“Lihat!” kata Beni.
Mereka diam sambil menatap lama plang nama dengan kelap-kelip lampu warna tersebut. “kau bawa uang?” Mauli khawatir.
“Hehehe… tentu saja! Kau tenang saja, jika uangku habis kita peloroti atm Iwan,” ungkap Beni.
Mauli senyum lalu meraih perut Beni. Beni berkelit tetapi tak bisa lolos. Cubitan tersebut menghasilkan suara keras. Tiba-tiba muncul sosok emak-emak berambut singa, wajahnya jutek pelit senyum.
“Mau beli apa? Apa pun yang kalian butuhkan pasti ada,” ungkapnya.
“Masuklah, carilah barang yang kalian cari,” perintah wanita pemilik minimarket itu.
Mauli dan
“Kali ini kalian dapat diskon 50 ribu, jika suamiku berhasil kembali akan traktir makan,” wajah wanita tak terlihat senyum.“Ba baiklah,” Beni menarik uang tersebut.Beni dan Mauli bergegas pergi. Wanita itu menatap mereka dari pintu kaca, sementara Beni dan Mauli terus melangkah. Sesampainya di vila, Iwan sudah menunggu sambil menjaga nyala api. Iwan menambah kayu bakar dari belakang.“Kau bilang tempat ini sepi!” kalimat Beni bernada tinggi.“Memang!” balas Iwan santai.Setelah mendekat, “Aku belanja di area ini, masih banyak warga bernyawa berkeliaran di Husbul.”
“Banyak sekali benda peledak, senjata api yang bisa memuntahkan banyak peluru,” Iwan terpesona.Mauli juga penasaran akhirnya mendekati. “Ya ampun, tapi sepertinya aku bisa menggunakan benda jahanam ini.”“Dari mana kau belajar?”“Aku sering nonton film laga,” jawab Mauli.“Kau sama gilanya dengan Beni,” Iwan mundur.Ia lalu melihat daging yang sudah lama ia tinggal. Betapa terkejutnya Iwan melihat penampilan gading tersebut telah menyerupai arang.“Semua gara-gara kau!” Iwan mengangkatnya.
Akuadron kemudian belok kanan. Mereka terus melaju melewati jalan-jalan sepi. Bahkan pasukan Bodem pun tak terlihat. Namun, Akuadron tiba-tiba berhenti di sebuah lapangan tetapi di depan terdapat gedung aneh. Terlihat bangunan tua, tetapi di sekeliling terlihat seperti tempat umum.Mereka berhenti, lalu keluar dari mobil. Mereka telah siap dengan senjata api membidik pasukan Profesor. Sementara iwan menggunakan rompi yang penuh dengan alat peledak. Mauli dan Beni lebih dulu berjalan mengindip.“Tempat apa ini? Jelek sekali,” kata Iwan.“Bisakan kau jaga mulutmu? Kemungkinan Ogan ada di dalam,” balas Beni berlindung di balik tembok.“Kau lihat?”
Mauli masih berdiri tegak sementara nafas masih ngos-ngosan. Kemudian ia bergerak melepas genggaman Akuadron dan balik badan.“Kau tak apa?” Beni mendekat.“Iya,” Mauli mengangguk sambil mengatur nafas.Akuadron lalu bergerak lagi, benda itu melewati tubuh Bodem yang tergeletak. Mereka mengikuti pergerakan Akuadron kembali.“Dasar tak berguna,” kalimat Iwan mengejek sambil melangkahi rongsok Bodem.Mereka berjalan pelan-pelan, Akuadron masuk di tempat yang luas seperti lapangan di dalam gedung namun berlantai keramik. Mereka menyandar di tembok, berhati-hati jika melihat musuh, Beni memantau area tersebut.&
Ogan menghampiri Mauli. “Sebaiknya kita pergi dari sini!” Ogan menatap mereka. Dari samping Beni dan Iwan merapat.Mereka segera meninggalkan tempat tersebut sebelum Bodem bangkit kembali dan menyerang mereka. Sementara para tawanan telah lebih dulu berhamburan meninggalkan tempat itu. Ogan dan kawan-kawan justru dihadang oleh musuh.Bodem yang baru saja mereka kalahkan kini bangkit kembali. Kepingan tubuh itu berangsur-angsur menyatu kembali.“Mereka telah bangkit!” Iwan takut.Tanpa pikir panjang Ogan berlari ke arah makhluk itu. Namun, tak disadari dari samping sosok Bodem yang lain menepis tubuh Ogan hingga terpelanting membentur tiang.
Bagian langit-langit runtuh. Terdapat benda keras berbentuk balok menghantam kepala Bodem tersebut. Akibatnya kepala itu lepas serta membuat ia jatuh tersungkur.“Aku tak perlu repot-repot menghajarmu tadi jika akhirnya kau begini,” gumam Ogan.Sementara di tempat lain, Iwan baru saja menemukan mobil tak terpakai di area tersebut. Iwan memperhatikan mobil hitam yang penuh dengan debu. Iwan mendekati mobil tersebut lalu membuka pintu depan. Ia senang karena mobil itu tak terkunci.“Sebentar akan ku atasi agar kendaraan ini bisa berjalan,” Iwan mengeluarkan sejumlah kabel dari bawah setir.“Hai!”Beni mendekati Mauli lalu m
“Hai, apa kalian akan seperti itu terus, sementara nyawa kami tengah terancam,” Beni Berteriak.Mauli dan Ogan menoleh ke Beni. kemudian merapat. “Kita ke kantor walikota sekarang!” Mauli buka suara.“Kita tak punya kendaraan lagi, terpaksa kita harus jalan kaki,” ungkap Iwan.“Aku tau!”Kalimat singkat itu keluar dari Mauli, Ogan dan Beni secara bersamaan. Kemudian mereka menuju ke arah kantor walikota Miranda. Mereka sepakat untuk mempertaruhkan nyawa mereka untuk orang-orang Miranda.Mereka menempuh jalan yang tak dekat, mereka harus sembunyi-sembunyi agar cepat sampai di tempat tujuan mereka. Sedangk
Ketika Ogan membuka penutup kepala tersebut betapa terkejutnya dirinya. “Kau!” “Dengar!” Pria misterius tersebut tak lain adalah si kurus. “Selama ini kau tak pernah tau namaku, kini aku kenalkan namaku adalah Arjun.” “Kau gila? Aku keluarkan dirimu agar kau bisa selamat, lihat! Sekarang kau justru mencari petaka.” Ogan heran. “Kau sendiri?” Arjun terlihat gugup,”Oke, kau telah mengeluarkanku, kini giliranku membantumu! Sementara Arjun dan Ogan sedang berdebat. Iwan kembali berceloteh,”Siapa pria itu, sok kenah huh!” “Bukanya