Beranda / Romansa / Office Girl yang Dihina Ternyata Kaya Raya / Bab 3: Berjalan Bersama Anak Bosku? Why Not?

Share

Bab 3: Berjalan Bersama Anak Bosku? Why Not?

Penulis: Piyu_Qu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-12 07:03:13

Kukuruyuuuk ....

Meskipun langit masih gelap, ayam jantan telah menunaikan tugas membangunkan banyak insan di tengah dingin dan kesunyian pagi.

Pada pukul 4 pagi, berbeda dengan kebanyakan gadis lainnya yang memilih bergulat dengan selimutnya, Nirmala, gadis berusia 24 tahun kini justru sudah sibuk membereskan rumah juga mengurus adiknya yang sakit.

"Hari ini kakak antarkan surat izin ke sekolah lagi ya, kamu masih demam jadi di rumah dulu," ucap Nirmala lembut sembari memasang kain kompres pada kening adiknya yang berbaring tak berdaya.

"Tapi, Kak, nanti Anes ketinggalan pelajaran gimana? Anes gak mau kakak sia-sia biayain sekolah Anes kalo nilainya turun."

Ucapan polos gadis remaja itu membuat senyuman Nirmala mengembang.

"Ganesha dengerin, selama dua tahun ini kamu berhasil bertahan di peringkat pertama kakak udah bangga banget tau. Jadi stop membebani diri ya. Ini udah jadi kewajiban kakak biayain Anes sekolah."

Siapa sangka jawaban sang kakak membuat Anes berlinang air mata. Setelah kepergian ayah dan ibunya, Nirmala memikul beban menggantikan peran kedua orang tua untuknya.

"Kakak, makasih udah mau berperan menggantikan ibu dan ayah. Maaf karena Anes, kakak jadi gak bisa bersenang-senang kayak temen kakak yang lain. Tapi Anes janji, Anes akan giat belajar dan nanti kakak akan jadi orang pertama yang akan Anes bahagiakan."

Nirmala memeluk erat adik kesayangannya itu. Tetes demi tetes air mata menuruni pelupuk matanya. Ia tak sanggup berkata-kata mendengar ucapan mengharukan itu. Terkadang ia memang mengalami kelelahan ketika berperan sebagai kakak sekaligus harus memerankan sosok ibu dan ayah untuk adiknya, namun ancap kali rasa lelah itu timbul, ada saja hal yang dilakukan sang adik yang membuatnya ingin terus bertahan.

"Kakak jangan nangis. Kakak jangan membebani diri dengan beban yang gak seharusnya kakak pikul juga. Kakak udah berhasil membuat Anes merasakan peran ibu dan ayah kembali kok. Sekarang cukup jadi kakak Anes aja, Anes udah bersyukur."

Lagi-lagi ucapan bijak gadis kecil berusia 15 tahun itu membuat hati Nirmala terenyuh. Rasa sayangnya kepada sang adik semakin besar. Ia menjadi tak kuasa jika harus membiarkan adiknya merasakan kepedihan lagi.

"Kamu ini selalu bisa bikin kakak bangga. Makasih, ya."

Pelukan mereka terurai dan Anes dengan gerak cepat menghapus air mata Nirmala yang masih membekas. "Kakak cantik kalau senyum. Anes yakin deh pasti ditempat kerja kakak banyak cowok yang nembak kakak ya?"

"Nembak? Ihh kamu ini masih kecil tau apa. Udah kamu tidur lagi oke? Kakak mau lanjut beberes dulu karena jam 5 kakak harus berangkat."

Ganesha yang masih berbibir pucat memamerkan deretan gigi kecil yang rapih. "Oke, Kak Nirmala, fighting!"

Usai menjenguk dan memeriksa keadaan adiknya, Nirmala menuju kamarnya untuk bersiap, namun langkahnya tiba-tiba terhenti di depan sebuah foto di mana seorang pria dewasa yang memeluk dua gadis cantik yang berwajah mirip.

"Ayah, maaf Nirmala belum bisa menjaga Ganesha dengan baik. Nirmala masih banyak kekurangan dan belum mampu menggantikan peran ayah dan ibu untuk Anes. Tapi Nirmala akan berusaha untuk menjadi kakak yang terbaik untuk Anes, Yah. Doain Nirmala ya, Yah, semoga Nirmala selalu kuat," gumam Nirmala tersenyum sendu menatap wajah sang ayah yang tertawa lepas dihadapan kamera.

***

Waktu telah menunjukkan pukul 4.45 yang artinya tugas Nirmala membereskan rumah telah selesai 30 menit yang lalu. Kini ia menatap langit-langit kamar dengan bosan menunggu jarum panjang jam dindingnya berdetak diangka 12.

"Semoga aja angkotnya nggak mogok lagi. Kalau telat lagi bisa-bisa beneran kena SP 2 gawat," gumam Nirmala mengangkat tinggi-tinggi sebuah amplop yang berisi surat peringatan yang ia terima dua hari lalu.

"Apa aku jalan sekalian aja ya? Tapi— Hoaamm ....

Di tengah kebingungannya, tiba-tiba kantuknya kembali datang. Ia menguap beberapa kali karena semalam ia tak cukup waktu untuk tidur.

Biasanya ia dapat tidur kurang lebih tengah malam usai mengerjakan proyek rumahan dari pabrik di sekitar rumahnya, namun semalam karena harus menunggui adiknya yang sakit, ia hanya dapat tidur selama 2 jam.

Plakkk

"Gak boleh! Aku gak boleh tidur!" seru Nirmala menampar pipinya sendiri agar tidak tertidur.

Ia pun bangkit dari posisi berbaring dan merapikan seragam bertulisankan 'Office Girl' dibelakang punggungnya.

"Berangkat sekarang aja kali ya lumayan kalau jalan bisa lebih santai."

***

Seorang gadis yang mengenakan seragam biru hitam dengan tulisan 'Office Girl' di belakang punggungnya tengah berjalan menyurusi jalanan yang padat dengan riang. Ia menoleh arah jalanan yang padat dengan pandangan kasian.

"Ckckck kasian orang-orang kejebak macet mana bentar lagi telat. Lagian sih hobi banget pake mobil, kayak aku dong jalan kaki, sehat!" gumam Nirmala membanggakan diri.

Sepertinya ia lupa kemarin pun ia berada di posisi yang sama dengan pengendara jalan yang baru saja ia bicarakan.

Saat ia sedang santai berjalan kaki, tiba-tiba ia mendengar di tengah keramaian ada seseorang yang berteriak ke arahnya. Tentu saja Nirmala dengan spontan berhenti dan menoleh mencari sumber suara, namun nihil hanya jajaran mobil yang ia lihat.

"Aneh banget dah," gumam Nirmala tiba-tiba bergidik.

Saat Nirmala hendak melanjutkan langkahnya, tiba-tiba ia merasakan sebuah tepukan pada bahunya dan dengan spontan ia berbalik waspada.

"APA SI— Eh?"

"Kau pegawai Rajya Corp kan?"

Nirmala sempat terbengong sejenak melihat sosok pria yang baru saja memanggilnya. Namun segera tersadar begitu begitu pria tersebut menjentikkan jari tepat di depan mata Nirmala.

"Eh, Iya Tuan Baladewa. Saya salah satu OG di Rajya Corp."

"Ahh iya benar kau yang kemarin sempat cekcok dengan Viola kan?"

Mendengar pertanyaan tersebut Nirmala mengangguk cepat.

"Maaf lancang tetapi mengapa Tuan ada di sini?"

Wanita itu terheran melihat kehadiran anak petinggi perusahaannya yang menghampirinya di trotoar jalan. Ia menjadi sedikit khawatir apakah ia melakukan sebuah kesalahan hingga membuatnya turun ke jalanan.

"Aku terjebak macet dan aku harus sampai di kantor lima belas menit lagi. Apa kau tau jalan pintas menuju kantor?"

Mendengar pertanyaan itu, Nirmala sempat terbengong kembali. Entahlah sepertinya ia masih tak habis pikir melihat anak bosnya rela menghampirinya di pinggir jalan.

"Saya tahu, Tuan, tapi sepertinya mustahil dilalui mobil karena jalanannya sangat sempit dan sepertinya tidak memungkinkan apabila Tuan Baladewa memilih jalan ini," jawab Nirmala sedikit berhati-hati.

Baladewa nampak berpikir sejenak sembari melihat hamparan mobil yang masih saling berdesakan mengarungi jalanan raya yang tak seberapa itu.

"Jadi kau meremehkanku dan berpikir aku orang kaya yang harus menggunakan mobil untuk berpergian? Sudahlah katakan di mana jalannya pakai ojek pun tak masalah bagiku," jawabnya dengan raut wajah berubah masam.

Nirmala meringis merasa tak enak.

"Maaf, Tuan, bukan begitu maksud saya."

Ia tak pernah membayangkan akan mengajak anak seorang CEO untuk mengarungi gang sempit dan kumuh demi sampai di gedung perusahaannya tepat waktu.

"Kenapa?" tanya Baladewa merasa aneh dengan ekspresi Nirmala.

"Eh— emmm perjalanannya akan sedikit 'menantang' karena jalan yang harus kita lalui hanya jalanan setapak, apakah tak apa?"

Karena tak punya pilihan lain Baladewa pun mengangguk mantap. "Tak masalah selama aku bisa sampai kantor tepat waktu. Kalau gitu dimana kita bisa mendapat ojek?"

Nirmala yang mendengar pertanyaan itu berusaha keras untuk tidak terkekeh. Ia sungguh tak menyangka pria old money sepertinya sungguh tak mengerti 'jalan setapak' yang ia maksud.

"Emmm sepertinya saya harus meluruskan dahulu, Tuan Baladewa. Jalan setapak yang saya maksud itu hanyalah gang sempit pemukiman warga yang hanya bisa dilalui satu orang saja. Jadi kita harus berjalan kaki menembus beberapa pemukiman dan perumahan di depan itu. Karena gedung Rajya Corp ada dibalik pemukiman ini."

"APA?! Ja ... ja ... jalan kaki kau bilang?!"

Tbc

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Office Girl yang Dihina Ternyata Kaya Raya   Bab 135: Ujian Terakhir [END]

    Malam itu, Bhaskara duduk sendirian di kamarnya, menatap ponsel yang tergeletak di meja. Pandangannya kosong, tetapi sorot matanya menunjukkan hatinya tengah penuh kegelisahan. Kegelisahannya bukan tanpa alasan, iatelah mengirimkan pesan demi pesan kepada Nirmala, tetapi tak satu pun yang mendapat balasan.Pikirannya terus melayang ke arah percakapan terakhir mereka, ketika Nirmala, dengan nada lelah dan penuh tekanan, mengatakan bahwa dia butuh waktu untuk sendiri. Bhaskara tahu betul bahwa semuanya bukan karena cinta mereka memudar, melainkan karena tekanan yang mereka hadapi selama berbulan-bulan terakhir ini—dari skandal Aditama, ditambah dengan dirinya harus menstabilkan kembali keadaan perusahaan, hingga beban tanggung jawab yang tak pernah surut.“Apa aku terlalu menekannya?” gumam Bhaskara, menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya.Ponselnya bergetar, tetapi hanya notifikasi pesan otomatis dari operator. Tidak ada pesan dari Nirmala. Tidak ada kabar sama sekali.Bhaskara men

  • Office Girl yang Dihina Ternyata Kaya Raya   Bab 134: Hianat Menghianati

    Hari itu tibalah waktunya untuk rapat dewan pemegang saham di Rajya Corp. Suasana dalam rapat itu berlangsung tegang. Aditama duduk di kursinya dengan senyum penuh kemenangan, sementara Nirmala, Bhaskara, dan kini hadir pula Surya berdiri di depan ruangan.“Baiklah,” ujar Aditama dengan nada sinis. “Anda mengatakan memiliki sesuatu yang ingin disampaikan kepada dewan, Pak Surya?”Surya menatap Aditama dengan dingin. “Aku tahu apa yang kau lakukan selama ini, Aditama. Dan aku di sini untuk memastikan semua orang tahu.”Nirmala melangkah maju, meletakkan dokumen di meja dewan. “Ini adalah bukti bahwa Aditama telah memanipulasi proyek Narpati dan menggunakan dana perusahaan untuk keuntungan pribadinya.”Para pemegang saham mulai bergumam, suasana ruangan menjadi semakin gaduh.Aditama tetap tenang. “Bukti ini tidak cukup untuk menjatuhkanku. Kalian tidak punya saksi yang dapat mendukung klaim kalian.”Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan seorang pria masuk dengan langkah mantap. Semua o

  • Office Girl yang Dihina Ternyata Kaya Raya   Bab 133: Titik Balik

    Di sebuah ruangan yang remang-remang, Aditama duduk di belakang meja besar dengan segelas anggur di tangannya. Senyumnya dingin, menandakan keyakinannya bahwa permainan ini hampir mencapai puncaknya. Di hadapannya, beberapa dokumen berserakan, sementara layar komputer menampilkan data-data rahasia dari Rajya Corp. “Apa laporan terakhir?” tanya Aditama kepada Arya, yang berdiri di sudut ruangan. Arya, dengan raut wajah serius, mendekat dan menyerahkan sebuah map berisi laporan terkini. “Surya telah kembali bersama Nirmala. Mereka pasti sedang menyusun langkah untuk melawan kita.” Aditama membaca laporan itu dengan seksama, lalu menutup map tersebut dengan keras. “Kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan kendali atas informasi ini. Waktunya memutar balikkan fakta.” “Bagaimana caranya?” tanya Arya dengan hati-hati. Aditama mengangkat salah satu dokumen dari meja, lalu melemparkannya ke arah Arya. “Kita buat mereka terlihat seperti dalang di balik kehancuran proyek Narpati. Publ

  • Office Girl yang Dihina Ternyata Kaya Raya   Bab 132: Antara Hidup dan Mati

    Malam itu, hujan turun deras, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Mobil yang dikendarai Bhaskara melaju di jalanan gelap menuju lokasi yang tertera dalam email misterius. Di dalam mobil, Nirmala duduk di kursi penumpang, sesekali menatap layar ponselnya dengan gelisah. “Ini pasti jebakan,” kata Bhaskara, memecah keheningan. Tangannya mencengkeram setir mobil erat-erat. “Aku tahu,” balas Nirmala tanpa menoleh. Ia mendesah pelan berusaha meredakan dadanya yng berdegup cepat. “Tapi kita tidak punya pilihan lain. Jika Om Surya benar-benar ada di sana, kita harus mencarinya.” Vira yang sedari tadi duduk di kursi belakang, menambahkan, “ya memang, kita harus tetap waspada. Aditama bukan orang yang akan menyerah begitu saja.” Tak butuh waktu lama, mereka akhirnya tiba di sebuah gudang tua di pinggiran kota. Bangunan itu tampak usang, dengan pintu besi besar yang hampir sepenuhnya tertutup karat. Bhaskara mematikan mesin mobil dan memandang gedung itu dengan ragu. “Seberapa yakin

  • Office Girl yang Dihina Ternyata Kaya Raya   Bab 131: Tawaran Licik

    Pagi yang tegang menyelimuti Rajya Corp. Di ruang rapat utama, Nirmala duduk sendirian, memandang kursi kosong di seberangnya. Pikirannya berputar, membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi. “Dia akan datang,” gumamnya pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sebenarnya ia masih menyimpan keraguan ketika menjalankan strategi ini, namun jika Aditama tidak dipancing, ia tak dapat memiliki bukti kuat. Jadi ini lah waktunya, ia harus yakin usahanya akam berhasil. Beberapa menit kemudian, pintu ruang rapat terbuka, dan Aditama masuk dengan langkah mantap. Wajahnya memancarkan kepercayaan diri yang tinggi. Wajah penuh wibawanya itu menampakkan senyuman miring. “Kau benar-benar berani mengundangku, Nirmala,” ucapnya sambil mengambil tempat di seberang meja. “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?” Tak ingin terintimidasi, Nirmala menatapnya dengan penuh tekad. “Aku ingin tahu di mana kau menyembunyikan Pak Surya.” Aditama tersenyum tipis, seolah menikmati momen itu. “Surya? Aku

  • Office Girl yang Dihina Ternyata Kaya Raya   Bab 130: Strategi Umpan

    Vira masuk dengan ekspresi serius, membawa dokumen yang baru saja ia periksa.“Kita punya bukti kuat,” katanya. “Namun, untuk menjatuhkan Aditama, kita butuh lebih dari ini. Dia punya banyak pengaruh di luar sana.”Bhaskara mengangguk. “Kita harus memastikan bahwa semua bukti ini dipublikasikan secara luas. Tidak ada jalan keluar baginya.”“Tapi bagaimana dengan Om Surya?” tanya Nirmala. “Aku merasa dia tahu lebih banyak daripada yang ia ceritakan. Dan aku tidak bisa mengabaikan keterlibatan ayahku dalam semua ini.”Vira menghela napas. “Kita memang membutuhka Surya untuk bersuara. Jika dia tidak berbicara, permainan ini tidak akan pernah berakhir.”"Tapi di mana ayahku. Aku juga tak tahu sekarang dia ada dimana," ujar Bhaskara frustrasi."Kita harus menemukan ayahmu, Bhaskara," tandas Nirmala tak terbantahkan.***Langit malam tampak kelabu, seolah menandakan sesuatu yang buruk sedang terjadi. Bhaskara duduk di ruang tamu apartemen dengan wajah tegang, matanya terus menatap layar po

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status