Share

BAB 13

Penulis: Little Zee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-11 12:39:20

Malam hampir larut dan masih banyak orang yang berpesta dengan diiringi musik DJ, membuat mereka meliukkan badan, mengikuti irama musik. Pesta pernikahan milik Sophia kini menjadi pesta malam teman-teman Edmund yang datang dari Argentina. Hampir seluruhnya menggunakan bahasa Spanyol, membuat Sophia kesulitan berbicara dengan teman-teman Edmund. Wanita itu hanya duduk di kursi sambil tersenyum saat ada teman suaminya yang menyapa.

Martina dan kedua orangtua Edmund sudah pulang terlebih dahulu, meninggalkan Sophia di pesta teman-teman Edmund yang hampir memenuhi gedung.

Sophia kesal karena dirinya tidak diperbolehkan mengundang teman ataupun kerabatnya oleh Edmund. Pria itu bilang bahwa kapasitas tamu sudah penuh, padahal mata Sophia melihat beberapa kursi kosong saat upacara pernikahan siang tadi. Sophia  berpendapat seperti itu karena dirinya mengetahui bahwa para tamu dilarang membawa kamera ataupun ponsel. Penjaga di mana-mana. Sementara tidak ada satupun wartawan di pesta pernikahannya, padahal Sophia tahu keluarga D'allesandro tidak pernah berhenti diliput oleh publik. Perempuan itu berpikir bahwa suaminya mungkin malu memiliki istri sepertinya.

Hati Sophia semakin sakit jika memikirkan hal itu terus. ia menghela napas. Kepalanya menunduk, menatap mini dress yang melekat pada tubuhnya. Sebenarnya Sophia masih mengenakan gaun pengantin, hanya saja ekornya yang panjang dilepas. Rose juga membuka rambutnya yang dicepol, membiarkannya terurai menutupi bahu yang terbuka.

"Hai, Sophia." Kepala Sophia menoleh pada seseorang yang menyapanya.

"Hai." Sophia menjabat tangan perempuan itu.

"Aku Grace, temannya Edmund. Selamat atas pernikahanmu."

"Terima kasih."

"Kau mau bergabung bersama kami? Di sana ada Edmund, jadi tidak perlu khawatir," ucap Grace dengan ramah.

"Tidak, terima kasih. Aku sedikit lelah."

"Ah, ya, aku mengerti. Kalau kau butuh teman panggil saja aku, oke?"

Sophia menganggukkan kepala sembari tersenyum. Grace mengambil minuman yang ada di meja dekat Sophia, ia melangkahkan kaki sambil melambaikan tangan pada temannya yang sedang berjoget.

Sophia kembali duduk.Saat tenggorokannya terasa kering, dia mengambil salah satu minuman di atas meja, tanpa melihat apa yang ia ambil kemudian meminumnya begitu saja.

Saat minuman berwarna kekuningan itu melewati tenggorokkan , wajah Shopia merengut, merasa aneh dengan minuman itu.

"Apa ini?" Sophia menyimpan kembali gelas yang masih menyisakan setengah minumannya.

Tiba-tiba saja kepala Sophia terasa pusing, dia memegang kening sambil memejamkan mata. Dan saat mata Sophia kembali terbuka, dia melihat seorang wanita merangkul tangan Edmund yang sedang bercengkrama dengan seorang pria. Mata Sophia menyipit, tidak terima ketika seseorang merangkul suaminya seperti itu. Entah keberanian dari mana, dia melangkahkan kaki ke tengah keramaian, beberapa kali terhenti saat rasa pusing itu semakin terasa. Namun, Sophia kembali melangkah dengan cepat dan menarik tangan wanita yang merangkul Edmund.

"Jangan memeluknya," ucap Sophia sambil merentangkan kedua tangan, menghadap wanita itu. Sementara Edmund terkejut dengan kelakuan Sophia, dia membalikan tubuh perempuan itu.

"Apa kau baik-baik saja?" Edmund mengusap kening Sophia. Matanyamenyipit saat melihat raut wajah Sophia yang tidak biasa.

"Edmund ... aku ingin tidur." Sophia tiba-tiba berhambur ke pelukan pria itu, melingkarkan tangannya pada pinggang Edmund.

"Sepertinya dia minum alkohol, Ed. Sebaiknya kau membawanya pulang." Salah satu teman Edmund mengusulkan.

Saat Sophia mendongkakan wajah Edmund, pria itu baru mencium aroma alkohol dari istrinya. Wajah Sophia kembali menunduk, menggesekan wajahnya pada dada bidangnya.

"Maaf, kawan. Aku harus pergi," ucap Edmund pada teman-temannya. Ia melepaskan pelukan Sophia dan langsung menggendongnya, Sophia yang terkejut langsung melingkarkan tangannya di leher Edmund. 

Telinga Edmund dapat mendengar gumaman tidak jelas dari mulut Sophia, dia mengangkap beberapa kata yang membuatnya heran. Seperti kata suamiku, milikku, wanita gila dan tidur. Sepertinya Sophia benar-benar kelelahan malam ini.

"Kenapa kau minum alkohol, Sophia?" Gerutu Edmund mendudukan Sophia di dalam mobil, ia memakaikan sabuk pengaman pada istrinya. Mata Edmund menatap sejenak wajah Sophia yang menutup mata dan tidak berhenti bergumam.

Begitu Edmund menyalakan mobil, dia langsung melajukan kendaraan menuju apartemen dengan cepat. Matanya melirik Sophia, tangannya membenarkan letak rambut yang menutupi wajah perempuan itu dengan perlahan, kemudian membenarkan kepala Shopia yang sedikit miring.

Sesampainya di gedung apartemen, dia menggendong istrinya dan membawa masuk. Edmund membaringkan Sophia di kamar, kemudian mengelus kepala perempuan itu sebelum beranjak pergi untuk mengganti baju. Setelahnya Edmund menghubungi dokter untuk memeriksa keadaan Sophia.

Beberapa menit kemudian bel apartemen berbunyi, Edmund segera mempersilahkan dokter Anne untuk memeriksa Sophia.

"Nyonya tidak apa-apa, Tuan, begitu pula dengan bayinya. Dia hanya minum sedikit minum alkohol yang kandungannya rendah, mungkin karena sedang mengandung dan kelelahan, Nyonya tampak seperti orang yang mabuk berat," ucap Anne, dokter pribadi Edmund begitu selesai memeriksa keadaan Sophia.

"Jadi, sampai kapan dia akan bertingkah seperti itu?" Edmund menunjuk Sophia yang sedang berguman dengan dagunya.

"Tidak akan lama, Tuan."

"Baiklah, terima kasih, Anne."

"Sama-sama, Tuan." Anne keluar dari kamar Edmund.

Setelah Anne keluar, Edmund duduk di tepi ranjang sambil memandang istrinya. Kening Edmund berkerut ketika melihat gaun pengantin masih melekat pada tubuh Sophia. Saat Edmund hendak berdiri untuk mengambil baju Sophia, istrinya itu bangun terlebih dahulu dan melangkahkan kaki dengan tidak beraturan.

Ketika Sophia akan terjatuh, Edmund menangkapnya dengan sigap. "Kau mau apa? Kembalilah tidur." Dia mencoba membawa Sophia kembali ke atas ranjang, tetapi perempuan itu berontak dan melepaskan tangan Edmund dari tubuh sambil merengek kecil.

"Lepaskan aku, ini gerah," ucapnya sambil kembali berjalan dengan sempoyongan.

"Bisakah kau diam, Sophia? Berulang kali kau hampir jatuh," gerutu Edmund, tangannya kembali ditepis saat hendak menyentuh Sophia.

"Jangan menyentuhku, Edmund. Aku gerah."

Dengan terpaksa, Edmund menarik tangan Sophia dan membaringkannya kembali di atas ranjang. Sophia menggerutu tidak jelas begitu Edmund menekan kepalanya agar berbaring, tetapi perempuan itu kembali bangkit dan duduk. Menatap Edmund dengan mata yang menyipit.

"Aku gerah, Edmund." Sophia membuka bajunya dengan tidak sabaran. "Gaun ini membuat dadaku sesak," lanjutnya sambil melemparkan gaun yang sudah terlepas dari tubuh.

Edmund menatap datar Sophia yang kembali membaringkan tubuh dan hanya memakai celana dalam saja. Perempuan itu kembali bergumul di bawah selimut setelah menggerutu tidak jelas. Helaan napas keluar dari mulut Edmund, dia melangkahkan kaki untuk mengambil baju Sophia dari lemari lalu memakaikannya dengan perlahan.

"Astaga," desah Edmund ketika melihat wajah Sophia yang masih dipenuhi make up. Setelah memakaikan baju, dia mengangkat istrinya menuju kamar mandi. Mendudukkan tubuh istrinya di wastafel dan menyandarkannya pada cermin. Satu tangan Edmund menahan tubuh Sophia agar tetap duduk tegak.

Edmund membasahi tisu lalu mengusapkannya pada wajah Sophia. Perempuan itu tersentak kaget, membuka mata sesaat saat merasakan sensasi dingin itu dan kembali menutup wajah dengan cepat. Perempuan itu tidak tidur sepenuhnya.

Saat wajah Sophia sudah bersih dari make up, Edmund mengambil sikat gigi berwarna merah muda.

"Buka mulutmu, Sophie. Kau harus sikat gigi."

"Apa?" Sophia membuka mata yang terasa berat, lalu tertutup lagi sebelum terbuka sepenuhnya.

"Buka, Sophie."

"Iya, iya," ucap Sophia sambil menggerutu tidak jelas. Dia menuruti permintaan suaminya dan membiarkan pria itu membersihkan giginya.

"Sophie, sadarlah dulu. Kumur-kumur, kau harus membersihkan busa di dalam mulutmu," ucap Edmund dengan satu tangan yang membasuh sikat gigi.

"Sophia buka mulutmu," desis Edmund mulai kesal.

"Baik, baik." Sophia menuruti apa yang Edmund katakan.

Edmund mengembuskan napas lega, lalu membopong kembali Sophia ke dalam kamar dan menidurkannya di atas ranjang. Dia ikut masuk ke dalam selimut setelah mematikan lampu kamar.

Sophia terus bergerak dalam tidurnya, hal itu mengganggu Edmund. Dia membalikkan tubuh, menghadap istrinya yang memandang punggungnya dengan mata sedikit tertutup.

"Kenapa kau bangun? Kemarilah, kau harus tidur." Edmund menarik tubuh Sophia ke dalam pelukannya.

"Berapa umurmu, Edmund?" Sophia mendongKa, menatap Edmund dengan bibir yang mengerucut.

"Berhenti bicara, kau harus tidur."

"Edmund." Sophia merengek saat tidak mendapatkan jawaban dari Edmund.

"32 tahun, sekarang tidur."

"Apa kau seorang pedofil, Edmund? Aku baru saja berusia delapan belas tahun beberapa bulan yang lalu." Edmund menatap Sophia yang bergumam, tetapi dapat ia dengar dengan jelas.

"Kepalaku terasa pusing, Ed. Mataku berkunang-kunang. Aku melihat banyak bintang di atas kepalamu." Sophia terus mengoceh, membicarakan apa saja yang ia ingat dengan mata yang mulai kembali terpejam.

Ocehan Sophia terhenti saat Edmund mengecup keningnya. Mata Sophia kembali terbuka, menatap Edmund dengan sadar.

"Kenapa?" Edmund bertanya saat Sophia memandangnya dengan intens. Perlahan tangannya menyentuh dagu Edmund kemudian bergerak menuju pipi. Dia tersenyum kecil ketika menyentuh pipi itu. "Kau pria tua yang tampan." Edmund terkekeh pelan mendengar perkataan Sophia. Istrinya ikut terkekeh kemudian menyembunyikan wajah di ceruk leher Edmund.

"Kau punya mimpi?" Sophia mengaangguk menjawab pertanyaan Edmund. "Apa itu?"

Kepala shopia mendongak. "Aku ingin kuliah, memiliki karier yang bagus dan ...."

"Dan?"

"Dan menikah dengan seseorang yang aku cintai, memiliki banyak anak dan menjadi keluarga yang bahagia. Seperti ayah dan ibuku."

Dada Edmund terasa dihantam batu besar, salah satu impian istrinya adalah pernikahan yang didasari atas nama cinta. Dia mungkin bisa saja mengabulkan impian pertama Sophia, tapi tidak untuk yang ketiga. Edmund tidak bisa menjamin pernikahan mereka akan bahagia.

Tiba-tiba saja Edmund mencium kening Sophia lama sebelum menjauhkan tubuhnya. Pria itu turun dari atas ranjang dan berjalan keluar kamar tanpa sepatah kata, meninggalkan Sophia yang masih terdiam sambil menatap kosong pintu kamarnya.

Malam itu Edmund dan Sophia tidak bisa tidur, keduanya sama-sama melewati malam yang panjang dalam keheningan, dalam ruang yang berbeda.

***

IG : @ALZENA2108

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Oh Baby (INDONESIA)   BAB 52

    Setelah beberapa hari akhirnya mata pria itu bergerak seakan memberitahu semua orang bahwa dia akan segera membuka mata sepenuhnya. Menyadari gerakan itu, seorang wanita langsung mendekati brankar dan duduk di sampingnya. Hingga mata safir itu terbuka sepenuhnya, dia menatap heran wanita yang berada di sampingnya.Wanita itu hanya tersenyum, Rose membiarkan pikiran Edmund mencari tahu dengan apa yang terjadi. Tatapan mata safir itu setiap detik melakukan perubahan tatapan. Hingga dia benar-benar menyadari apa yang terjadi.Edmund segera duduk dan mencoba pergi dari sana. "Tenanglah, Ed, kau baru siuman setelah 2 hari," ucap Rose membantu Edmund untuk tidur kembali, tapi Edmund menolaknya. "Aku akan panggilkan dokter.""Tidak, cukup bantu aku berdiri.""Apa yang membuatmu jadi selemah ini, Edmund? Kau seharusnya senang.""Senang? Apa maksud, Mommy? Aku harus senang saat Sophia dan.. dan bayi kami meninggal?" Edmund berucap semakin rendah sa

  • Oh Baby (INDONESIA)   BAB 51

    EDMUND POVTubuhku bergetar hebat saat melihat kembali layar monitor, walaupun aku sudah berulang-ulang melihatnya, tapi rasa sesak terus saja menusuk jantungku, membuat nafasku tidak beraturan dan terasa sangat sesak. Di sana, di layar itu, wanitaku sedang merangkak sambil menangis. Lututnya berdarah dan bibirnya terkatup rapat. Dia memeluk lututnya sendiri, menangis dalam diam karena aku.Aku menghianatinya, aku mengakuinya. Walaupun aku tidak sampai menyetubuhi wanita itu, tapi aku tetap mengingkari janjiku. Aku mencium wanita lain, aku menyentuh wanita lain dan aku membuat wanita lain mendesah. Memang, malam itu saat aku akan mengecek kepindahan Sara, wanita itu memberikanku minuman yang membuatku kepanasan.Aku tahu minuman apa itu saat sudah merasakan efeknya, aku membuka pakaianku dan tanpa sadar mendorong Sara supaya memasuki kamar. Itu terjadi begitu saja, saat Sara sudah memposisikan di atasku, pikiranku terus saja memperlihatkan Sophia y

  • Oh Baby (INDONESIA)   BAB 50

    Malam itu, Sophia tidak datang makan malam, dia membuat seorang pria bermata abu menunggunya. Awalnya Gunner kira Sophia malas datang ke mansionnya karena ini hujan deras, yang Gunner tahu Sophia suka sekali bergemul di bawah selimut saat hujan deras. Namun, ketika seseorang memberitahukan padanya bahwa Sophia enggan keluar dari kamarnya dan memakan makan malamnya, pria itu segera melangkah menuju tempat Sophia berada. Rasa khawatir memenuhi benak Gunner saat itu, dia bertanya-tanya apakah yang membuat Sophoa sedih."Apa dia masih di kamarnya?"Wanita yang Gunner tugaskan untuk menjaga Sophia itu mengangguk. "Ya, Tuan.""Apa yang sebenarnya terjadi?""Saya tidak tahu, Tuan, ketika Nona pulang matanya sudah sembab."Kening Gunner berkerut. "Bawakan makan malam untuknya.""Su.. sudah, Tuan, Nona Sophia tidak memakannya.""Ambilkan yang baru!"Wanita itu mengangguk takut lalu melangkah menuju dapur. Gunner berjalan menaik

  • Oh Baby (INDONESIA)   BAB 49

    Rasa gugup menyelimuti Jamie yang sedang duduk di hadapan Sophia, mereka berdua akan makan siang bersama. Dan saat ini mereka sedang menunggu Gunner yang masih bicara dengan anak buahnya. Sophia hanya diam mengaduk-adukan saladnya, Jamie menatap Sophia lekat karena takut wanita itu bicara pada pamannya. Sering kali Jamie mendapatkan masalah karena dia bermulut besar dan Gunner selalu menghukumnya dengan sadis. Bukan sadis fisik, tapi sadis materi.Gunner akan berhenti memberinya uang atau memblokir kartu kreditnya, bukannya orang tua Jamie tidak peduli dengannya, tapi mereka berdua telah meninggal dan kini dia ditanggung oleh pamannya Gunner."Sophia, aku minta maaf."Sophia menegakan kepalanya menatap Jamie. "Untuk apa?""Yang tadi, apa kau lupa?"Dia menggeleng. "Tidak apa, lagi pula itu memang fakta.""Tapi, Sophia, ak-""Berapa umurmu?" Sophia memotong perkataan Jamie, pria itu mengerutkan keningnya."Umm, 17 tahun."

  • Oh Baby (INDONESIA)   BAB 48

    Sophia masih mengingat keputusannya beberapa hari yang lalu, di mana dia menandatangani surat perceraian itu. Dia tidak menyukainya, tidak ada seorang pun yang menyukai perpisahan. Namun, jika ini yang terbaik, maka Sophia akan melakukannya. Sesungguhnya, dalam lubuk hatinya dia tidak ingin melakukan itu, berpisah dengan Edmund dan membesarkan anaknya tanpa bantuan suami membuat Sophia ketakutan. Bukan takut karena kerepotan, tapi dia takut suatu saat anaknya akan menanyakan sosok ayah. Apalagi dulu Sophia punya teman yang menjadi pecandu narkoba karena kekurangan kasih sayang, padahal setahunya ibu dari temannya itu sangatlah baik.Dia mencari jalan yang terbaik, tapi jalan kali ini menunjukan bahwa Sophia lebih baik tanpa Edmund. Sekuat apapun Sophia, dia juga seorang manusia yang memiliki hati, wanita yang lemah dan tak berdaya, memiliki sejuta kekurangan dan kesialan. Kesialannya adalah, hingga detik ini dia masih mencintai Edmund. Berharap setiap detik cintanya berkurang

  • Oh Baby (INDONESIA)   BAB 47

    Lagi-lagi suara gelak tawa terdengar di apartemen seorang pria yang sedang bicara dengan temannya, mereka memegangi perut mereka karena kelelahan tertawa. Bahkan Allarick mengeluarkan beberapa tetes air mata lelah tertawa."Hahhaha, sudah, ya ampun. Aku benar-benar ingat bagaimana wajahmu saat masuk kedalam got," ucap Allarick kemudian tertawa lagi.Gunner yang merasa Allarick keterlaluan menertawakan dirinya segera menendang kaki temannya itu hingga dia berhenti tertawa dan menatap tajam Gunner. Tatapan tajam Allarick tidak bertahan lama saat wajah Gunner memperlihatkan ekspresi dinginnya, dia berdehem menetralkan tenggorokannya yang sakit sebab tertawa. Allarick membenarkan duduknya dan berusaha menahan tawa, bos mafia itu sudah hampir meledak."Jadi, kapan kau ke Las Vegas?" Allarick menyeruput tehnya."Minggu depan mungkin, ada hal yang harus aku urus.""Lalu bagaimana denganku?" Allarick menunjuk dirinya sendiri dengan khawatir."Memang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status