Arumi sudah memakai piyama tidurnya yang terbuat dari kain satin lembut itu, Arumi berani bertaruh kalau ini pasti adalah piyama mahal hanya dari menghirup aromanya saja.
Kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan mendecakkan bibirnya kagum melihat kamar barunya yang sangat luas dan sepertinya 8 kali lipat lebih lebar dan luas dari kamarnya di panti asuhan dulu.
Kemudian pandangannya beralih ke arah tempat tidur berwarna pink yang di hiasi boneka-boneka lucu itu. Ah, Arumi selalu bermimpi bisa mempunyai tempat tidur secantik ini sejak kecil.
Arumi mencubit pipinya sendiri.
Sakit.
Berarti Arumi benar-benar tidak bermimpi.
Ini semua kenyataan, rumah ini, keluarga baru, kamar puteri ini…semuanya kenyataan!
Kkruyukkk~
Arumi memegang perutnya, mendadak teringat bahwa ia sedang merasa lapar.
Ini salahnya sendiri karena menolak ajakan Nyonya Gita i untuk makan bersama tadi padahal ia sendiri belum makan apapun sejak meninggalkan panti asuhan.
Arumi masih merasa malu, kikuk dan canggung. Tidak tahu harus berbuat apa, apalagi kalau sudah bertemu ke empat saudara barunya itu!
Arumi masih merasa canggung, apalagi kalau ia harus bertemu para lelaki itu, jadi ia memilih tinggal di kamarnya saja terlebih dahulu dan berbohong kalau ia masih merasa kenyang. Nasib baik, Tuan dan Nyonya Chandrawinata itu sangat pengertian. Mereka membiarkan putri angkat mereka ini agar beristirahat saja di kamar.
“Duh, gimana nih. Aku lapar.” ringis Arumi sambil memegang perutnya.“Dasar, perut bodoh." rutuk Arumi pelan.
Akhirnya Arumi memberanikan diri keluar dari kamarnya, dengan gaya mengendap gadis itu mengikuti nalurinya untuk mencari satu ruangan yang bernama dapur.
Namun Arumi tidak pernah menyangka bahwa mencari dapur di rumah ini sangat sulit.
Baru beberapa langkah keluar dari kamarnya, gadis itu di buat ternganga.
Rumah ini sangat luas dan besar, memiliki banyak tangga dan ruangan yang tersebar dimana-mana, membuat mata Arumi berputar di buatnya.
Arumi tersesat. Di rumahnya sendiri.“Kenapa dari tadi aku terus berputar-putar di area ini? Dimana sebenarnya dapur? Ya ampun, capek banget mana udah laper.” Arumi menggaruk kepalanya sendiri bingung, sementara perutnya dari tadi sudah konser ingin minta diisi
“Ada apa?” sebuah suara mengagetkan Arumi, membuat gadis itu sontak menoleh dan menemukan seorang lelaki yang sedang berdiri di belakangnya.
Arumi hampir saja terjungkal saking kagetnya.
“Kau mencari sesuatu? Sepertinya kau kebingungan?” tanya lelaki bersweater cokelat dengan tubuh yang agak mungil itu.
“Eum, Itu...” Arumi kebingungan, ia harus bilang apa? Mengatakan bahwa ia keluar kamar malam-malam begini karena kelaparan itu pasti sangat konyol.
Kkruyukkk~
Suara aneh yang berasal dari perut Arumi memecah suasana. Arumi meringis sambil memeluk perutnya.
”Dasar perut bodoh!”
***
"Kau lapar ya? Mau ku tunjukkan tempat mendapatkan makanan di rumah ini?"
Arumi diam-diam mengangguk saat berpapasan dengan salah seorang anak lelaki di rumah ini.
“Ini yang namanya dapur keluarga di rumah ini. Kau bisa memesan makanan apapun semaumu.” ujar lelaki dengan tubuh agak pendek beberapa centimeter itu kepada Arumi. Arumi mengangguk, kemudian memperhatikan sekeliling dapur ini yang diisi oleh banyaknya pelayan yang sedang mengurus makanan dan mencuci beberapa peralatan dapur.Arumi jadi bertanya-tanya, sekaya apa sih orang tua angkatnya itu hingga mampu mempunyai pelayan sebanyak itu.
“Anak ini, maksudku adik baru kami kelaparan. Tolong siapkan ia makanan. Arumi,kau mau makan apa?” tanya lelaki itu memecah lamunan Arumi.
“Eummm… ramen?” jawab Arumi pelan. Lelaki itu sontak tertawa mendengar jawaban Arumi membuat gadis itu bertanya apakah ada yang salah dengan jawabannya barusan.
“Kau hanya ingin makan ramen? Benarkah?” tanya lelaki itu masih dalam keadaan tertawa. Arumi mengangguk seadanya.
“Baiklah, pelayan. Kau dengarkan dia mau makan apa?” ujar lelaki itu kemudian membawa Arumi duduk di dekat lounge meja makan.
“Kau bisa menunggu sampai ramenmu itu matang di sini. Aku masih harus mengerjakan tugas. Kau baik-baik ya disini? ” tanya lelaki itu ramah membuat Arumi kembali mengangguk untuk kesekian kalinya.
“Tunggu...” panggil Arumi membuat langkah lelaki itu terhenti.
“Nama kakak siapa ya?” tanya Arumi pada akhirnya.
“Gerald.“ jawab lelaki itu sambil tersenyum sebelum akhirnya benar-benar menghilang kembali ke lantai atas.
Arumi mengangguk dengan pelan.
“Kak Gerald,ya. Kelihatannya ia cukup baik.”gumam Arumi pelan sambil menangkup satu mangkuk ramen miliknya.
***
Arumi berjalan kembali ke kamarnya sambil menangkup mangkuk ramen di kedua tangannya sembari senyam senyum daritadi. Gadis itu memilih untuk menyantap ramen lezat itu di kamarnya saja.
Uh~ Arumi benar-benar lapar kali ini.
Namun seketika Arumi di landa perasaan bingung saat melihatkemana arah kamarnya ketika ia berhadapan dengan tembok besar di salah satu ruangan di rumah ini.
Lagi dan lagi, Arumi menemukan jalan buntu.
Arumi kembali memutar jalannya dan terjebak di antara banyaknya pintu diruangan ini. Arumi jadi merasa menyesal tidak mengingat kamarnya tadi, sekarang ia jadi merasa pusing sendiri kan dimana sebenarnya kamarnya berada? Pintu kamar di rumah ini semuanya sama saja.
Tiba-tiba Arumi mendengar suara yang cukup gaduh dari sebuah ruangan, terdengar suara beberapa lelaki yang sedang bergurau dari ruangan itu. Arumi menatap pintu ruangan itu dalam diam, ia ingin bertanya namun ia masih merasa segan.
Tapi pepatah mengatakan, malu bertanya sesat di jalan. Arumi tidak mungkin kan berputar-putar di penjuru ruangan seperti orang bodoh?
“Ayolah, Arumi. “ ujar Arumi pada dirinya sendiri, lalu memantapkan dirinya untuk membuka knop ruangan itu.
Kebetulan sekali tidak terkunci. Arumi menjulurkan kepalanya kedalam pintu, menatap dua orang lelaki yang sedang asyik bergurau sambil menonton sebuah layar televisi itu dengan suara berisik.
“Permisi,bolehkah aku minta tolong?” tanya Arumi dengan suara pelannya membuat perhatian kedua pria itu beralih ke arah Arumi dalam waktu hitungan detik.
Kedua lelaki itu sontak menolehkan wajah mereka dengan cepat ke arah pintu, menatap seorang gadis mungil yang kepalanya sudah mulai condong masuk dari balik pintu sambil tersenyum kaku.
“Lurus saja , lalu ketika bertemu guci besar kau belok ke kanan. Kamar no.2 dari samping, itu kamar milikmu.” ujar lelaki berkaos merah itu sambil menunjukkan arah kamar Arumi.“Ah, terima kasih. Maaf merepotkan kalian.” Arumi membungkukkan badannya berterima kasih kepada pemuda yang sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.“Tidak perlu sungkan. Aku Rion.” ujar lelaki berkaos merah itu lagi. Tubuhnya tinggi menjulang dengan wajah oriental yang khas.“Dan dia Kai.” lanjut lelaki itu sambil menunjuk lelaki yang sedang melipat tangan sambil berdiri di belakang. Lelaki bernama Kai itu memiliki kulit kecokelatan sawo matang, membuatnya terlihat berbeda dari saudaranya yang lain.Arumi hanya mengangguk kemudian menatap lelaki itu satu persatu.Lelaki yang berdiri di belakang itu kelihatannya menakutkan. Perawakannya tinggi dengan tubuh yang tegap dan kulit yang agak kecokelatan.
Arumi sudah selesai dengan semua berkas pendaftarannya untuk masuk ke dalam Draksita University, kampus impiannyaMulai hari ini, ia akan resmi menyandang status sebagai mahasiswi Draksita University.Bagaimanapun rasanya Arumi memikirkannya, ia tetap saja merasa layaknya orang yang sedang bermimpi.Arumi pikir ia tidak akan pernah melanjutkan kuliah seumur hidupnya.Siapa yang sangka, Tuhan dengan murah hati memberikan jalan hidup yang tak terduga.Semua kemudahan ini, tidak akan pernah Arumi rasakan seandainya ia tidak bertemu dengan Tuan dan Nyonya Chandrawinata."Arumi sayang, besok adalah hari pertama kau masuk kuliah. Jangan khawatir, Papa dan Mama sudah menyiapkan semua kebutuhan Arumi, jadi Arumi sisa tinggal berangkat besok dengan bahagia." Nyonya Gita memeluk Arumi dengan sayang selesai gadis itu keluar ruangan pendaftaran.Arumi membalas pelukan ibu angkatnya itu dengan penu
Arumi berjalan memasuki gerbang Draksita University ketika sudah turun dari mobil mengkilap Ayah angkatnya dan di buat termangu akan keindahan kampus elit nomer satu di kota ini.Benar kata orang-orang bahwa Draksita bukanlah sekolah biasa.Pekarangan, taman, gerbang, dan gedungnya benar-benar kualitas yang berbeda.Saking terpakunya, Arumi jadi tidak melihat jalannya dan tidak sengaja menabrak seseorang.“Siapa yang berani menabrakku di pagi ini? Who dare you?” gadis dengan rambut pirang yang tanpa sengaja menabrak Arumi itu langsung memasang wajah jutek amarahnya dengan logat inggrisnya yang kebarat-baratan sambil menatap Arumi dengan wajah sinis luar biasa.“Maaf, aku benar-benar tidak sengaja.” Arumi sontak membungkukkan badannya tanda minta maaf namun gadis blonde itu malah justru mendorong dirinya hingga tersungkur di tanah.“Jessica, kendalikan emosimu. Ini masih pagi dan kau sudah emosi
Arumi benar-benar merasa terkejut saat ke empat lelaki yang tidak lain dan tidak bukan adalah para saudaranya itu menghampirinya secara serentak ketika gadis itu tengah berdiri di depan koridor kampus dengan memasang raut wajah penuh kebingungan. Namun berikutnya Arumi merasa bersyukur karena para lelaki itu datang menghampirinya pada saat yang tepat. Ya, Arumi merasa beruntung karena para saudaranya itu datang saat gadis itu sedang kebingungan. Mereka berempat mengatasi kebingungan Arumi dan menunjukkan tempat ruang administrasi kepada Arumi dengan mudahnya. Mereka bahkan tidak keberatan dan bersedia mengantar Arumi ke ruangan itu meskipun Arumi tidak memintanya. Padahal awalnya Arumi ragu, hubungan dirinya dan keempat orang ini kan masih canggung. Tapi sudahlah, ini awal yang bagus. Well, kalau tidak ada mereka Arumi pasti sudah kelimpungan mencari dimana keberadaan ruang administrasi yang sebenarnya di kampus yang amat besar ini mengingat Arumi mer
Jessica dan Tiffany, dua senior papan atas nan hits yang cukup berpengaruh di Draksita itu melangkahkan kaki mereka sambil membawa nampan menuju bangku ekslusif yang memang sudah mereka tandai menjadi spot khusus milik mereka berdua di kantin kampus ini dengan gaya bak model papan atas membuat beberapa mahasiswa lainnya berdecak kagum melihat penampilan mereka berdua. Jessica dan Tiffany saling melemparkan tatapan, puas akan status mereka. Sekarang, siapa sih di kampus ini yang tidak tahu Jessica Moirene dan Tiffany Charleta? Dua mahasiswi panas incaran para lelaki, duo double trouble yang selalu di bicarakan dimanapun mereka melangkah. Wajah cantik, tubuh seksi, gaya fashion yang memanjakan mata serta status sebagai putri dari keluarga kaya adalah trademark mereka berdua. “Sica, kau serius makan siangmu cuman ini?” Tiffany membulatkan matanya tidak percaya melihat menu makanan Jessica yang hanya terdiri dari sebuah selada, beberapa potong kol
"Arumi sayang, bagaimana hari pertamamu di kampus?" tanya Nyonya Gita kepada Arumi begitu mereka sekeluarga sedang menyantap makan malam bearsama di ruang makan.Hari ini personil Chandrawinata family lengkap tanpa kurang satu orang pun.Keempat lelaki yang sering berkeliaran keluar rumah itu makan malam di rumah malam ini, bersama Arumi tentunya."Baik, kok, Ma." jawab Arumi sambil tersenyum.Sebenarnya banyak hal yang terjadi di hari pertamanya ini. Ia mendapat perlakuan yang kasar dari seorang senior kampus blonde juga bertemu Vioren Dasom lagi yang malah menjambak rambutnya.Tapi secara keseluruhan memang benar Arumi merasa baik. Ia merasa senang karena pada akhirnya bisa berkuliah lagi, di universitas berkelas pula.Menyampingkan hal-hal buruk yang ia terima di hari pertamanya, rasanya semua itu tergantikan dengan kebahagiaan karena selama empat tahun ke depan, Arumi tidak perlu takut dengan persoalan pendidikannya lagi."Kalian,
Kelas sudah selesai sedari tadi, Alena sudah pulang dan tidak bisa menemani Arumi karena mereka tidak searah untuk pulang sementara seminar kursus yang di hadiri Sally masih belum selesai membuat Arumi terpaksa harus pulang seorang diri."Kau tidak mau ikut denganku? Aku bisa menyuruh supirku mengantarmu pulang." ujar Alena sebelum gadis itu beranjak pulang."Tidak perlu Alena. Aku bisa pulang sendiri." jawab Arumi sebagai jawaban."Yakin?" tanya Alena memastikan. Arumi mengangguk mengiyakan."Kalau begitu aku pulang duluan. Sampai jumpa besok, Rumi."Arumi melambaikan tangannya ke arah Alena begitu gadis berambut panjang bergelombang itu sudah keluar ruangan.Arumi memutuskan untuk pulang sendiri dan menyusuri lapangan kampus seorang diri. Setidaknya ia masih ingat jalan pulang.Arumi sudah menghafalkan arah dengan baik saat ia diantar ayah angkatnya ke kampus saat kuliah perdana, jadi sepertinya tidak akan ada masalah.&ldquo
Setelah banyak menahan nafas dan membaca doa- doa di dalam hati Arumi akhirnya sudah dapat melihat pintu gerbang berwarna putih yang menjadi jalan masuk menuju rumah besar tempat dimana ia tinggal.Kediaman rumah Chandrawinata.Perjalanan pulang yang cukup panjang ini terasa begitu lama dan akhirnya Arumi bisa bernafas lega setelah Kris menghentikan motornya di depan rumah.Sadar bahwa dirinya sudah sampai, Arumi segera menarik tangannya sendiri untuk berhenti memegangi jas almamater abu-abu rokok milik lelaki di depannya itu.Arumi bersyukur, ia pulang dalam keadaan selamat, tidak ada satupun bagian yang kurang dari tubuhnya mengingat ini adalah pertama kalinya Arumi menaiki motor dengan kecepatan yang amat super duper cepat, bahkan Arumi berpikir Kris dapat mendaftar menjadi pembalap F1 dengan kekuatan seperti itu.Arumi dengan hati-hati turun dari motor sport berwarna silver itu dan dengan pelan-pelan pula melepaskan helm hitam itu dari kepalany