Share

Rumah impian (6)

Beberapa orang baru menyadari sebuah arti saat sudah tidak memilikinya lagi.

Hanya menyisakan penyesalan dan rasa sakit tak berkesudahan bagi diri sendiri.

Ingin melepaskan tapi hati tidak menginginkan.

Ingin mendekap erat sekali lagi, tapi terhalang oleh kasih dan takut menyakiti.

Memang selalu ada yang namanya kesempatan kedua, tapi tidak semua orang layak mendapatkannya.

Akan selalu ada kata maaf dari bibir mereka yang terluka, tapi mereka tidak akan pernah melupakan karena akan selalu teringat rasa sakitnya.

Kisah kasih pendosa memang sangat menyedihkan, tapi tidak layak untuk terulang. Semua orang bahkan pendosa sendiri sepertinya sudah tau akan hal ini, tapi baik dia maupun para survivor hari pertama tidak mau mengucapkan pendapat apapun. Mereka juga tidak mau menjustifikasi pria yang bahkan demi cinta dan penyesalan pahitnya, rela menjual diri pada iblis.

Yang bermasalah pasti tau konsekuensi dari permintaannya pada Mata, jadi biarkan saja dia bebas berharap.

Karena itu adalah tujuan dari sebuah fantasi.

"Sudah pagi, mari cari petunjuk" Silver adalah yang pertama kali bangkit dan menepuk-nepuk celananya.

"Mari kita makamkan Sugar terlebih dahulu" Kaizen ikut bangkit dan meluruskan celana olahraganya.

Winter secara alami mengekori Kaizen tanpa mengatakan apapun, secara alami terdapat seulas senyum di wajahnya.

"Apa yang kau tunggu? Ayo cari petunjuk, kau akan pergi bersamaku dan dua orang itu akan pergi menangani mayat terlebih dahulu sebelum menyusul kita" Silver berujar dengan nada biasanya, seolah bukan dia yang barusan mengatai Pendosa sebagai seorang b*jingan.

Pendosa yang tau bahwa kelakuannya tidak bisa dimaafkan, tapi orang lain memilih posisi sebagai penonton alih-alih menggurui kelakuan br*ngseknya di masa lalu, tersenyum. Setidaknya meskipun kesan orang-orang padanya sudah jatuh ke titik terendah, mereka masih bisa bersikap ramah padanya karena alasan kesopanan.

"Ya."

Mereka berdua lalu mulai menggeledah seisi ruang tamu sambil sesekali memperhatikan dua orang lain yang tak kunjung kembali. Mereka hanya menemukan hal-hal lumrah yang dimiliki oleh rumah bangsawan dari abad pertengahan, sebatas barang-barang mewah dan beberapa logam mulia.

"Menemukan sesuatu?"

Silver menoleh dan mendapati dua orang tadi sudah kembali, masih dalam keadaan bersih. Dia mengernyit heran, bukankah mereka berpamitan untuk mengubur jasad Sugar? Lalu kenapa keduanya masih sangat bersih?

Tunggu.

Bersih?

Kaizen menyadari raut tidak wajar Silver dan tersenyum kecil

"Kau menyadarinya juga?"

"Bagaimana bisa? Bukankah semalam bajumu penuh dengan darah gadis merah? Kok ...?" Silver kebingungan.

Winter berdiri diantara keduanya

"Rasanya seperti di-refresh bukan? Tidak hanya baju, bahkan jendela yang kemarin dihancurkan juga pulih kembali."

Silver dan pendosa yang mendengar itu sontak berlari menuju jendela dan mengikat gorden yang kemarin digunakan sebagai ganti menutup, keduanya tercengang dan membeku di tempat.

Benar-benar tidak ada lecet sedikitpun.

"Jadi ... Setiap dua puluh empat jam di Nightmare, akan ada refresh?" Pendosa bertanya entah pada siapa.

"Benar, semua bagian benar-benar di refresh. Termasuk ... Mayat Sugar" ujar Winter.

"Maksudmu? Apakah Sugar hidup kembali?!" Silver bertanya dengan antusias.

"Sayangnya tidak. Bahkan yang lebih menyedihkan adalah ... Mayatnya lenyap, setitik darah pun tidak ada" jawab Winter.

Dua pria lain langsung shock.

Silver dengan tergesa-gesa mengajukan pertanyaan

"Kenapa begitu? Bukankah barusan kau bilang Nightmare whisper akan mengalami refresh setiap 24 jam? Kenapa Sugar masih-"

"Karena kita bukan milik Nightmare whisper" jawab Kaizen.

"Apa?"

"Yang mengalami refresh hanyalah mereka yang menjadi milik Nightmare whisper sejak awal. Sedangkan kita adalah penyusup dari dunia nyata, manusia. Jadi mustahil kita juga mendapatkan kesempatan kedua dari mata, apalagi dia memperlakukan kita sebagai ternak" lanjutnya.

"Ingat tidak berapa lama jarak waktu antara aku yang membunuh gadis merah dan saat mahluk itu kembali menyerang Sugar?" Kaizen memberi mereka petunjuk.

"Dua jam" Winter mempermudah informasi yang diberikan Irish.

Benar saja, dua orang lain segera memucat dan kembali merasakan teror

"Tidak hanya rumah yang mengalami refresh setiap 24 jam, melainkan 'mahluk' didalamnya juga? Bahkan hanya dalam waktu dua jam?"

"Bukankah ini curang? Lalu bagaimana kita bisa menang?" Pendosa bertanya.

"Kita tidak punya pilihan selain cepat-cepat menemukan petunjuk dan membunuh iblis, masalahnya disini adalah kita tidak tau siapa yang iblis dan ada berapa banyak boneka yang dia miliki. Segalanya terasa abu-abu" jelas Kaizen.

Winter bertepuk tangan

"Tapi coba tebak apa yang kami temukan di luar?"

"Sebuah rumah pohon!" Lanjutnya.

Mata dua orang yang barusan kosong tanpa arah dan harapan, kembali bersinar dengan antusias. Pendosa tersenyum pada Kaizen dan menarik tangan Silver

"Ayo kita cek ada apa sebenarnya di rumah pohon."

Mereka berempat berjalan bersama keluar, Silver dan Pendosa tampaknya masih agak trauma karena kematian tragis Sugar semalam. Tapi saat ini sudah pagi, jadi secara umum tidak mungkin akan muncul sesuatu yang mengerikan disini. Dua pria itu berangsur-angsur tenang.

Itu adalah rumah pohon idaman bagi para anak-anak, walaupun sekarang sudah bobrok karena dimakan usia. Ada lubang pada dinding kayu, beberapa atap tampak sudah pecah, kotor, lusuh, bahkan tangga untuk naik juga sudah tidak ada lagi dan hanya menyisakan sebatang kayu lapuk.

"Biar aku yang naik" pendosa memberi usul.

"Jangan, kau terlalu tenang dan berpikiran positif. Aku takut sebelum kau menyadari anomali, kau sudah mati duluan karena ketidakpekaan pada sekitar" cegah Silver.

"Biar aku yang naik" usul Silver.

Tapi Winter mencegahnya

"Kau terlalu emosional dan tidak logis. Kalau kau terlalu terbawa perasaan, kau tidak akan sempat menemukan petunjuk atau suatu keanehan disini."

Winter membusungkan dada

"Jadi biar aku-"

"Sudahlah. Aku saja yang naik" potong Kaizen.

Ketiga pria menatapnya dengan heran, Kaizen segera memberi alasan

"Tubuhku lebih fleksibel dibandingkan dengan kalian, aku juga bisa bergerak cepat dan memiliki insting bagus. Ditambah lagi ..."

Gadis itu menatap wajah para pria satu persatu dan mencibir

"Aku yang paling pintar dan tenang."

Ketiga pria tersebut menggaruk tengkuk dengan canggung.

Kaizen puas dengan mereka yang membisu, lalu mengulurkan kedua tangannya pada tiga orang ini

"Jadi gendong aku naik dan tangkap aku saat turun."

Pendosa tidak mau menyentuhnya yang berbeda jenis kelamin dan memalingkan pandangannya.

Silver bergerak maju dan tersenyum senang

"Kali ini biar aku-"

"Silver!" Pendosa memotong kalimatnya.

"Apa?"

Pendosa melirik Kaizen dan Winter beberapa kali, memberi gestur pada Silver agar tidak mendekati Kaizen lebih dari ini, atau Winter akan memelototi mereka. Silver yang cukup cerdas, mengeluarkan bunyi O panjang dan mundur teratur.

"Winter, kau saja yang lakukan" ujarnya.

Mata Winter langsung berkilau dan dia dengan riang gembira mengulurkan kedua lengannya untuk menggendong Kaizen, tapi gadis itu hanya menaikkan sebelah alis dan bertanya

"Apa yang kau lakukan ikut-ikutan mengulurkan tangan? Jongkok."

"Eh?"

Kaizen menghembuskan nafas

"Jongkok, Winter. Aku memintamu menggendongku di punggung, lalu panjat rumah pohonnya. Kemudian turun dan tunggu aku di bawah."

Pendosa dan Silver segera merasakan secondhand embarassment.

Winter berdehem canggung dan melakukan apa yang diminta satu-satunya gadis di kelompok mereka, Kaizen tanpa sungkan menaiki punggung kokoh pihak lain. Gadis itu melingkarkan kedua lengan dan kakinya pada tubuh winter dan berbisik

"Aku tau kau tidak merasa nyaman dengan posisi ini, tapi tahanlah demi bertahan hidup."

Kaizen mengacuhkan telinga merah winter dan menyamankan diri dalam posisi ini, dia menoleh dan berpesan pada dua orang lain

"Jangan berlarian dan jangan makan apapun jika kalian kembali duluan."

Meskipun bingung, dua pria itu hanya mengangguk.

Kaizen mengembalikan fokusnya dan mendongak menatap pintu rumah pohon yang sudah hilang, menunjukkan bagian dalam yang gelap. Entah kenapa merasa bahwa sudah ada yang menunggunya didalam sana.

Kaizen mengeratkan genggamannya pada kerah baju Winter, menatap lekat-lekat sesuatu yang tersembunyi dan sedang menatapnya dalam kegelapan. Dia tidak pernah meragukan instingnya, itulah alasan kenapa dia bisa bereaksi tepat waktu dan memiliki ketajaman pikiran.

Dan matanya menangkap pergerakan sejumput rambut pirang milik seorang pria diatas sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status