Perkataan anak bosnya beberapa saat lalu terus saya terngiang-ngiang di dalam kepala Nirmala. Ia kerap kali kedapatan tidak fokus bekerja karena pikirannya yang melanglang buana.
"Nirmala! Apa kau akan terus terdiam seperti orang idiot?! Kamu ini buta atau gimana sih kami ini sudah kelaparan dan kamu malah sibuk ngelamun gak jelas." Mata Nirmala melebar dan cepat-cepat melangkah maju menyadari dirinya yang melamun tadi membuat antrean di kantin mengular. "Eh— maafkan aku." Ia yang merasa bersalah dengan karyawan lain segera menunduk dan membungkukkan badannya sebagai gestur meminta maaf. Orang-orang di sekitarnya tentu tak menggubris gestur minta maafnya itu, mereka justru bergunjing membicarakan sikap bodoh yang Nirmala lakukan. "Dia wanita yang sempat bertengkar dengan Nona Viola di lobi tadi kan?" "Iya betul. Denger-denger dia memang orang aneh. Makanya jangan heran kalau kau selalu melihat dia sendirian tanpa seorang teman." "Pantas aja. Liat aja tuh rambutnya kusut gitu mana kerempeng banget badannya." Sayup-sayup Nirmala mendengar orang-orang yang ada di dekatnya dengan santai mencibir. Tatalannya berubah sendu dan ia hanya bisa tertunduk malu. Sampai tanpa disadari setetes air jatuh dari pelupuk matanya. Ini memang bukan yang pertama kalinya ia memdapat cibiran dan hinaan, namun bagaimanapun juga batinnya tak kunjung bisa kebal dengan hal menyakitkan seperti ini. Tibalah giliran Nirmala untuk mendapat jatah makan siangnya. Ketika ia akan mengambil piring, seseorang yang mengantre di belakangnya dengan cepat merebut piring yang hendak diambilnya. Nirmala sedikit tersentak, namun kemudian ia menghela napas panjang dan mengambil piring yang ada di bawahnya. Setelah mengambil piring, Nirmala menuju ke stand makanan untuk meminta petugas kantin memberikan sepiring nasi beserta lauknya. "Kau bertubuh kecil, sudah sepatutnya makan dengan porsi kecil," kata petugas kantin mengisi piring Nirmala dengan nasi dan lauknya yang memiliki porsi lebih sedikit dari porsi karyawan lain. Dua orang di belakang Nirmala nampak tertawa mengejek. Di situasi itu Nirmala mati-matian menahan tangisnya yang terus mendesak keluar. "Terima kasih," lirih Nirmala lantas pergi sembari menunduk menyembunyikan air matanya. Baru juga ia melangkah keluar dari stand makanan, tiba-tiba seseorang dengan cepat menabrak tubuh kecilnya. Nirmala yang tak siap dan memiliki refleks tak bagus akhirnya terhuyung dan tersungkur. Secara otomatis piring yang tengah ia bawa terbang ke udara dan menghantam lantai kantin dengan kerasnya. Pranggg Setiap mata sontak tertuju pada sosok Nirmala yang tersungkur beserta sepiring makanan yang telah berhamburan berceceran mengotori lantai. Namun bukannya iba, para karyawan di sana justru tertawa melihat tingkah konyol Nirmala. Mereka tanpa perasaan menertawakan karyawan OG itu yang meringis kesakitan. "Hey kau si petugas kebersihan! Kalau jalan tu pake mata, kan jadi mengotori kantin! Cepat bersihkan atau akan kuadukan ke atasanmu sekarang!" teriak seorang wanita paruh baya yang sedang bertugas memberikan lauk di piring para karyawan. Tumpah sudah air mata yang sedari tadi Nirmala tahan. Dadanya sesak menerima berbagai hinaan dan perlakuan tak menyenangkan. Ia hanya bisa menatap nanar setengah porsi makanan miliknya yang berceceran tumpah ruah di lantai. Padahal seharusnya makanan itu menjadi makanan pertamanya yang masuk ke perutnya hari ini. Namun karena makanan itu tidak dapat lagi ia konsumsi, sepertinya seharian ini ia harus bekerja dengan menahan perihnya lambung. Dengan sekuat tenaga Nirmala bangkit dan memunguti piring beserta lauk yang jatuh berserakan. Harga dirinya benar-benar jatuh sekarang, melihat begitu banyaknya karyawan yang menatapnya iba tanpa ada seorang pun yang tergerak untuk membantu. Ia harus menelan kepahitan hari ini sendirian, membasuh lukanya yang mengaga di hatinya dengan air mata. Jika ditanya sebegitu tak berdayanya kah ia menghadapi berbagai penindasan dan diskriminasi, maka jawabannya adalah iya. Ketika hal menyakitkan itu menyangkut pekerjaan, ia tak akan bisa melawan. Ia terlalu pengecut untuk memperjuangkan harga dirinya dikala kata pemecatan terus membayanginya. "Ashhh!" Jari Nirmala terluka akibat tak berhati-hati memunguti pecahan piring yang berserakan. Ia segera mengulum jarinya untuk meredakan cairan merah yang keluar dari lukanya. Setelah itu ia kembali melanjutkan aktivitasnya membersihkan lantai kantin yang terkotori makanannya tanpa mempedulikan lingkungan sekitarnya yang terus mencibir dan menghina. *** Krukkk .... Nirmala terus saja memegangi perutnya yang terasa nyeri. Sedari beberapa jam lalu perutnya terus membunyikan alarm kelaparan, namun Nirmala tak menggubrisnya karena ia tak memiliki secuil makanan pun untuk mengisi lambungnya yang terasa perih Wanita itu lantas meletakkan alat pelnya di sudut ruangan kemudian berjalan mendekati wastafel yang baru saja ia bersihkan. Ia bergerak memutar keran tersebut dan menengadahkan kedua tangannya untuk menampung air kemudian meminum air mentah hingha tandas. Setelah merasa perutnya kenyang, Nirmala hendak pergi, namun langkahnya tertahan begitu netranya melihat sebuah piring tersembunyi di belakang kulkas. Mata hazelnya sontak berbinar begitu melihat sepotong kue pada piring tersebut. Tanpa pikir panjang Nirmala mencuil kue tersebut dan melahapnya dengan sekali telan. "Wow, tidak bisakah kau makan dengan santai? kamu seperti orang kelaparan." Kepala Nirmala secepat kilat menoleh dan segera membeku mendapati seorang pria yang mengenakan setelan jas berdiri di sebelahnya. "Ah tu—tuan." Nirmala dengan cepat menunduk dan mengusap bibirnya yang kotor akibat remahan roti yang baru saja ia makan. Baladewa membasuh tangannya di sebelah wastafel yang digunakan Nirmala. Kemudian menengadahkan tangannya di bawah alat mengering. Sedangkan Nirmala masih terdiam di tempat tak tahu harus berbuat apa sekarang. Mata elang milik Baladewa menyipit melirik Nirmala yang justru tertunduk di sebelahnya. "Kenapa? Kau tak bekerja?" Wanita berseragam OG itu terbelalak dan spontan berlari menuju sudut ruangan dimana ia meletakkan pel. Baladewa yang mengamati gerak-gerik aneh Nirmala hanya mengangkat salah satu alisnya heran. Saat ia hendak pergi, matanya terpaku pada piring yang tadi sempat ia lihat dipegang oleh Nirmala. Ia mengerutkan keningnya melihat kue coklat yang telah termakan setengah itu. Namun ia dibuat terkejut ketika melihat secara seksama rupanya kue tersebut telah banyak ditumbuhi jamur di permukaannya. TbcMalam itu, Bhaskara duduk sendirian di kamarnya, menatap ponsel yang tergeletak di meja. Pandangannya kosong, tetapi sorot matanya menunjukkan hatinya tengah penuh kegelisahan. Kegelisahannya bukan tanpa alasan, iatelah mengirimkan pesan demi pesan kepada Nirmala, tetapi tak satu pun yang mendapat balasan.Pikirannya terus melayang ke arah percakapan terakhir mereka, ketika Nirmala, dengan nada lelah dan penuh tekanan, mengatakan bahwa dia butuh waktu untuk sendiri. Bhaskara tahu betul bahwa semuanya bukan karena cinta mereka memudar, melainkan karena tekanan yang mereka hadapi selama berbulan-bulan terakhir ini—dari skandal Aditama, ditambah dengan dirinya harus menstabilkan kembali keadaan perusahaan, hingga beban tanggung jawab yang tak pernah surut.“Apa aku terlalu menekannya?” gumam Bhaskara, menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya.Ponselnya bergetar, tetapi hanya notifikasi pesan otomatis dari operator. Tidak ada pesan dari Nirmala. Tidak ada kabar sama sekali.Bhaskara men
Hari itu tibalah waktunya untuk rapat dewan pemegang saham di Rajya Corp. Suasana dalam rapat itu berlangsung tegang. Aditama duduk di kursinya dengan senyum penuh kemenangan, sementara Nirmala, Bhaskara, dan kini hadir pula Surya berdiri di depan ruangan.“Baiklah,” ujar Aditama dengan nada sinis. “Anda mengatakan memiliki sesuatu yang ingin disampaikan kepada dewan, Pak Surya?”Surya menatap Aditama dengan dingin. “Aku tahu apa yang kau lakukan selama ini, Aditama. Dan aku di sini untuk memastikan semua orang tahu.”Nirmala melangkah maju, meletakkan dokumen di meja dewan. “Ini adalah bukti bahwa Aditama telah memanipulasi proyek Narpati dan menggunakan dana perusahaan untuk keuntungan pribadinya.”Para pemegang saham mulai bergumam, suasana ruangan menjadi semakin gaduh.Aditama tetap tenang. “Bukti ini tidak cukup untuk menjatuhkanku. Kalian tidak punya saksi yang dapat mendukung klaim kalian.”Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan seorang pria masuk dengan langkah mantap. Semua o
Di sebuah ruangan yang remang-remang, Aditama duduk di belakang meja besar dengan segelas anggur di tangannya. Senyumnya dingin, menandakan keyakinannya bahwa permainan ini hampir mencapai puncaknya. Di hadapannya, beberapa dokumen berserakan, sementara layar komputer menampilkan data-data rahasia dari Rajya Corp. “Apa laporan terakhir?” tanya Aditama kepada Arya, yang berdiri di sudut ruangan. Arya, dengan raut wajah serius, mendekat dan menyerahkan sebuah map berisi laporan terkini. “Surya telah kembali bersama Nirmala. Mereka pasti sedang menyusun langkah untuk melawan kita.” Aditama membaca laporan itu dengan seksama, lalu menutup map tersebut dengan keras. “Kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan kendali atas informasi ini. Waktunya memutar balikkan fakta.” “Bagaimana caranya?” tanya Arya dengan hati-hati. Aditama mengangkat salah satu dokumen dari meja, lalu melemparkannya ke arah Arya. “Kita buat mereka terlihat seperti dalang di balik kehancuran proyek Narpati. Publ
Malam itu, hujan turun deras, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Mobil yang dikendarai Bhaskara melaju di jalanan gelap menuju lokasi yang tertera dalam email misterius. Di dalam mobil, Nirmala duduk di kursi penumpang, sesekali menatap layar ponselnya dengan gelisah. “Ini pasti jebakan,” kata Bhaskara, memecah keheningan. Tangannya mencengkeram setir mobil erat-erat. “Aku tahu,” balas Nirmala tanpa menoleh. Ia mendesah pelan berusaha meredakan dadanya yng berdegup cepat. “Tapi kita tidak punya pilihan lain. Jika Om Surya benar-benar ada di sana, kita harus mencarinya.” Vira yang sedari tadi duduk di kursi belakang, menambahkan, “ya memang, kita harus tetap waspada. Aditama bukan orang yang akan menyerah begitu saja.” Tak butuh waktu lama, mereka akhirnya tiba di sebuah gudang tua di pinggiran kota. Bangunan itu tampak usang, dengan pintu besi besar yang hampir sepenuhnya tertutup karat. Bhaskara mematikan mesin mobil dan memandang gedung itu dengan ragu. “Seberapa yakin
Pagi yang tegang menyelimuti Rajya Corp. Di ruang rapat utama, Nirmala duduk sendirian, memandang kursi kosong di seberangnya. Pikirannya berputar, membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi. “Dia akan datang,” gumamnya pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sebenarnya ia masih menyimpan keraguan ketika menjalankan strategi ini, namun jika Aditama tidak dipancing, ia tak dapat memiliki bukti kuat. Jadi ini lah waktunya, ia harus yakin usahanya akam berhasil. Beberapa menit kemudian, pintu ruang rapat terbuka, dan Aditama masuk dengan langkah mantap. Wajahnya memancarkan kepercayaan diri yang tinggi. Wajah penuh wibawanya itu menampakkan senyuman miring. “Kau benar-benar berani mengundangku, Nirmala,” ucapnya sambil mengambil tempat di seberang meja. “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?” Tak ingin terintimidasi, Nirmala menatapnya dengan penuh tekad. “Aku ingin tahu di mana kau menyembunyikan Pak Surya.” Aditama tersenyum tipis, seolah menikmati momen itu. “Surya? Aku
Vira masuk dengan ekspresi serius, membawa dokumen yang baru saja ia periksa.“Kita punya bukti kuat,” katanya. “Namun, untuk menjatuhkan Aditama, kita butuh lebih dari ini. Dia punya banyak pengaruh di luar sana.”Bhaskara mengangguk. “Kita harus memastikan bahwa semua bukti ini dipublikasikan secara luas. Tidak ada jalan keluar baginya.”“Tapi bagaimana dengan Om Surya?” tanya Nirmala. “Aku merasa dia tahu lebih banyak daripada yang ia ceritakan. Dan aku tidak bisa mengabaikan keterlibatan ayahku dalam semua ini.”Vira menghela napas. “Kita memang membutuhka Surya untuk bersuara. Jika dia tidak berbicara, permainan ini tidak akan pernah berakhir.”"Tapi di mana ayahku. Aku juga tak tahu sekarang dia ada dimana," ujar Bhaskara frustrasi."Kita harus menemukan ayahmu, Bhaskara," tandas Nirmala tak terbantahkan.***Langit malam tampak kelabu, seolah menandakan sesuatu yang buruk sedang terjadi. Bhaskara duduk di ruang tamu apartemen dengan wajah tegang, matanya terus menatap layar po