Akan tetapi, ketika ia melihat anggukan pelan dari Handoko yang di sertai senyum kecil di bibir, ia jadi semakin bingung."Orang ini salah makan apa?, kenal saja baru hari ini sok akrab lagi." Namun, tentu saja hal itu hanya berputar di otak kecilnya saja, sebagai orang baru dan masih belum mengenal siapapun dengan baik, ia jadi sedikit kelabakan."Bagaimana ya?." Wanita tersebut berdiri tegak, serta sedikit lebih lebar membuka daun pintu kamar hotel yang ia tempati. Dan kini tampilannya terlihat penuh di depan Handoko.Angel mengarahkan manik matanya secara sengaja ke arah diri sendiri, serta sedikit mengangkat pundaknya keatas secara reflek. Dengan tujuan ingin mengatakan bahwa ia tidak siap. Bahkan, ia tengah menikmati kenyamanan mandinya barusan.Dalam diam dan isyarat gerak manik mata itu, Angel berharap Handoko merasa sungkan dan mengurungkan niat untuk membawanya keluar saat ini.Bagaimanapun sebagai orang baru, menolak secara langsung adalah tidak pantas, terlebih mengingat wa
Angel berpikir selama dalam perjalannya bersama Handoko menuju rumah makan, bahwa kontrak kerja ini tidak sepenuhnya buruk. Ia bisa melenggang santai bersama seseorang, yang mungkin bukan siapa-siapa di hidupnya beberapa waktu lalu.Menikmati kebersamaan nyaman, tanpa beban sebuah pertalian hubungan. "Teman", mungkin kata itu, kedepannya dapat ia pertimbangkan untuk sosok pria di sampingnya sekarang.Tepat pukul 7 malam, keduanya keluar dari rumah makan yang mereka pilih.Handoko yang tampak menikmati waktu makan kali ini, tanpa sadar menyembulkan senyum beberapakali.Sungguh, sebuah gerakan kecil di wajah itu akan mampu mengguncang keterkejutan pikiran, dari setiap pekerja di kantor induk APC, jika saja mereka mengetahui."Masuklah, ada satu tempat yang ingin ku kunjungi." Handoko membukakan pintu mobil, meminta Angel untuk segera masuk dengan senyum lembut yang terpasang.Dalam hati dan pikiran wanita tersebut, ia mas
"Maaf... baru-baru ini banyak hal yang terjadi, saya jadi sedikit sensitif." Lanjutnya lagi.Handoko tak menyahuti perkataan itu, justru ia hanya menampilkan senyum tipis di bibirnya.Dan tentu saja, hal itu di lewatkan oleh sosok sang wanita."Gedungnya tinggi." Ucap Handoko, seolah ia tengah membahas hal lain yang tak bersangkutan, dengan perkataan wanita di sampingnya barusan."Hah!..Apa?." Angel secara reflek menoleh ke arah sosok di sampingnya."Tempat itu gedungnya tinggi, jadi jika kau masih takut ketinggian katakan saja dengan jujur." Handoko mengulangi perkataannya beberapa saat lalu, dan di imbuhi dengan penjelasan untuk klarifikasi.Angel yang merasa sedikit terkejut dengan penjabaran barusan, semakin di buat bingung."Siapa yang takut ketinggian?." Angel.Mendengar jawaban reflek dari sosok di sampingnya, kini giliran Handoko yang mengernyitkan kening."Bukannya itu kamu?." Ia ingin mengucapkannya, tapi de
"Lihat saja, sejauh apa kau akan bertindak malam ini."Angel bergumam untuk diri sendiri, di sela langkah kakinya yang kian memasuki lobi utama gedung apartemen."Selamat malam, bisa tunjukkan nomor reservasi anda." Sapa seorang wanita cantik, yang berdiri di depan pintu masuk dengan ramah."Reservasi?." Angel mengerutkan kening, dengan pertanyaan wanita cantik di depannya."Maaf maksud......" Perkataan Angel tidak terselesaikan dengan baik, ketika Handoko kembali berbalik, dan mendekat kearahnya, dan berkata. "Dia bersamaku."Melihat sosok mendekat, wanita cantik dengan pakaian resmi kantor, ala resepsionis bernuansa warna ungu disana, membungkuk dan tampak sedikit terkejut."Maaf tuan...Selamat menikmati malam Anda." Ucap sang wanita tersebut, dengan rasa gugup yang terlihat jelas di wajahnya."Selamat menikmati nona, semoga menjadikan malam Anda berkesan." Kali ini wanita dengan pakaian ungu di sana, berbalik ke arah
"Tenang saja, semua akan baik-baik saja."Hati Angel menjerit dengan kuat dalam hati, bagaimana ia akan baik-baik saja dengan sosok yang siap mencaploknya.Meskipun dirinya wanita yang telah menikah, bahkan akan menjadi sosok janda kedepannya. Lalu apakah ia akan dengan mudah melakukan hal itu dengan sembarang orang.Seandainya Handoko bisa membaca pikiran orang lain, mungkin ia akan muntah darah saat itu juga. Namun, dengan ikat baik dan pikiran murni membantu, pria tersebut justru semakin mengeratkan pegangan tangan, ketika sosok disana masih terlihat sedikit pucat.Bahkan, ia masih menggandeng wanita itu setelah keluar dari lift, hingga menuju sebuah pintu besar di depan mereka.Sementara Angel yang di perlakukan demikian, hanya bisa menunduk dengan kepedihan hati yang kian miris. Dalam kebisuannya ia tak habis pikir, mengapa dirinya di pandang serendah ini?, seburuk dan serendah itukah harga dirinya di depan pria tersebut?.
"Lihat...aku juga sudah membeli teropong bintang yang kau inginkan..Lihat bukankah ini indah?." Keduanya memang tengah memasang wajah senyum, namun tentu saja dengan makana yang berbeda.Wanita tersebut, masih belum dapat menarik senyum canggung atas rasa malu, akibat pikiran buruk sendiri tentang sosok Handoko di depannya,b yang tampak antusias ketika menatap wajahnya."Anggi?, siapa lagi yang ia sebut?." Gumamnya dalam pikiran. Angel tambah bingung dengan sikap dan interaksi dari sosok Handoko."Apa kau gila...siap..." Belum sempat perkataannya terselesaikan, sebuah ingatan yang telah tertutup lama, seolah kembali menyambangi pikiran wanita itu.Ibarat sebuah kabut yang seakan tersibak secara tiba-tiba, Angel melebarkan mata."Tu..tung..tunggu...Anggi?, kau memanggilku Anggi?." Angel semakin menajamkan tatapan mata itu kearah Handoko.Dan hal itu, di tanggapi dengan anggukan antusias oleh pria tersebut.Mata Angel semakin membulat, dan tarikan garis lengkung bibirnya lebih lebar l
"Kapan kita bertemu kak?,maksudku kapan kau mulai mengenali bahwa ini aku?." Angel.Entah mengapa dalam hatinya berpikir, bahwa Handoko lebih mengacu kearah kehidupan pribadinya.Meski juga tengah di lilit kontrak kerja yang hanya sepihak, namun tetap saja pikirannya tidak menyambungkan perihal itu.Insting Angel, menggambarkan perkataan Handoko lebih merujuk kearah polemik kehidupan di luar kantor, bahwa pria di sana mengetahui semua yang telah ia alami.Handoko mengusap punggung tangan Angel lembut, seolah mengatakan bahwa ia ada di sampingnya, jangan bersedih, atau sedang memberinya sebuah kekuatan untuk tetap tegar.Namun, perasaan Angel tiba-tiba saja menjadi sedikit tidak nyaman. Ia merasa seperti seorang anak kecil, yang tengah di pergoki, lantaran melakukan sebuah kesalahan.Dan secara reflek menarik kedua tangannya, serta menghindari tatapan pria tersebut, dengan berusaha menampilkan senyum yang penuh ketenangan."Apa maksudmu kak, bukannya kalian yang membuatku seperti ini?."
Di langit, bulan kian mengecil dengan tertutup bayang hitam, yang semakin menutup seluruh permukaan.Dan di atas teras griya tawang apartemen, Handoko benar-benar menelan ucapannya. Ia hanya menatap sosok yang kini berdiri di sampingnya, dengan wajah mendongak ke atas menatap bulan yang semakin menghilang.Keseriusan wajah keduanya tampil sempurna.Entah apa yang di pikirkan oleh sosok Handoko dengan pandangan mengarah ke pada Angel, dan apa yang di pikirkan oleh wanita di sana dengan tatapan lurus ke arah bulan.Bahkan hingga bulan kembali membuka tabir cahaya yang menyinari bumi kembali, baik Handoko maupun Angel telah melupakan sisi baik dan fungsi dari teropong yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri."Sudah selesai, duduk dan makanlah." Handoko mengajak Angel untuk kembali duduk, ia berharap semuanya menjadi lebih mudah untuk berbicara.Setelah Angel menempatkan bagian belakang tubuhnya dengan baik."Sebenar