Share

Rumah impian (5)

Silver berlari menjauh tanpa mengatakan apa-apa, menyeret pendosa yang berdiri tidak jauh darinya menuju tempat Winter yang berdiri diam di dekat Kaizen. Pendosa yang tidak tau kenapa silver bersikap aneh, tidak bertanya ada apa.

Karena dia tau pasti dari ekspresi Silver, bahwa akan ada sesuatu yang terjadi jika mereka tidak bicara dengan hati-hati lagi. Seperti penyerangan gadis merah untuk pertama kali.

Winter yang sedang menatap lekat memar di pipi Kaizen, mengernyit tidak senang akan interupsi orang lain secara tiba-tiba. Tapi dia berhasil mengatur emosinya dan bertanya

"Ada apa?"

Pendosa menggeleng, pertanda bahwa dia memang tidak tau ada apa. Silver memberi gestur agar mereka diam dan menunjuk ke arah jendela, tapi begitu mereka melihat ke arah yang dimaksud Silver, mereka tidak menemukan apa-apa.

Bahkan tangan diluar pun menghilang.

Silver tergagap dan mulai menjelaskan

"Aku bersumpah disana tadi ada-"

"Ssssstt!" Potong Kaizen.

Tidak seperti sebelumnya, Silver tidak melanjutkan ataupun membantah interupsi Kaizen. Dia diam begitu disuruh untuk diam, tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti pertama kali. Takut bahwa sesuatu diluar akan masuk kedalam, seperti insiden gadis merah.

Pendosa juga mengerti bahwa ada yang tidak beres dengan Silver, dia bertanya pada dua orang lain

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Tidur. Kita akan mencari petunjuk besok" balas Kaizen.

"Kusarankan agar kita tidur dalam satu ruangan yang sama, untuk jaga-jaga" imbuhnya.

Pendosa mengernyit tidak nyaman

"Tapi Irish, kau adalah satu-satunya perempuan sekarang. Agak canggung membiarkanmu tidur bersama kami dalam satu ruangan sempit."

"Memangnya sekarang itu penting?" Tanya Silver, kesal karena kekolotan Pendosa.

"Bung, kita sedang mencoba untuk bertahan hidup sekarang. Kenapa kau masih bisa memusingkan jenis kelamin seseorang dalam situasi ini?" Lanjutnya.

Pendosa tampak merasa bersalah dan gelagapan mencoba menjelaskan

"Aku hanya tidak ingin ada sesuatu yang terjadi pada-"

"Bro, tidak semua pria ingin melakukan tindak pemerk*saan pada gadis yang sendirian. Aku tau kau mengkhawatirkan Irish, tapi kau bisa yakin bahwa baik aku dan Winter bukan binatang semacam itu. Ya 'kan?" Silver menoleh dan meminta persetujuan Winter.

Pria tersebut segera mengangguk dan menepuk pundak Pendosa

"Tenanglah, kita tak perlu mendebatkan hal semacam itu. Kita bisa saling menjaga dengan lebih mudah, jika semua orang berada dalam satu garis pandang."

"Kalau kau takut aku diapa-apakan. Bagaimana kalau kita tidur diatas karpet saja? Ruangan ini cukup luas, kita tidak harus berhimpitan satu sama lain" Kaizen memberi usul karena tidak ingin membicarakan hal ini lebih jauh lagi.

"Kita harus cepat tidur, sudah tengah malam. Waktu juga berlalu sangat cepat dibandingkan dengan realita, aku ingin menyelidiki seluruh rumah besok. Siapa tau kita akan menemukan petunjuk" imbuhnya.

Pendosa menghela nafas panjang dan tersenyum lembut

"Kalau kau tidak masalah, maka tidak apa-apa."

Pendosa menaikkan pandangannya dan bersibobrok dengan manik dingin milik Winter. Namun begitu dia berkedip, pria itu sudah menunjukkan raut cuek seperti biasa, baru akan tersenyum saat menatap Kaizen.

Pendosa mau tak mau berpikir, apakah Winter menyukai Kaizen? Makanya dia merasa cemburu?

Kalau memang demikian, maka pendosa bisa memaklumi kelakuan pria itu.

Pendosa berbaring di posisi paling pinggir, disusul oleh Silver, Kaizen, dan yang terakhir adalah Winter.

Dia melirik semua orang yang tampaknya tidak bisa tidur dan berusaha menghibur

"Besok ayo kita ambil mayat Sugar untuk dimakamkan."

"Pendosa" panggil Kaizen.

"Ya?"

"Apa yang membuatmu mengikuti Mata? Apa keinginanmu?" Kaizen bertanya sembari menatap dari jauh.

"Tadi kau mengatakan bahwa kau adalah pria yang tak berguna, sejujurnya apa alasanmu mengatakan hal demikian? Tapi kau juga tidak perlu menceritakannya kalau itu memang menyakitkan, anggap ini sebagai kegiatan saling berbagi cerita saja" timpal Silver dari sebelahnya, penasaran namun tidak memaksa.

"Kami bisa secara bergantian bercerita, mulai dari dirimu. Karena aneh saja melihat pria yang religius justru secara sukarela mengikuti permainan iblis, penampilanmu sungguh terlalu kontradiktif" tambah Winter.

"Aku tidak pernah keberatan bercerita, lagipula ada Irish sebagai seorang perempuan disini. Ceritaku mungkin bisa menjadi pengingat suatu saat jika nanti dia ingin menerima seorang pria" Pendosa menatap Kaizen dengan senyum sopan yang menyejukkan hati.

Kaizen menatapnya penuh minat, memutuskan untuk menyimak apa yang hendak diceritakan Pendosa secara baik-baik. Pria diujung sana mulai dengan kalimat pembuka

"Aku adalah satu dari banyak kasus bocah yang menjadi korban sinetron romansa, dan melakukan pernikahan dini bertahun-tahun yang lalu."

Semua orang bisa menebak apa akar masalahnya dan menatap pendosa dengan tatapan aneh. Tapi yang ditatap hanya tertawa sedih

"Dugaan kalian benar. Apa yang bisa diharapkan dari bocah putus sekolah, tanpa skill, belum dewasa, untuk hidup ditengah persaingan ketat pencari kerja bertitel sarjana? Tidak pernah terpikirkan bahwa begitu melakukan pernikahan dini itu, aku sudah secara sukarela melempar diriku dan istriku kedalam neraka kehidupan."

"Kami masih lima belas tahun waktu itu, dengan keras kepala menyuarakan cinta sejati yang kami miliki pada pihak orangtua. Karena orangtua kami juga bukan orang yang cukup berpendidikan, mereka membiarkan saja kami menikah untuk mengurangi mulut untuk diberi makan dirumah. Mereka bilang uang bisa dicari dan bahwa harus menghindari zina, istriku juga bersedia bersamaku dari nol."

"Jadi kami menikah, berharap bisa hidup dengan manis seperti pasangan yang hamil duluan di usia sekolah di sinetron TV. Tapi ternyata tidak, karena pikiran kami masih labil dan sama-sama egois, kami sering bertengkar karena kekurangan uang dan makanan akibat tidak ada dari kami yang bekerja. Dia sering pulang ke rumah orangtuanya untuk mengadu, aku juga sering melampiaskan rasa jenuhku dengan mencari pacar baru. Kami hanya bersama saat aku menginginkan hubungan seksual, itupun aku yang memaksanya."

Silver memelototinya dan berujar kesal

"Pemerk*saan dalam pernikahan, juga masih tergolong pemerk*saan. Orang yang tak berpendidikan, tidak akan menganggap ini sebagai hal penting, karena bagi mereka jika sudah sah, maka suka-suka saja. Bahkan pihak istri yang akan disalahkan jika menolak untuk melayani suaminya. Tidak kusangka kau termasuk dalam golongan orang-orang itu, dasar bajingan."

Pendosa menjawab tenang

"Itulah sebabnya aku bilang bahwa aku adalah pria yang tidak berguna."

"Kau tidak hanya tidak menafkahinya. Kau memperk*sanya, selingkuh, tidak menepati janji untuk membahagiakannya, dan menghancurkan prospek masa depannya yang tidak terbatas" Winter mencibir dari ujung.

Pendosa merasa sangat sedih, tapi apa yang dikatakan rekan setimnya adalah kenyataan. Dia menerima setiap tuduhan dan melanjutkan

"Dua tahun setelah menikah, istriku mulai menemukan bahwa dia berbakat dalam literasi dan belajar secara otodidak. Dia mulai menghasilkan uang dan ingin kembali bersekolah, tapi orangtua kami menentangnya dan merampas penghasilannya untuk kehidupan sehari-hari kami. Mereka bilang jika wanita suka membaca buku, maka tidak akan ada buku yang tersisa untuk pria. Bahwa kodrat wanita ada di dapur, mengurus rumah dan melayani suaminya."

"Ibu Kartini akan menangis mendengar ini, kalian para patriarki benar-benar bajingan tanpa otak" Silver sungguh marah.

"Kalian mahluk primitif akan marah jika istri kalian bekerja, cemburu dan curiga seperti seekor babi tak berotak. Tapi jika kalian menjadi satu-satunya tulang punggung dan kekurangan uang, kalian akan menyalahkan istri karena tidak berkontribusi dalam keluarga. Sebenarnya apa mau kalian?" Kaizen juga agak kesal dan bertanya setelah mendengar bahwa istri Pendosa adalah penyuka literasi sepertinya.

"Aku tau. Aku dulu benar-benar tidak berguna dan berhati kejam. Aku memperlakukan istriku seperti pembantu dan budak s*ks, makanya dia mengajukan cerai begitu melahirkan anak pertama kami. Tentu saja aku tidak setuju, tapi dia terus berusaha membuatku marah dan aku menandatanganinya pada akhirnya. Kamipun berpisah."

Semua orang menghela nafas lega, tapi masih memelototi Pendosa. Winter berinisiatif untuk bertanya

"Jangan bilang alasanmu mengikuti Mata, ada hubungannya dengan ini?"

Pendosa terdiam beberapa saat dan menjawab lirih

"Aku mencintainya."

Semua orang "Hah?"

Pendosa mulai berkaca-kaca

"Dari dulu hingga sekarang, aku selalu mencintainya."

"Aku tau sudah terlambat dan bahwa aku sudah terlalu menyakitinya. Aku selalu berpikir bahwa andai saja aku hanya berkencan dengannya, menahan nafsu dan egoku, bersabar dan memahaminya, mengacuhkan orangtua kami yang toksik, berjuang bersamanya dari usia sekolah dan saling mendukung hingga kami cukup dewasa untuk menikah. Akankah kami akan bahagia?"

Semua orang terdiam.

Pendosa melirik jendela yang samar-samar sudah menampakkan cahaya dari kejauhan dan berkata

"Aku ingin Mata ... Memutar kembali waktu untukku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status