Share

Rumah impian (4)

Pendosa menatap winter yang sedang mengasah pisau di lantai dan silver yang gugup di sebelahnya, merasa tidak enak

"Bung, kau tidak tidur?"

Winter menggeleng, tidak ada lagi senyum di bibirnya

"Tidak bisa tidur."

Silver yang tengah memaksa menghitung uang didalam kepalanya agar bisa tidur, juga memperhatikan winter yang masih asik dengan pisaunya

"Pisau yang cantik, apa kau membelinya di Mal nightmare whisper?"

Gerakan Winter yang sedang mengasah pisau terhenti, lalu menatap dua pria besar yang menyisakan sebuah tempat di atas ranjang untuknya

"Bukan pisau, tapi karambit. Aku juga tidak membelinya, aku mendapatkannya."

Pendosa dan Silver sama-sama terdiam, keduanya memiliki sebuah pemikiran yang terlintas di benak mereka. Tapi sebelum dua orang itu merasa senang, mereka teringat pada sikap Winter yang suam-suam kuku dan menelan kembali kata-kata mereka.

Jika Winter benar-benar tidak membelinya dan 'mendapatkannya', maka hanya ada satu kemungkinan.

Itu adalah item terkutuk.

Pendosa dengan gugup bertanya

"Kau ... Memilih mode apa?"

Winter tidak menjawab dan hanya menatap mereka, tanpa menunjukkan emosi sedikitpun. Dua pria lain seketika mengerti dan tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Silver tertawa canggung dan memberi saran

"Beberapa menit lagi jam sembilan malam, kau tidak tidur?"

Winter tampak berpikir, mengangguk

"Baiklah."

Kedua pria diatas ranjang merasa lega begitu merasakan aura Winter yang membeku barusan telah menghilang, mereka dengan senang hati membiarkan dia meremas tempat dan berhimpitan bersama.

Tiga pria besar yang berbagi ranjang bersama, sungguh pemandangan yang lucu dan membawa sedikit nostalgia.

Silver mengingat saat dulu dia masih hidup susah bersama rekan-rekan kuliahnya, patungan menyewa sebuah kamar kost dan melakukan tugas bersih-bersih serta memasak secara bergantian. Nostalgia singkat itu membuat seulas senyum muncul di wajahnya, membawa ketenangan yang disusul kantuk.

Dia berbisik pada dua pria lain

"Aku ingin pulang ke realita."

Pendosa yang mendapat nostalgia serupa namun berbeda, ikut merasakan kantuk yang sama dan menjawab

"Aku juga ... Ada yang ingin kukatakan pada mantan istriku."

Silver bertanya sembari mulai memejamkan mata

"Sungguh? Bolehkah aku bertanya mengapa kalian berpisah?"

Hening untuk beberapa saat, sayup-sayup pendosa menjawab

"Aku pria yang tak berguna."

Winter ikut menjawab secara tiba-tiba

"Bro, jangan mengatakan hal semacam itu. Selalu ada waktu untuk berubah, tapi kalau urusan kesempatan ... Itu tergantung pada bagaimana kau memperlakukannya dulu."

Pendosa tertawa kering

"Aku tau, bung. Sudahlah, mari tidur. Jangan lupa berdoa."

"Sori, aku atheis" entah siapa yang mengatakan ini.

Pendosa tersenyum saja, tidak memaksa orang untuk mengambil apa yang menurutnya 'jalan yang benar'. Pasti ada alasan mengapa pihak lain menjadi atheis, dan dia tidak berhak untuk terlalu ikut campur karena mereka tidak seakrab itu.

Asalkan bisa keluar dari sini hidup-hidup, dia bisa sedikit lega.

Tidak ada yang menjawab lagi, ketiga pria yang dibuat lelah dengan nostalgia dan rasa sakit mereka sendiri juga tidur. Ingin mengalihkan perasaan mereka dengan tidur, mengisi ulang tenaga mereka untuk berjuang agar bisa pulang.

Sementara Sugar di sisi lain sama sekali tidak bisa tidur karena merasa trauma, pemandangan sewaktu Kaizen menghancurkan kepala Gadis merah tanpa perubahan ekspresi apapun, sungguh mengerikan. Tapi dia tidak bisa menyalahkan Kaizen, karena gadis ini sudah menyelamatkannya.

Menurutnya Kaizen adalah orang baik yang cerdas, pintar mengambil keputusan, pintar membaca situasi dan tenang. Terlepas dari kepribadiannya yang agak tidak biasa. Kenapa Sugar bisa tau semua ini bahkan saat mereka bertemu dalam waktu kurang dari satu hari?

Karena dalam situasi antara hidup dan mati, manusia secara otomatis akan melepas persona dan mengekspos sisi terdalam mereka sebagai manusia.

Namun gadis penyelamatnya ini sudah tidur nyenyak di sebelahnya, saling berbagi selimut.

Ding! Ding!

Jam besar yang berdentang keras terdengar dari kamar mereka, Sugar menebak bahwa ini sudah jam sembilan malam. Dia merasakan dingin yang luar biasa dan merapatkan posisinya di sebelah Kaizen, lalu mulai memejamkan mata.

Namun betapa kerasnya dia mencoba, dia tidak bisa terlelap. Karena begitu dia menutup mata, pemandangan berdarah sebelumnya kembali terputar di otaknya. Sugar bergerak-gerak di tempat untuk menghangatkan tubuhnya, lalu berhenti pada posisi semula.

Tidak mau bergerak lagi, tetap saja terasa dingin.

Bahkan anehnya, lebih dingin dibandingkan sebelumnya.

Wajahnya bahkan terasa jauh lebih dingin dibandingkan dengan anggota tubuh lain, mau tidak mau Sugar merinding karena rasa dingin tersebut. Merasa bahwa percuma saja memaksa tidur saat ini, dia membuka mata.

Lalu merasa bahwa ajalnya sudah dekat.

Yang dilihat matanya saat ini adalah kancing, kancing biru yang besar dan berhadapan langsung dengan mata kirinya. Sementara mata kanannya, menghadapi sebuah rongga berdarah yang masih berkedut-kedut.

Terdapat rasa gatal yang menusuk di seluruh bagian atas tubuhnya, yang tertusuk oleh rambut pirang gadis merah.

Sugar segera mengingat percakapan bersama orang-orang belum lama ini

"Dia belum mati."

"Dia tidak bisa mati karena sejak awal memang tidak pernah hidup."

"Karena dia hanyalah sebuah boneka."

Sugar menangis tanpa suara dan tidak bisa berpaling dari gadis merah, tubuhnya gemetar dan mulai mengalami sesak nafas karena rasa dingin yang begitu kuat. Tapi dia sama sekali tidak berani membuka mulutnya untuk mengambil nafas, karena tidak mau tanpa sengaja menelan kulit dan darah busuk mahluk diatasnya.

Kulitnya yang semula berwarna keemasan seperti gandum yang sehat, kini mulai membiru akibat hipoksia.

Pupil matanya bergetar hebat dalam kengerian luar biasa saat selusin benang hitam keluar dari rongga mata si gadis merah, menggeliat seperti cacing dan ingin mencongkel matanya sendiri untuk menggantikan bola mata gadis merah yang hilang.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHH!!!!!!!"

Teriakan penuh rasa ngeri milik Sugar memecah keheningan malam.

Gadis yang nyaris dicongkel bola matanya tersebut sekuat tenaga menendang gadis merah dari atas tubuhnya seperti Kaizen tadi, menimbulkan gerakan yang begitu besar dan ikut membangunkan Kaizen.

Sugar tidak membiarkan gadis merah bangkit dan melempar lampu hias ke kepalanya hingga kembali terbentur dinding, menimbulkan suara retak yang mengerikan. Dia menggandeng Kaizen yang tampak masih linglung dan menampar wajah pihak lain agar bangun dan berteriak tergesa-gesa

"BANGUN, IRISH! AYO LARI KALAU TIDAK MAU MATI!!"

Gadis merah tampak bergetar dan hendak bangkit, suara tulang yang patah terdengar setiap kali dia bergerak sedikit. Sugar mencari kesana-kemari dan menarik ornamen kayu besar sembari menggeret Kaizen menuju pintu, tanpa ampun memukul kepala gadis merah sekali lagi hingga ornamen tersebut hancur.

Dia mendorong keluar tubuh kurus Kaizen hingga membentur dinding koridor, sebelum berbalik untuk mengunci pintu dari luar. Sugar kembali berteriak

"LARI!!!"

"Ada apa?!"

"Apa yang terjadi?!"

"Irish, ada apa dengan wajahmu?!"

Tiga pria yang terbangun akibat mendengar teriakan pertama Sugar, tanpa berpikir panjang langsung berlari menuju kamar para gadis. Hanya mendapati pemandangan Sugar yang mendorong Kaizen dan mengunci pintu, sebelum menyuruh mereka semua untuk lari.

Sugar tampak sudah gila karena ketakutan dan tidak lagi memedulikan Kaizen yang sudah dia lempar ke dinding. Dia sedang panik dan mondar-mandir di tempat dengan wajah pucat berurai air mata, serta pupil mata yang masih bergetar hebat akibat paranoid akan apa yang barusan dia lihat.

Dia berteriak pada orang-orang sambil menunjuk mereka dengan jari gemetar

"Gadis merah kembali! Gadis merah yang sudah dibunuh Irish! Dia datang dan ingin mencongkel mataku!!"

"Kita harus lari! Lari kalau tidak mau mati!!!"

Tepat saat Sugar selesai meneriakkan kata-kata tersebut, pintu yang barusan dikuncinya digedor keras dari dalam.

BRAK! BRAK! BRAK!!

"Lepaskan aku! Sakit!" Suara monoton yang mereka dengar pertama kali dari luar, kali ini terdengar kembali.

BRAK! BRAK! BRAK!

Suara tersebut terdengar jelas seperti suara anak perempuan yang masih remaja, sekalipun masih terdengar aneh dan monoton, ada sesuatu yang jelas terdengar salah dari kata-kata gadis merah.

"LEPASKAN AKU!! IBU! IBU, TOLONG AKU!! SAKIT!!!"

BRAK! BRAK! BRAK!

Semua orang menatap ngeri pintu kayu yang mulai keropos dan retak, bergetar hebat bersama dinding saking kuatnya gedoran itu.

Sugar tidak tahan lagi dan lari ke ruang depan dengan seluruh kekuatannya lebih dulu, disusul oleh empat orang lain. Suara gadis merah masih terdengar meraung-raung

"IBU!! IBU!!!"

Sedetik kemudian terdengar suara ledakan yang besar, menandakan pintu kamar yang terkunci tadi sudah hancur berkeping-keping. Suara kertakan tulang terdengar nyaring dari tangga tempat mereka berlari saat ini, jelas bahwa gadis merah mengejar mereka.

Ketika kelompok Kaizen tiba di ruang depan, Sugar sudah berada di depan pintu besar dan sedang berusaha membukanya. Wajah Kaizen sontak menjadi panik dan dia berteriak pada para pria di sekitarnya

"Menjauh dari tangga dan pintu!!"

Ketiga pria tersebut segera melompat ke segala arah, hanya Sugar yang masih dengan keras kepala ingin membuka pintu. Semua orang seketika menjadi panik.

"Sugar! Dengarkan Irish dan menjauhlah dari pintu!!" Teriak Silver.

"Sugar! Tenanglah! Jangan gegabah dan membuka pintu! Kita tidak tau ada apa diluar sana!!" Pendosa berteriak dengan putus asa.

"Sugar, jangan keluar!" Kaizen berteriak sekuat tenaga.

Namun Sugar yang menoleh ke belakang dan mendapati gadis merah yang jelas-jelas menargetkannya, menjadi makin panik dan membuka pintu lebar-lebar. Tanpa ragu melompat keluar dan menoleh hanya untuk mendapati bahwa gadis merah menghilang begitu saja.

Orang-orang didalam ruangan juga shock dan mau tidak mau berpikir, apakah berada di luar benar-benar aman?

Namun belum sempat Sugar tersenyum lega dan meminta maaf pada Kaizen, sebuah tangan besar mencengkeram kepalanya dan meremasnya hingga hancur. Adegan ini begitu cepat bahkan sampai sugar tidak sempat mengubah ekspresi lega di wajahnya, apalagi berteriak seperti tadi.

Sugar mati begitu dia melangkah keluar dari rumah.

Tubuh tanpa kepala jatuh begitu saja dari tangan besar yang masih mengepal, dengan sisa-sisa kepala Sugar didalam genggamannya. Darah serta cairan otak berwarna putih, jatuh ke tanah. Tubuh sugar masih berkedut selama lima detik, sebelum akhirnya diam. Menciptakan teror dan ancaman baru bagi orang-orang yang berharap bisa melarikan diri.

Semua orang memucat dan jatuh ke tanah, tidak menduga akan terjadi hal semacam ini.

Tangan itu begitu besar, bahkan bisa menggenggam dan menghancurkan kepala orang menggunakan satu tangan. Tangan yang sangat kurus dan panjang, pucat seperti daging ayam mati.

Apakah ini iblis yang mereka cari?

Atau justru boneka yang lain?

Jika tangannya sebesar dan sekuat itu, bagaimana dengan anggota tubuh secara keseluruhan?

Serta gadis merah yang secara misterius menghilang, apakah dia tidak menghilang sama sekali dan justru bersembunyi dari mahluk ini?

Jika mahluk ini sekuat itu, bisakah mereka membunuhnya?

Semua orang membeku dan gemetar ketakutan, seolah sudah terpaku di lantai. Tidak bisa melawan ataupun mengalihkan pandangan, hanya bisa gemetar ketakutan akibat terlalu banyak teror dan ancaman yang mereka dapatkan.

Silver yang sudah bisa menekan sedikit rasa takutnya, berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain untuk meredam pemandangan mengerikan di depan mereka. Tapi dia justru semakin ketakutan.

Karena begitu dia mengalihkan pandangannya ke arah jendela, ada sepasang mata besar yang sedang memelototinya.

Mata biru yang cantik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status