Share

Mencoba Akrab

“Lurus saja , lalu ketika bertemu guci besar kau belok ke kanan. Kamar no.2 dari samping, itu kamar milikmu.” ujar lelaki berkaos merah itu sambil menunjukkan arah kamar Arumi. 

“Ah, terima kasih. Maaf merepotkan kalian.” Arumi membungkukkan badannya berterima kasih kepada pemuda yang sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.

“Tidak perlu sungkan. Aku Rion.” ujar lelaki berkaos merah itu lagi. Tubuhnya tinggi menjulang dengan wajah oriental yang khas. 

“Dan dia Kai.” lanjut lelaki itu sambil menunjuk lelaki yang sedang melipat tangan sambil berdiri di belakang. Lelaki bernama Kai itu memiliki kulit kecokelatan sawo matang, membuatnya terlihat berbeda dari saudaranya yang lain. 

Arumi hanya mengangguk kemudian menatap lelaki itu satu persatu. 

Lelaki yang berdiri di belakang itu kelihatannya menakutkan. Perawakannya tinggi dengan tubuh yang tegap dan kulit yang agak kecokelatan. Berbanding terbalik dengan lelaki berkaos merah, kulit lelaki itu sangat putih bahkan melebihi kulit Arumi. 

“Aku akan mengingatnya dengan baik. Terima kasih sudah membantuku.” ujar Arumi kemudian pamit dengan sopan berjalan menuju arah kamarnya.

“Bagaimana menurutmu, Kai? Adik baru kita itu sepertinya polos ya?”

“Dia… menarik.” jawab Kai di iringi sebuah seringaian yang sanggup membuat bulu kuduk Rion bergidik seketika. 

"Hei, jadi itu alasan kenapa kau menatapnya seperti itu?  Kau bisa membuatnya takut, tahu?"

“Tapi untung ya dia tidak sempat melihat ke televisi. Dia bisa berpikir yang tidak-tidak melihat kita sedang menyaksikan film Miyabi.” lanjut Kai sambil terkekeh kemudian mengelus sampul DVD Bintang Jepang Maria Ozawa itu.

“Ah, dasar, otakmu ini.  Tapi kita memanglah orang yang tidak-tidak.” timpal Rion sambil tertawa dan meraih DVD itu dari tangan Kai dengan cepat. 

***

Arumi meniup uap panas yang keluar dari ramen nya kemudian menatap ke arah pintu kamarnya yang terbuka. Arumi sangat ingat kalau tadi ia menutup pintu kamarnya, namun kenapa sekarang jadi terbuka? 

Arumi berjalan mendekat ke arah kamarnya dan bersamaan dengan itu, seorang pria dengan kaos abu-abu keluar dari kamar Arumi membuat gadis itu hampir saja terjungkal karena kaget.

“Kau meninggalkan kamar dalam kondisi kran air masih menyala. Aku hanya masuk untuk mematikannya.” ujar lelaki itu datar dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. 

Mendengar itu, Arumi jadi menepuk jidatnya sendiri. 

Dasar Arumi pelupa, bisa-bisanya ia lupa mematikan kran air saat selesai mandi tadi.

“Ya ampun, aku melupakannya. Maaf,aku tidak akan melakukannya lagi.” ujar Arumi dengan nada bersalah.

“Hn.” lelaki itu hanya menjawab dengan deheman kecil, kemudian berjalan memasuki kamar yang berada tepat di samping kamar Arumi. 

“Dia dingin.” gumam Arumi pada dirinya sendiri, kemudian menatap pintu kamar di sampingnya itu dengan tulisan ‘Kris room’ di depannya.

“Kris? Dia tadi… masuk kesini, berarti ini kamarnya?” Arumi nampak berkutat dengan pikirannya, berarti lelaki tadi itu adalah tetangga kamarnya.

Arumi memilih untuk tidak terlalu peduli, kemudian melangkah masuk ke kamarnya untuk menyantap ramen di tangannya sebelum dingin .

 ***

“Ini benar-benar enak! Enak banget!” Arumi berseru puas sambil menyeruput kuah ramen dari mangkuknya. Sejak kecil, Arumumemang sangat menyukai ramen di banding apapun. 

Tapi, kemudian gadis itu tersadar akan sesuatu, sadar bahwa ia sama sekali tidak mengambil air minum dari dapur tadi.

“Ya ampun!  Bagaimana mungkin kau bisa makan tanpa minum!” Arumi meneriaki dirinya sendiri dengan nada frustasi. Gadis itu jadi bingung sendiri, mengapa ia bisa jadi pelupa seperti ini. 

Mata Arumi kemudian beralih menuju sebuah tombol merah di samping tempat tidurnya. Sejak kedatangannya di kamar ini, gadis itu memang menaruh rasa penasaran yang besar terhadap tombol mencolok berwarna merah itu.

“Kira-kira , ini apa ya?” gumam Arumi kemudian memberanikan diri memencet tombol tersebut, kemudian beberapa detik kemudian telepon yang berada di atas laci meja belajar Arumi berdering dengan sendirinya membuat Arumi hampir saja tersedak dengan ramen yang di makannya. 

Ini aneh. Telepon itu langsung berdering setelah Arumi memencet tombol besar kemerahan itu.

“Ha...Halo?” ucap Arumi ketika menerima gagang telepon tersebut.

“Nona muda, ini pelayan Sally. Ada yang bisa ku bantu?” ucap suara di seberang, terdengar suara mirip layanan call center. 

“Eh? Anu... Aku ingin sebotol air mineral. Bisakah kau mengambilkannya untukku?” tanya Arumi meskipun masih di selimuti kebingungan dan perasaan tidak enak. 

“Tentu saja. Aku akan segera membawakannya untuk nona muda. Tolong tunggu sebentar.”

Wah, praktis juga. Arumi terkesiap saat sambungan panggilan telepon di matikan. Ia bisa mendapatkan bantuan hanya dalam waktu sebentar. 

Selang 5 menit kemudian, terdengar suara ketukan di depan kamar Arumi membuat gadis itu segera beringsut untuk membuka pintu dan mendapati seorang gadis cantik dengan seragam maid ala pelayan sudah menanti didepan kamarnya.

“Nona muda, ini air minumnya.” ucap gadis dengan senyum lebar itu.

“Terima kasih. Apa kau pelayan disini?” tanya Arumi. 

“Benar. Saya adalah Sally Wu. Saya pelayan dirumah ini. Ibuku adalah salah satu pelayan utama dirumah ini, tapi dia sedang sakit jadi aku menggantikannya.” ucap gadis bernama Sally itu. 

Arumi hanya memandang gadis itu dengan takjub, well, gadis ukuran seperti Sally ini terlalu cantik untuk menjadi seorang pelayan.

“Ada yang bisa ku bantu lagi?”

“Eumm, tidak ada sih. Tapi bisakah kau menemaniku makan sebentar?”

***

“Jadi nona muda sama sekali tidak tahu kalau orang tua angkat nona adalah pemilik Chandrawinata Corporation?” Sally membulatkan matanya tidak percaya mendengar pengakuan Arumi yang menyatakan bahwa ia sama sekali tidak tahu menahu tentang status dan kekayaan orang tua angkatnya.

Niatnya hanya menemani Arumi makan namun pembicaraan mereka mendadak berubah jadi saling bercerita satu sama lain.

“Aku tidak tahu. Aku diadopsi secara mendadak. Aku selalu berpikir bahwa selamanya aku akan menghabiskan hidupku di panti asuhan. Namun ternyata, ada orang yang mau mengadopsiku.” cerita Arumi. 

“Aku juga baru tahu di perjalanan bahwa aku akan memiliki empat saudara. Kau tahu, itu terlalu mengejutkan untukku.” lanjut Arumi. 

“Aku mengerti. Tapi Nona sangat beruntung. Aku pikir Tuan dan Nyonya tidak akan mengadopsi anak lagi. Empat anak lelaki di rumah ini sudah cukup banyak.” ujar Sally, Arumi mengiyakan. 

“Kalau Nona ingin tahu, Tuan dan Nyonya tidak bisa memiliki anak. Menurut desas desus yang kudengar, Nyonya itu mempunyai penyakit mandul, sedangkan Tuan ada gejala impoten. Setelah 4 tahun menikah, mereka kesepian karena tidak memiliki anak di rumah besar ini. Kemudian saat perjalanan bisnis mereka mengadopsi empat anak laki-laki sekaligus. Mereka adalah Tuan muda Kris, Gerald, Kai dan Rion. Aku dengar cerita ini dari Ibuku.” cerita Sally dengan gaya story tellingnya yang mengagumkan sementara Arumi hanya bisa ternganga mendengar cerita Sally barusan. 

"Jadi mereka berempat juga berasal dari panti asuhan?"

"Aku dengar begitu. Mereka berempat bukan saudara kandung, tapi satu panti asuhan." jawab Sally lagi. 

“Nona muda terkejut ya. Sudahlah, Nona tidak usah memikirkannya. Nona harus tidur cepat karena besok Nona harus mengurus berbagai keperluan Nona, termasuk persiapan masuk kuliah.” ujar Sally lalu membereskan mangkuk ramen bekas Arumi makan. 

“Kau benar. Aku harus cepat tidur. Ya, ampun kepalaku pusing mendengar ceritamu barusan." ujar Arumi sambil meneguk air mineralnya dengan cepat sebelum melangkah menuju tempat tidurnya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status