Nirmala, seorang office girl yang sering dihina dan direndahkan, bertemu dengan Baladewa, seorang CEO yang akan menjadi ahli waris Rajya Corp yang berkuasa. Pertemuan tidak sengaja itu membawa mereka ke dalam hubungan yang jauh lebih dari sekadar atasan dan bawahan. Namun, hubungan keduanya ditentang keras oleh keluarga Baladewa. Nirmala terus ditekan berbagai pihak untuk menyerah pada perasaannya. Sampai suatu hari, seorang notaris tiba-tiba datang dan membuat hidup Nirmala jungkir balik dalam sekejap! Ternyata … Nirmala adalah calon pewaris sah Rajya Corp yang selama ini dicari! Apa yang akan dilakukan Nirmala selanjutnya?
View MoreBRAK!
"Argh!" Nirmala yang tengah sibuk mengepel segera menoleh ke sumber suara. Betapa terkejutnya ia begitu melihat seorang wanita bersimpuh, dengan sebuah ponsel tergeletak di lantai basah yang baru saja ia pel. "Ya ampun! Nona, apakah anda baik-baik saja?" pekik Nirmala dengan panik menghampiri dan mencoba membantu. Ia mengambil ponsel yang tergeletak tak jauh darinya dan ketika melihat kondisi ponsel itu, jantungnya mencelos nyaris berhenti berdetak. "Apa yang kau lakukan, sialan!" Umpatan itu seketika membuatnya tersadar. Bagai orang linglung, ia bergegas mendekat dan memberi uluran tangan. "Bi—biar saya bantu, Nona," ucap Nirmala dengan gagap menawarkan diri membantu sang wanita dengan tangan setengah bergetar. Namun, uluran tangannya langsung ditepis kasar. Ponsel yang tadi ia ambil segera direbut paksa oleh sang empu. Saking kasarnya, kuku panjang wanita tersebut mencakar tangan Nirmala hingga membuatnya meringis. "APA SIH! JAUHKAN TANGAN KOTORMU!" Tubuh gadis OG itu bergetar hebat menahan tangis. Ia tertunduk dalam menyadari kecerobohannya pagi ini membawa masalah besar. Benar saja begitu melihat kondisi ponselnya, wanita berambut blonde itu terbelalak dan berteriak histeris. "OH MY—SIALAN! Lihat gara-gara kamu layar ponsel saya jadi pecah!" bentak wanita ber-nametag Viola itu memarahi habis-habisan. "Asal kamu tau aja, gajimu gak akan pernah cukup buat gantiin ponsel ini!" Suaranya yang begitu lantang membuat beberapa karyawan yang sedang melintasi lobi menatap heran. Namun, mereka hanya melihat tanpa berniat melerai. Dengan raut ketakutan Nirmala mencoba untuk menjelaskan. "Ma-maafkan saya, Nona. Tetapi saya sudah memasang tanda lantai licin di—" "JADI KAMU MENYALAHKAN SAYA?!" Nirmala tersentak dan pandangannya semakin kabur akibat air mata yang telah menumpuk di pelupuk matanya. Wanita OG itu kian tersudut tak mampu membendung amarah wanita di depannya. "KAMU GAK TAU SAYA SIAPA HAH? BERANI-BERANINYA KAMU NGELAWAN SAYA!?" Amarah Viola benar-benar telah lepas kendali, ia mencaci maki sosok Nirmala habis-habisan di hadapan banyak orang yang berlalu-lalang. Nirmala mulai merasa khawatir jika masalah ini akan menendangnya keluar dari pekerjaannya. Dengan cepat ia bersimpuh di hadapan Viola untuk meminta ampun agar pekerjaannya terselamatkan. "Maafkan saya, Nona Viola, saya bersalah. Saya mohon jangan pecat saya, Nona Viola, saya masih ingin bekerja di sini. Saya janji akan bertanggungjawab," mohon Nirmala dengan air mata yang semakin tak dapat dibendung. "Hah! Kamu mau gantiin hp saya? Emangnya kamu bisa dapat 25 juta dalam sehari? MUSTAHIL! DASAR ORANG MISKIN TIDAK TAU DIRI!" sindir Viola terus saja merendahkan Nirmala. Ia berkacak pinggang memandang Viola yang ada di bawahnya dengan remeh. Nirmala merasa sakit hati, tapi itu semua tidaklah berguna karena hampir semua yang dikatakan atasannya itu benar adanya. "Kalau mau tanggung jawab, kamu harus mau jadi simpanan om om kaya raya baru bisa gantiin hp saya yang rusak. Tapi memangnya ada orang kaya yang mau sama gadis miskin sepertimu?!" sambungnya, membuat Nirmala tertegun atas perkataan kasar yang membuat hati dan harga dirinya semakin tercabik-cabik. “Sekarang kamu ikut saya! Kamu harus dikasih pelajaran!” Belum sempat menarik Nirmala, sebuah suara tiba-tiba terdengar dari arah belakang. "Viola, hentikan!" Mendengar seruan namanya, Viola menoleh dan mendapati sesosok pria yang memakai setelan jas berdiri dengan gagah. "Oh My! Kamu Baladewa putra Om Raja kan?! Astaga, sejak kapan kamu—" "Hentikan tingkah kekanak-kanakanmu itu," sela pria tersebut tanpa babibu, membuat Viola yang awalnya antusias atas kehadirannya mendadak terdiam. "Baladewa, setelah sekian lama kita tak bertemu kini kamu justru berani membentakku hanya karena wanita OG ini?!" tanya Viola menunjuk ke wajah Nirmala tanpa sopan santun. Rahang pria itu mengeras kemudian melangkah mendekat ke arah Viola yang masih melotot tak percaya. Ia kemudian menggenggam jemari Viola yang menunjuk ke arah Nirmala. "Kalau kau ingin merangkak ke tempat tinggi, jangan merendahkan orang lain," ujar Baladewa bersuara dingin. Viola terbelalak dan membeku. Wajahnya berubah merah merasa malu sendiri. Baladewa lantas menggeser posisi Viola sehingga kini sosok Nirmala tidak lagi bersimpuh di hadapan Viola, melainkan bersimpuh dihadapannya. "Mau sampai kapan kau akan terus merendahkan dirimu seperti ini?" Hati Nirmala bergetar mendengar kalimat menyentil itu. Ia pun mendongak melihat siapa sosok yang berujar demikian. Dan saat itu juga ia terpaku menatap sepasang netra hitam yang membuatnya tenggelam di dalamnya. "Heh! Jaga matamu, dasar gatel!" tegur Viola tak terima pria kesayangannya dipandang lama. Nirmala yang tertangkap basah melakukan tindakan tak sopan pun segera tertunduk kembali. "Kembalilah ke basecamp dan obati lukamu," titah Baladewa membuat Nirmala seketika memandang tangannya yang terluka. "Tidak apa, Tuan, saya harus segera membereskan kekacauan yang saya timbulkan," cicit Nirmala bangkit dari bersimpuh dan berdiri dengan kepala tetap tertunduk. Baladewa mengedarkan pandangan ke sekitar lobi yang ternyata masih ada beberapa bagian yang belum dipel. Setelah itu ia menatap Viola yang bersedekap dada dengan congkaknya. "Biar Viola yang membereskan kekacauan ini." "HAH?!” Viola berjengit kaget sekaligus tidak terima. “Kenapa harus aku?!” Baladewa melirik tajam Viola yang masih mempertahankan gengsi selangitnya itu. "Sa-saya yang bersalah di sini, Tuan. Ini juga sudah tugas saya untuk menyelesaikannya," tanggap Nirmala ingin cepat-cepat mengakhiri masalah karena ia tak ingin atasannya memergokinya terlibat dalam masalah. "Kamu denger kan? Ini emang tugas seorang OG kayak dia, ngapain malah nyuruh aku?!" sungut Viola menimpali tanggapan Nirmala dengan sewot. Tanpa menunggu waktu lagi, Nirmala bergegas mengambil gagang pel untuk kembali menyelesaikan pekerjaan. Namun, baru juga Nirmala mengayunkan kain pel pada lantai, gerakannya tertahan oleh tangan Baladewa yang mencekal gagangnya. "Sekali lagi kamu mengayunkan kain pel, saya pastikan ini jadi hari terakhirmu kerja di sini." Ancaman yang Baladewa lontarkan sukses membuat Nirmala terkejut setengah mati. Hatinya mendadak menceplos dan spontan ia melepaskan tangannya pada gagang pel. "Jangan! Sa-saya mohon, Tuan, jangan pecat saya," mohon Nirmala setengah menangis. Baladewa tak mengindahkan permohonan Nirmala. Ia justru melemparkan gagang pel tersebut ke arah Viola. "Kau lanjutkan!" perintahnya dengan dingin. Hal itu tentu membuat Viola mencak-mencak tak terima, namun Baladewa terlebih dahulu melanjutkan langkahnya tak peduli. "SIALAN!” sentak Viola berang. “Hey, Baladewa! Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?!” teriaknya setengah gila. Sedangkan Nirmala yang masih berada di tengah pertengkaran anak petinggi itu hanya bisa memandang canggung. Ia pun melirik takut-takut ke arah Viola yang telah kebakaran jenggot. "Apa?! Semua ini gara-gara kamu! Awas aja, saya bakal bikin perhitungan!” Nirmala hanya bergeming. Dalam hati, ia sedikit bernapas lega ternyata di perusahaan ini masih ada sosok yang peduli kepada orang lain tanpa memandang status. Sosok Baladewa sendiri yang Nirmala tahu dari perkataan orang-orang memang terkenal bermulut pedas dan suka seenaknya sendiri. Namun karena pertemuan ini, semua penilaian itu berubah 180°. Menurutnya, Baladewa sosok yang dapat diandalkan dan mencerminkan sosok pemimpin yang bijaksana walaupun ia berlidah tajam. "Heh! Kerjain sendiri, saya gak sudi!" Viola melempar gagang pel kepada Nirmala dengan jijik. Sentakan itu membuat Nirmala terperanjat. Ia seketika menoleh ke arah Viola yang menatapnya kesal. "Cepat lanjutin!" sentak Viola lagi tanpa rasa bersalah. Tanpa diduga, dari arah belakang Nirmala, terdengar sebuah seruan yang membuat Nirmala membeku kaku. "Hei, kau! Apakah kau benar-benar ingin dipecat?" Menyadari posisinya kian terancam, dengan spontan Nirmala menjatuhkan batang pel tersebut ke lantai. “Ti-tidak, Tuan!” ujar Nirmala panik. Pria itu mendengus, menatap Nirmala dengan tatapan yang sulit diartikan, membuat gadis itu merasa salah tingkah. Mengapa … Baladewa menatapnya lekat seperti itu? Suara bariton yang mengintimidasi itu kembali terdengar. Ucapannya bagaikan titah yang tak bisa dibantah. "Viola, lanjutan pekerjaannya dan pastikan semuanya bersih!" TbcMalam itu, Bhaskara duduk sendirian di kamarnya, menatap ponsel yang tergeletak di meja. Pandangannya kosong, tetapi sorot matanya menunjukkan hatinya tengah penuh kegelisahan. Kegelisahannya bukan tanpa alasan, iatelah mengirimkan pesan demi pesan kepada Nirmala, tetapi tak satu pun yang mendapat balasan.Pikirannya terus melayang ke arah percakapan terakhir mereka, ketika Nirmala, dengan nada lelah dan penuh tekanan, mengatakan bahwa dia butuh waktu untuk sendiri. Bhaskara tahu betul bahwa semuanya bukan karena cinta mereka memudar, melainkan karena tekanan yang mereka hadapi selama berbulan-bulan terakhir ini—dari skandal Aditama, ditambah dengan dirinya harus menstabilkan kembali keadaan perusahaan, hingga beban tanggung jawab yang tak pernah surut.“Apa aku terlalu menekannya?” gumam Bhaskara, menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya.Ponselnya bergetar, tetapi hanya notifikasi pesan otomatis dari operator. Tidak ada pesan dari Nirmala. Tidak ada kabar sama sekali.Bhaskara men
Hari itu tibalah waktunya untuk rapat dewan pemegang saham di Rajya Corp. Suasana dalam rapat itu berlangsung tegang. Aditama duduk di kursinya dengan senyum penuh kemenangan, sementara Nirmala, Bhaskara, dan kini hadir pula Surya berdiri di depan ruangan.“Baiklah,” ujar Aditama dengan nada sinis. “Anda mengatakan memiliki sesuatu yang ingin disampaikan kepada dewan, Pak Surya?”Surya menatap Aditama dengan dingin. “Aku tahu apa yang kau lakukan selama ini, Aditama. Dan aku di sini untuk memastikan semua orang tahu.”Nirmala melangkah maju, meletakkan dokumen di meja dewan. “Ini adalah bukti bahwa Aditama telah memanipulasi proyek Narpati dan menggunakan dana perusahaan untuk keuntungan pribadinya.”Para pemegang saham mulai bergumam, suasana ruangan menjadi semakin gaduh.Aditama tetap tenang. “Bukti ini tidak cukup untuk menjatuhkanku. Kalian tidak punya saksi yang dapat mendukung klaim kalian.”Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan seorang pria masuk dengan langkah mantap. Semua o
Di sebuah ruangan yang remang-remang, Aditama duduk di belakang meja besar dengan segelas anggur di tangannya. Senyumnya dingin, menandakan keyakinannya bahwa permainan ini hampir mencapai puncaknya. Di hadapannya, beberapa dokumen berserakan, sementara layar komputer menampilkan data-data rahasia dari Rajya Corp. “Apa laporan terakhir?” tanya Aditama kepada Arya, yang berdiri di sudut ruangan. Arya, dengan raut wajah serius, mendekat dan menyerahkan sebuah map berisi laporan terkini. “Surya telah kembali bersama Nirmala. Mereka pasti sedang menyusun langkah untuk melawan kita.” Aditama membaca laporan itu dengan seksama, lalu menutup map tersebut dengan keras. “Kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan kendali atas informasi ini. Waktunya memutar balikkan fakta.” “Bagaimana caranya?” tanya Arya dengan hati-hati. Aditama mengangkat salah satu dokumen dari meja, lalu melemparkannya ke arah Arya. “Kita buat mereka terlihat seperti dalang di balik kehancuran proyek Narpati. Publ
Malam itu, hujan turun deras, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Mobil yang dikendarai Bhaskara melaju di jalanan gelap menuju lokasi yang tertera dalam email misterius. Di dalam mobil, Nirmala duduk di kursi penumpang, sesekali menatap layar ponselnya dengan gelisah. “Ini pasti jebakan,” kata Bhaskara, memecah keheningan. Tangannya mencengkeram setir mobil erat-erat. “Aku tahu,” balas Nirmala tanpa menoleh. Ia mendesah pelan berusaha meredakan dadanya yng berdegup cepat. “Tapi kita tidak punya pilihan lain. Jika Om Surya benar-benar ada di sana, kita harus mencarinya.” Vira yang sedari tadi duduk di kursi belakang, menambahkan, “ya memang, kita harus tetap waspada. Aditama bukan orang yang akan menyerah begitu saja.” Tak butuh waktu lama, mereka akhirnya tiba di sebuah gudang tua di pinggiran kota. Bangunan itu tampak usang, dengan pintu besi besar yang hampir sepenuhnya tertutup karat. Bhaskara mematikan mesin mobil dan memandang gedung itu dengan ragu. “Seberapa yakin
Pagi yang tegang menyelimuti Rajya Corp. Di ruang rapat utama, Nirmala duduk sendirian, memandang kursi kosong di seberangnya. Pikirannya berputar, membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi. “Dia akan datang,” gumamnya pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sebenarnya ia masih menyimpan keraguan ketika menjalankan strategi ini, namun jika Aditama tidak dipancing, ia tak dapat memiliki bukti kuat. Jadi ini lah waktunya, ia harus yakin usahanya akam berhasil. Beberapa menit kemudian, pintu ruang rapat terbuka, dan Aditama masuk dengan langkah mantap. Wajahnya memancarkan kepercayaan diri yang tinggi. Wajah penuh wibawanya itu menampakkan senyuman miring. “Kau benar-benar berani mengundangku, Nirmala,” ucapnya sambil mengambil tempat di seberang meja. “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?” Tak ingin terintimidasi, Nirmala menatapnya dengan penuh tekad. “Aku ingin tahu di mana kau menyembunyikan Pak Surya.” Aditama tersenyum tipis, seolah menikmati momen itu. “Surya? Aku
Vira masuk dengan ekspresi serius, membawa dokumen yang baru saja ia periksa.“Kita punya bukti kuat,” katanya. “Namun, untuk menjatuhkan Aditama, kita butuh lebih dari ini. Dia punya banyak pengaruh di luar sana.”Bhaskara mengangguk. “Kita harus memastikan bahwa semua bukti ini dipublikasikan secara luas. Tidak ada jalan keluar baginya.”“Tapi bagaimana dengan Om Surya?” tanya Nirmala. “Aku merasa dia tahu lebih banyak daripada yang ia ceritakan. Dan aku tidak bisa mengabaikan keterlibatan ayahku dalam semua ini.”Vira menghela napas. “Kita memang membutuhka Surya untuk bersuara. Jika dia tidak berbicara, permainan ini tidak akan pernah berakhir.”"Tapi di mana ayahku. Aku juga tak tahu sekarang dia ada dimana," ujar Bhaskara frustrasi."Kita harus menemukan ayahmu, Bhaskara," tandas Nirmala tak terbantahkan.***Langit malam tampak kelabu, seolah menandakan sesuatu yang buruk sedang terjadi. Bhaskara duduk di ruang tamu apartemen dengan wajah tegang, matanya terus menatap layar po
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments