain, aku tidak akan menemuimu lagi setelah menyampaikan semua ini, jadi berhati-hatilah. Jangan sampai kau menunjukkan akunmu pada pemain lain, mereka bisa merampas poinmu untuk transaksi aneh dalam game.]

[Perlu kau ingat, poin bertahan hidup tidak hanya berfungsi untuk mengisi bar progress game yang juga berarti jaminan hidup. Tapi juga untuk membeli makanan, peralatan, petunjuk, dan segala hal dalam permainan. Ini tidak hanya berfungsi sebagai mata uang, tapi juga penyelamat nyawa. Jika poinmu nol, kau akan langsung mati saat itu juga.]

[Di aplikasi ada semacam buku panduan dan forum diskusi antar pemain, intinya ini adalah aplikasi serbaguna. Kuingatkan sekali lagi, jangan sampai ada orang yang mengetahui aplikasi ini. Jika ada manusia umum yang membukanya, sebuah portal akan muncul dan menyeret mereka masuk kedalam permainan saat itu juga.]

Kaizen mengangguk mengerti dan menaiki lift menuju apartemennya

"Kalau begitu kapan instansi berikutnya akan terjadi?"

[Kau berada dalam mode kenyataan, jadi waktunya sangat tidak pasti. Beli saja jam pendeteksi di mal game agar kau tau waktu kapan instansi akan terjadi secara akurat, harganya 1000 poin bertahan hidup.]

".... Ternyata aku miskin dalam permainan, ini menarik."

[Kau memang sinting.]

Kaizen memilih untuk berpacu dengan waktu dan membuat akun secepat mungkin, merefresh halaman aplikasi beberapa kali dan membaca buku panduan untuk pemula game nightmare whisper. Ada bagian terpisah berisi fitur teman, strategi, mal, bahkan map kota. Seluruh aplikasi ditata dengan rapi dan penuh konten.

Dia mengetuk icon strategi dan mendapatkan rekomendasi postingan teratas, membutuhkan ribuan poin untuk membukanya. Kaizen melihat jumlah view dan menghitung pendapatan poin orang ini secara kasar, ada sekitar puluhan juta poin hanya untuk menjual strategi.

Kaizen bisa meniru jejak orang ini sebagai alternatif, memanfaatkan bakatnya sebagai penulis.

Dia melihat akun yang bernama Blueming Raven tersebut, mengamati sekelumit gaya tulisannya yang ditampilkan sedikit di posting dan mengangguk mengerti. Orang yang rapi dan berpendidikan, tapi mengingat mata yang mengatakan bahwa belum ada pemenang satupun, dia menjadi skeptis akan identitas orang ini.

Apakah dia benar-benar orang?

[Sesi cooldown berakhir, bersiap memasuki instansi dalam satu menit]

"Tunggu, sekarang?!"

Kaizen berlari menuju pintu apartemennya dan masuk, meletakkan barang-barang diatas meja terdekat dan cepat-cepat mengganti bajunya agar tidak mempengaruhi mobilitas. Begitu dia meraih ponsel, seketika pemandangannya berubah.

"Kau tidak apa-apa?"

Suara lembut seorang pria menjadi hal pertama yang dia dengar, dia merasakan deja vu dan menoleh. Mendapati pria berbaju Koko putih dan memakai celana hijau pupus, mungkin dia baru saja selesai beribadah. Kaizen merasa lega karena dia tidak bertemu bos instansi begitu membuka mata seperti sebelumnya.

Dia mengangguk sebagai jawaban, pria itu juga balas mengangguk dan kembali menjauh, tidak ingin terlalu dekat dengan lawan jenis. Kaizen mengedarkan matanya dan melihat ada empat orang lain selain dirinya, satu wanita dan tiga pria.

Ruangan ini tampak seperti ruang tamu abad pertengahan, mewah dan misterius. Ada perapian besar, jendela besar yang tinggi, lampu kristal, jam besar yang berdenting setiap beberapa jam, meja makan besar dengan lilin dan bunga Lily, juga karpet yang terbuat dari kulit beruang Grizzly asli.

Ini adalah rumah bangsawan.

Ada pria berbaju kasual yang duduk di sudut terjauh meja makan dan bahkan tidak melirik mereka, seolah dia tidak ada hubungannya dengan semua ini. Tahi lalat di bawah mata kirinya benar-benar khas, menambah bumbu melankolis dari matanya yang beku.

Ada juga pria berbaju Koko putih tadi yang masih memegang sesuatu seperti tasbih, menjadikannya gelang dan sepertinya terus menggumamkan doa. Entah kenapa orang sereligius itu bisa jatuh kedalam godaan iblis, benar-benar tidak sederhana. Tapi Kaizen tidak berhak menilai sebelum tau cerita keseluruhan, jadi dia diam.

Pria terakhir tampak melirik jam tangannya dan jam besar secara bergantian, tampak gugup dan terburu-buru. Dia terlihat seperti pria pekerja keras yang mencoba ini hanya untuk bersenang-senang, tapi lantas menyesalinya.

Sedangkan satu-satunya wanita kini tampak senang melihatnya, rambut pendeknya bergoyang seperti puding ketika dia berlari mendekat

"Ada perempuan! Akhirnya ada perempuan lain disini selain aku!"

Dia menggenggam tangan Kaizen dan memperkenalkan diri

"Aku 'Sugar Elk', pemain nightmare whisper sepertimu. Salam kenal!"

Kaizen menjawab ramah

"Aku 'Golden Irish', seorang pemula. Salam kenal."

Pria yang semula diam di sudut, tiba-tiba tersenyum manis dan mendekati mereka

"Pemula ya? Aku 'Winter', mari menjaga satu sama lain."

"Salam kenal, aku 'Pendosa'" timpal pria berbaju Koko putih tadi, dengan senyum sopan.

Pria dengan setelan hitam dan sepatu pantofel juga menjawab

"Aku 'Silver key'."

Ding! Ding!

Semua orang dikagetkan oleh dentangan jam besar di sebelah tangga ruangan itu, suara dingin muncul dari jam tersebut.

[Semua pemain sudah ada di posisi, permainan Nightmare whisper dimulai]

[Instansi level dua: Rumah impian]

[Keluarga Madison yang hangat menyembunyikan iblis di rumah mereka, temukan dan bunuh iblis untuk kedamaian seluruh anggota keluarga]

[Aturan pertama: Xaver adalah anak baik yang tidur sebelum jam sembilan malam.]

Madison? Xaver?

Mereka memasang telinga baik-baik dan menunggu aturan kedua dan ketiga, tapi tidak ada suara lagi setelah itu. Jam dinding berdetik dengan normal seperti biasa, menunjukkan pukul enam sore.

"Haruskah kita berkeliling mencari petunjuk? Lagipula kita akan disini selama beberapa hari, kita juga perlu tidur" Pendosa memberi usul.

"Tentu saja lebih baik untuk tidak tidur sendiri-sendiri, untuk alasan keamanan. Aku tau kita tidak akrrab, tapi kita bisa menjaga satu sama lain dengan ini" Silver, si pria pekerja menambahkan.

Sugar hanya mengangguk sembari merangkul lengan kiri Kaizen

"Aku akan tidur bersama Irish, perempuan sama perempuan. Aku tidak bisa seenaknya percaya pada orang asing, terutama pria."

Winter hanya diam dan tidak berkomentar apa-apa, tapi wajah dinginnya sudah tergantikan dengan ekspresi ramah beserta senyum di wajah. Dia terus menatap Kaizen, bahkan saat gadis itu memergokinya, dia justru melambaikan tangan dan tidak merasa malu karena terpergok.

Kaizen tidak memberi respon berarti, berpikir akan selalu ada satu pria seperti itu dalam kelompok. Si tukang cari perhatian.

Mereka berdiskusi untuk beberapa saat sebelum jam berdentang kembali, menunjukkan pukul tujuh malam. Saat inilah keanehan mulai terjadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status