“Poppy, dari mana saja kau? Sejak tadi Pak Ezra menanyakanmu!”
“Mohon maaf, Pak. Tadi saya memiliki keperluan.”“Apa itu lebih penting daripada pekerjaanmu?”Tentu saja! Ingin sekali Poppy membalas Sean. Sayangnya ia tidak mungkin mengatakan tentang kontrak yang diperbaharui kemarin.“Maaf.”“Ck! Ya sudah, lebih baik kau segera temui Pak Ezra.”“Baik.” “Sekarang dia akan melakukan apa lagi padaku?” Poppy menebak-nebak saat ia baru tiba di depan ruangan Ezra.Tok! Tok! Tok!Ezra langsung menegakkan tubuhnya, menatap Poppy dengan senyum penuh arti.“Dari mana saja kau?” “Seperti yang Anda perintahkan sebelumnya, saya baru datang dari apartemen Anda, Pak.”“Ck! Apa kau yakin sudah membereskan semua ruangan?”“Sudah, Pak.”“Kalau begitu sekarang buatkan aku kopi! Sejak tadi tenggorokanku kering karena menunggu pekerjaanmu yang lama.” Tidak protes, Poppy langsung mengerjakan perintah Ezra.“Kalau haus yang tinggal minum. Kenapa harus menungguku?” Poppy melampiaskan kekesalannya dengan menggocek kopi kasar. Setelahnya ia mengantarkan kopi tersebut.“Ini kopi yang Anda minta, Pak.”“Hemm, sekarang bersihkan kamar mandiku. Aku mencium bau tidak sedap di sana.”“Baik, Pak.” Poppy yang melupakan sarapannya merasa lemas. Sehingga memilih untuk istirahat sebentar. “Aku menyuruhmu untuk membersihkannya, bukan duduk santai seperti itu!”Perempuan itu tersentak karena tiba-tiba Ezra masuk. “Mohon maaf, Pak.” “Ck! Kau benar-benar. Jika pekerjaanmu seperti ini terus, aku merasa sayang memberikan uangku padamu!”“Maafkan saya, Pak.” Beruntungnya ada Kevin yang tiba-tiba menyusul Ezra untuk menghadiri rapat dadakan. Sehingga Poppy tidak mendapatkan cercaan lebih parah lagi.“Saat aku kembali, ruangan ini harus sudah bersih!” Ezra yang memiliki kemampuan luar biasa bisa dengan cepat menyelesaikan masalah yang terjadi. Sehingga kini ia sudah kembali.“Aku menyuruhmu untuk bekerja, bukan untuk tidur seperti itu.”Emosi Ezra memuncak ketika melihat Poppy yang tiduran di lantai.“Ck! Kau sedang berpura-pura pingsan agar aku khawatir? Itu tidak akan terjadi!”Ucapannya tidak selaras dengan raut wajahnya saat melihat wajah Poppy yang pucat dengan dipenuhi peluh. Pria itu berjongkok lalu mengecek suhu tubuh Poppy yang ternyata panas.Segera ia menggendong Poppy lalu dibaringkan di ranjang. “Panggilkan Dokter Anna sekarang juga!” perintahnya kepada Kevin yang ada di ujung telepon.Tidak membutuhkan waktu lama, Dokter Anna datang.“Pastikan dia baik-baik saja!”“Baik, Pak.” Kevin menatap Ezra heran karena pria itu membiarkan seorang wanita tidur di kamar pribadinya. Jangankan tidur, untuk masuk saja Ezra melarangnya! “Bagaimana?” “Tidak ada masalah yang serius, dia hanya kelelahan dengan perutnya yang kosong.”Tanpa Ezra sadari, ia bernapas lega.“Kau boleh pergi.”“Baik, Pak.” “Suruh orang untuk menyiapkan makanan yang bergizi.”Kevin tersentak ketika tiba-tiba Ezra memberinya perintah.“Apa yang sedang kau pikirkan? Ayo lakukan perintahku!”“Baik, Pak.” Dengan secepat kilat Kevin keluar dari ruangan. “Aku jadi penasaran dengan perempuan itu,” gumamnya.Semua rencana yang sudah tersusun rapi tiba-tiba ambyar. Ezra hanya diam menunggu Poppy sadar. “Kenapa tidurnya lama sekali?” Raut khawatir Ezra langsung berganti begitu melihat Poppy bangun.“Kau, enak-enakan tidur. Padahal pekerjaan masih banyak!”Omelan Ezra membuat kepala Poppy berdenyut.“Maaf, Pak.” Poppy berniat turun, tetapi Ezra menahannya.“Kau habiskan makanannya. Jika tidak, aku akan memberikan banyak hukuman!” Perempuan itu membelalak karena makanan yang dihidangkan begitu banyak. Memang ia lapar, tetapi bagaimana bisa makan sebanyak itu muat di perutnya? “Aku paling tidak menyukai yang membantah!” Ezra mengancam saat Poppy akan protes.Tidak memiliki pilihan, dengan terpaksa Poppy memakan semuanya. “Untuk hari ini cukup sampai di sini, kau boleh pulang!”Perempuan itu heran karena jam kerja belum usai. Meski demikian, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan karena memang tubuhnya terasa lelah.*** “Kau datang tepat waktu.” Fokus Ezra tetap pada layar laptopnya ketika Poppy masuk apartemennya. Pria itu sedang duduk di ruang tengah.“Sekarang apa yang harus saya lakukan, Pak?”“Buatkan sarapan, kau bisa menggunakan semua bahan yang ada di lemari pendingin.”Tidak protes karena Poppy mulai terbiasa dengan perintah random atasannya. “Baik, Pak.” Poppy melihat-lihat isi lemari pendingin untuk memutuskan membuat apa pagi ini.“Akhir-akhir ini makanku rampus, mungkin karena sedang mengkonsumsi vitamin. Jadi buatkan dua porsi.”“Baik”“Selesai memasak, siapkan pakaian untukku.” Ezra bangkit kemudian masuk kamar. Poppy lantas mengikuti Ezra karena sudah selesai masak.Perempuan itu menyiapkan pakaian.“Apa kau sudah menyiapkannya?” Ezra masuk dengan keadaan hanya menggunakan handuk saja.“Sudah, Pak.” “Kau mau ke mana?” Ezra menahan Poppy yang akan keluar.“Saya mau keluar, Pak.”Poppy menunduk, tidak berani melihat Ezra. “Bantu aku pakaikan baju.” Sontak ia mendongak, tapi kemudian menunduk lagi.“Tapi—” “Tanganku sakit karena kemarin harus menggendong tubuhmu yang berat!” Drama yang dilakukan Ezra jelas membuat Poppy tidak berkutik.“Seharusnya saya dibiarkan saja kemarin.”“Aku ini masih memiliki hati nurani.”Perempuan itu diam karena mengerti jika barusan Ezra sedang menyindirnya. “Ayo bantu aku.” Tidak membutuhkan waktu lama membuat handuk yang membelit pinggangnya lepas. Terang saja Poppy langsung memejamkan mata.“Aku bukan hantu, Poppy. Kenapa kau tidak mau melihat aku?” “Tentu saja! Bagaimana bisa saya melihat Anda yang tidak memakai baju.” “Siapa bilang?” Bulu-bulu roma Poppy berdiri karena embusan hangat mengenai permukaan kulit wajahnya.“An-anda jangan macam-macam, Pak.” Poppy gugup setengah mati.Sementara Ezra menarik satu sudut bibirnya.“Di sini kita hanya berdua. Siapa yang berani melarangku? Lagi pula kau ini janda sekarang.” Deg!Tidak bisa memutuskan begitu saja, Sesil diam. Sehingga Keenan kembali menocba meyakinkan. "Sesil, aku benar-benar lajang." "Meski begitu, kita bahkan tidak saling mengenal.""Kita bisa belajar mengenal satu sama lain lebih dulu jika begitu." "Lantas jika aku tidak merasa cocok denganmu, bagaimana?" tanya Sesil menatap Keenan dengan tajam."Kita tetap harus menikah."Tentu saja keputusan Keenan membuat Sesil mendengus sebal. "Jika keputusannya sama, untuk apa melakukan pendekatan?"Keenan terkekeh kecil dengan tangan yang mengusap ujung kepada Alice. "Karena aku yakin kau akan merasa cocok denganku." Begitu percaya dirinya Keenan mengatakan itu, sehingga membuat Sesil lagi-lagi mendengus. "Kau terlalu percaya diri!" cetus Sesil."Kau akan merasakannya jika sudah menjalani." "Sayangnya aku tidak mau," ujar Sesil masih teguh dengan pendirian. Mendensah pelan, Keenan menatap Sesil dengan serius. "Sesil, pertimbangkan baik-baik. Ini demi Alice. Lagipula ... apa yang mampu membiay
Kali ini Sesil yang mengerutkan kening. Apa maksudnya Keenan mengatakannya bodoh? "Dari pada bingung, lebih baik kau ikut denganku!" ujar Keenan lantas mengajak Sesil untuk kembali ke restoran tempat ia berkumpul dengan teman-temannya.Tentu dengan tidak semerta-merta Sesil mau ikut. Wanita itu menggeleng lalu berkata, "Untuk apa aku ikut denganmu? Aku bahkan tidak memiliki kepentingan hingga harus mendengarkan penjelasanmu!" Mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu Keenan sadar jika ini tidak akan mudah. Terlebih ia dan Sesil yang bahkan hanya berhungan ketika malam itu saja. "Tentu saja kita memiliki kepentingan! Apa kau tidak lihat Alice merindukanku? Merindukan papa kandungannya!" Menggeleng dengan cepat, Sesil menyangkal itu semua. "Tidak, Alice tidak merindukanmu." "Benarkah?" Keenan lantas menoleh ke arah Alice yang sekarang berada dalam gendongannya. "Alice, apa kau tidak merindukan papa?" Tentu Alice yang masih polos tidak mengerti jik mamanya tengah menghindari pria ya
Sesil dan Alice langsung menoleh ketika mendengar nama mereka dipanggil. Keduanya tampak terkejut ketika mengetahui yang memanggil mereka adalah Keenan. Hanya saja mereka memiliki reaksi yang berbeda. Jika Sesil langsung pucat. Sangat bertolak berlakang dengan Alice yang sangat bahagia. Gadis kecil itu bahkan langsung memanggil Keenan sambil melambaikan tangan. "Papa!" Keenan membalas lambaian tangan Alice kemudian berjalan mendekat. Membuat Sesil yang menyadari itu lekas pergi dari sana.Sesil berbalik sambil menarik Alice sedikit kasar karena takut akan kehadiran Keenan yang semakin mendekat. "Alice, ayo kita pergi!""Tidak! Aku ingin bertemu Papa." Alice menahan sekuat tenaga, tetapi tenaganya sangat jauh dari sang mama. Alhasil Alice terseret yang membuat Keenan yang melihat itu tidak terima. Keenan berlari, mempercepat langkahnya untuk mengejar Sesil. Sehingga kakinya yang panjang berhasil menyusul. "Tunggu!" seru Keenan seraya menghadang jalan Sesil sambil merentangkan kedu
Tiba di rumah, Sesil langsung memasukkan semua pakaiannya ke koper. Wanita itu tidak bisa diam saja karena takut jika Keenan akan merebut Alice darinya.Tidak, Sesil tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Ia yang mengandung dan melahirkannya. Sesil juga yang merawatnya sampai sekarang. Jadi yang berhak atas Alice adalah dirinya. "Mama, kita mau ke mana?" tanya Alice ketika Sesil selesai mengemasi pakaiannya, dan mengajak Alice untuk pergi. "Kita ke rumah nenek, Alice. Kau tau, Nenek sudah merindukan kita!" Dengan cepat Alice menggeleng. "Tidak! Aku akan tetap tinggal di sini," cetusnya."Alice---" "Papa sudah berjanji akan pulang, jadi aku akan menunggunya!" Sesil mendesah frustasi. Lagi-lagi anaknya itu bersikap keras kepala dalam keadaan genting seperti ini. Sehingga membuat Sesil semakin terpojok. "Kita bisa beritahu papa, biarkan papa menyusul nanti. Hemm?" Sekuat tenaga Sesil menahan dirinya untuk tidak marah kepada Alice. Karena bagaimanapun Alice tidaklah salah.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi bisakah Anda tidak mengaku-ngaku sebagai papa dari anak saya?" Sesil menatap Keenan dengan tajam.Sementara Keenan tampak lebih tenang dari sebelum-sebelumnya. Banyak pelajaran yang pria itu ambil dari kejadian beberapa tahun terakhir. Sehingga ia bersikap lebih tenang. "Maafkan saya jika memang perbuatan saya tadi membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin menyenangkan Alice," ucap Keenan begitu tenang.Sesil mendesah pelan lalu berkata, "Tetapi perbuatan Anda akan membuat Alice menjadi ketergantungan. Alice anak yang kadang keras kepala, jadi saya khawatir jika nanti Alice akan benar-benar menganggap Anda sebagai papanya." "Jika memang demikian ... saya tidak keberatan," ujar Keenan lagi-lagi membuat Sesil merasa pening. Seharusnya Keenan melakukan penolakan. Terlebih bagaimana jika istri dari pria itu salah paham andai melihat Alice yang memanggilnya dengan sebutan papa? Oh, ayolah! Sesil tidak tahu saja jika Keenan sudah menduda selama lima tahun ini
"Pak Keenan," tegur Gigi ketika melihat Keenan yang malah melamun. Sontak hal itu membuat Keenan terperanjat. Sehingga cangkir yang dipegangnya terjatuh. Prang! Pecahan kaca itu berserakan, membuat Keenan refleks menghindar. Pria itu mendesah sambil menunduk, menatap pecahan kaca tersebut dengan datar. “Dokter, tidak apa-apa?” tanya Gigi panik.“Hemm. Tolong panggilkan petugas kebersihan,” ujar Keenan sambil berlalu. Setelahnya Keenan mengembuskan napasnya dengan kasar. Entah kenapa senyum Alice terus menari-nari dalam pikirannya. Hingga dadanya berdebar-debar, seolah merasakan kerinduan yang mendalam. Padahal ia baru sekali bertemu dengan anak gadis itu! Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di rumah Sesil. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu memejamkan mata. Pertemuannya dengan Keenan jelas membuat Sesil terganggu. Wanita itu bahkan menjadi teringat dengan malam panas bersama Keenan.“Mama,” panggilan dari Alice lantas menyadarkan Sesil. Buru-buru ia menggele