Poppy heran melihat barang yang ada di paperbag.“Untuk apa pakaian ini?” “Aku harus menghadiri undangan, kau dataglah bersamaku nanti malam.” “Tapi—” “Kau tidak lupa dengan kontrak yang sudah kau tandatangani ‘kan?” Perempuan itu bungkam. Lagi-lagi kontrak konyol yang ia tandatangani membuatnya tidak berkutik.“Baik.”“Nanti malam aku akan menjemputmu. Kau dandan yang cantik agar tidak membuatku malu!” "Baik," ucap Poppy yang sudah kebal dengan ucapan tajam Ezra. "Kau boleh pergi!" "Baik, Pak. Saya permisi." “Poppy, apa yang kau bawa?” Sean melirik ke arah paperbag yang sedang Poppy jinjing.“Ah, ini baju. Waktu itu saya memesannya secara online, dan kurirnya saya minta antar ke mari saja.” Lagi-lagi Poppy harus mencari alasan karena tidak ingin cerita masa lalunya diketahui orang. “Oh, baiklah. Apa kau tidak mendapatkan perintah dari Pak Ezra?” “Tidak, Pak.” “Kalau begitu kau bantu Rexi membersihkan kaca di lantai tiga.” “Baik.” Segera Poppy bergabung dengan Rexi. Ka
“Apa sebenarnya yang kau tangisi sampai wajahmu menjadi seperti itu?”Ezra menatap wajah Poppy yang sembab dengan penuh selidik.Kemungkinannya ada dua, antara memikirkan mantan suaminya yang tampak mesra dengan Seren tadi malam. Atau memikirkan anaknya yang sudah tiada.“Maaf.” Poppy tidak ingin menceritakannya kepada Ezra. Sehingga mengundang kekesalan pada pria itu.“Aku tidak menyuruhmu minta maaf. Lebih baik kau cuci muka yang benar! Jangan tunjukan wajah menyedihkan itu padaku. Benar-benar memuakkan,” omel Ezra sambil berlalu ke kamar mandi. Sementara Poppy keluar dari kamar Ezra lalu mencuci muka di wastafel.Perempuan itu mengembuskan napas berat–mencoba menahan sesak di dada. “Ayo Poppy, kamu harus semangat! Dunia belum berakhir,” ujarnya menyemangati diri.Setelahnya Poppy kembali melanjutkan tugasnya.“Pakaiannya sudah saya siapkan, Pak.”Langkah Ezra terhenti lalu berkata, “Kalau begitu bantu aku pakai baju!”“Baik.”Segera Poppy mengikuti Ezra ke ruang ganti. Perempuan
“Rexi, terima kasih. Berkatmu, aku bisa lolos dari pertanyaan Pak Sean tadi.”“Sama-sama, Poppy. Aku tahu kau sangat tertekan dengan kelakuan Pak Ezra.”Poppy mengangguk dengan wajah yang memelas. “Sekali lagi terima kasih.” “Sudahlah, kau tidak perlu terus-menerus berterima kasih padaku. Aku bahkan tidak melakukan sesuatu yang berarti. Lebih baik kau makan sebelum Pak Ezra mengganggumu dengan perintahnya yang konyol!” “Kau benar.”Perempuan itu lantas makan. Namun, baru beberapa suap bunyi telepon mengganggu mereka.Segera Poppy mengangkatnya. “Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?”“Poppy, kau kemarilah!” Tut!Telepon langsung dimatikan secara sepihak. Ezra tidak memberikan Poppy kesempatan untuk protes. “Ada apa?” Rexi menatap Poppy khawatir saat melihat raut wajah temannya muram.“Pak Ezra menyuruhku untuk menemuinya.” “Ck! Padahal kau baru saja akan makan.” “Mau bagaimana lagi?” Tidak dapat menolak, Poppy segera menemui Ezra di ruangannya.“Selamat siang, Pak. Apa ada
“Kau akan menabrak orang jika berjalan dengan menunduk seperti itu!” “Saya tidak nyaman dengan tatapan orang-orang.” Poppy masih saja menunduk, membuat Ezra mendengus.“Ck! Cara apa lagi yang kau lakukan sekarang? Berpura-pura jadi perempuan lugu. Begitu?”“Sudah berapa kali saya katakan kalau saya tidak memiliki niat untuk mendekati Anda, Pak.” Perempuan itu mulai jengah.“Apa aku harus percaya pada perempuan penghianat sepertimu, hemm?” Skakmat! Poppy hampir saja melupakan kejadian beberapa tahun silam.“Ck! Kau diam, artinya memang benar dengan tebakanku.” “Bukan begitu—”“Sudahlah, kau lebih baik masuk!” cetus Ezra kemudian masuk ke mobil lebih dulu.Dengan jengkel Poppy masuk. Entah harus dengan cara apa agar Ezra percaya kalau dirinya sama sekali tidak memiliki niat buruk.Apa kesalahannya di masa lalu begitu besar sehingga tidak termaafkan? “Apa yang sedang kau pikirkan? Kau pusing mencari cara lain agar aku terjerat padamu?” Ezra melirik Poppy yang sedang memijat pangka
“Aku tidak berselingkuh, Mas. Tolong percaya padaku ….” Tidur Ezra terganggu dengan racauan Poppy.Pria itu menghampiri Poppy yang tidur di kursi. “Apa yang kau mimpikan?” Ezra mengusap kilatan keringat di dahi Poppy.“Ini anakmu, Mas.” Tampak Poppy gelisah, membuat Ezra semakin penasaran. Pria itu berjongkok lalu menepuk pipi Poppy pelan.“Ezra ….” Poppy menatap Ezra dengan napas terengah.“Hemm, aku terganggu dengan tidurmu yang berisik!” “Maaf.” Perempuan duduk lalu mengatur napas. “Seharusnya Anda jangan menyuruhku untuk tidur di sini.”“Oh, lihatlah. Siapa kau mengaturku seperti itu?” Ezra berdiri membuat Poppy mendongak.“Saya hanya tidak enak karena sudah mengganggu waktu tidur Anda, Pak.”Ezra mengabaikan dan malah keluar. Tidak lama pria itu kembali dengan membawa air putih.“Kau minumlah.”“Dengan air putih, kau akan lebih tenang.” Ezra menambahkan saat Poppy hanya diam.Karenanya dengan ragu perempuan itu menerimanya. “Terima kasih.”“Hemm.” Pria itu duduk di sampi
Untungnya tadi malam Ezra benar-benar hanya tidur. Sehingga Poppy merasa aman ketika mendapati pakaiannya yang masih utuh.“Kau mau ke mana?” Suara berat yang terdengar rendah itu membuat Poppy mengurungkan niat untuk turun dari ranjang.“Saya ingin ke kamar mandi, Pak.”“Diamlah sebentar lagi.”Dengan mata yang terpejam Ezra menarik Poppy ke dalam pelukannya. Tentu saja membuat Poppy berontak.“Pak, jangan seperti in—”“Sepertinya aku demam, Poppy.”Pada saat itulah Poppy baru menyadari jika lengan yang mendekapnya begitu panas.Ia langsung mengeceknya untuk memastikan. “Anda memang demam, Pak.” “Ck! Ini semua gara-gara kau.” Ezra membuka mata karena tidak mendapatkan balasan dari Poppy. Pria itu mengerutkan kening ketika melihat Poppy yang sendu. “Apa kau begitu mengkhawatirkanku, hemm?” Segera Poppy mengontrol diri. “Saya buatkan bubur, Pak.”“Ya, kau memang harus melakukannya.”“Kalau begitu, bisa Anda lepaskan pelukannya?”Dengan enggan Ezra melepaskan pelukannya, yang m
"Ezra … apa yang akan kau lakukan?" Ezra berhasil membalik keadaan, sehingga kini Poppy dalam kukungannya. "Kau yang memancing, Poppy." Glek! Poppy gugup, terlebih saat Ezra merunduk hingga embusan napas pria itu mengenai permukaan kulitnya. "Apa seperti ini caramu menjerat para pria, Poppy? Pantas saja pria perebut itu dengan mudah masuk perangkapmu!" "Tadi … aku hanya bercanda." Memang tadi ia begitu kesal, dan sekarang malah menyesali perbuatan bodohnya. "Ya, apapun alasanmu … kau harus menerima hukuman." Segera Poppy menghindar saat Ezra hendak menciumnya. "Ezra, jangan seperti ini." Poppy mendorong Ezra sekuat tenaga, tetapi tidak ada perubahan yang berarti. "Kenapa menghindar? Harusnya kau tahu resikonya memancing singa yang tidur." Menelan ludahnya kasar, Poppy benar-benar menyesal. "Aku hanya bercanda. Kau lebih baik menjauh." "Aku bukan pria humoris yang bisa kau ajak bercanda, Poppy." Poppy semakin ketar-ketir. "Jangan lakukan apapun, kumohon." Kali ini mata
“Kenapa kau jadi pendiam? APa terjadi sesuatu yang tidak kuketahui?”Ezra melirik Poppy yang memalingkan wajah ke arah jendela. Poppy menoleh lalu menggeleng.“Lalu kenapa?”Perempuan itu mengembuskan napas kasar. “Ada yang ingin saya bicarakan, Pak.” “Katakan itu.” “Saya ingin pulang.” Satu alis Ezra terangkat, “Tentu saja! Sebentar lagi kita sampai di apartemen.” “Bukan itu,” ucap Poppy seraya menggeleng pelan.“Maksudmu?”“Saya ingin kembali ke rumah sewa.”Ckiit! Poppy hampir saja terbentur gara-gara Ezra mengerem mendadak. Beruntungnya pria itu menahan tubuhnya. “Hati-hati, Pak.”“Kau yang seharusnya berhati-hati, Poppy!” sentak Ezra.Wajah pria itu tampak merah padam dengan tatapan yang begitu tajam. Tentu saja Poppy ngeri karena sebelumnya belum pernah melihat Ezra seperti itu. “Kau sendiri yang mengatakan akan melakukan apapun untukku. Lalu kenapa sekarang kau ingin kembali tempat kumuh itu?” “Itu—” “Aku tidak izinkan! Kau tetap tinggal bersamaku,” putus Ezra tidak