Share

Bertemu Para Saudara Lelaki

Apakah ini tempat dimana ia akan tinggal dan memulai hidup selanjutnya? 

Apakah ini bukan mimpi? 

“Bagaimana Arumi? Apa kau suka? Mulai sekarang ini adalah rumahmu, kita akan tinggal bersama mulai hari ini." ujar Tuan Richard dari arah bagasi belakang yang sibuk mengeluarkan koper-koper Arumi sambil tersenyum. 

Arumi tersadar akan lamunannya, dan gadis itu mulai menepuk-nepuk pipinya pelan. Entah sudah berapa kali ia melamun sejak menginjakkan kedua kakinya di rumah ini untuk pertama kalinya. 

Ia tidak sedang bermimpi kan?

Ketakjuban Arumi berlanjut ketika mereka bertiga masuk ke dalam rumah. Arumi tidak bisa menahan hasratnya untuk tidak membuka mulut ketika melihat isi kediaman Keluarga Chandrawinata.

Baru di ruang tamu saja ia sudah melihat lampu kristal yang sangat mahal terpasang di langit-langit rumah, sofa-sofa menarik yang kelihatan mewah, ukiran-ukiran di sekeliling dinding yang memukau, dan beberapa deretan pembantu yang sibuk mondar-mandir bekerja dan menyambut kedatangan mereka.

Arumi tidak pernah menyangka, kalau orang tua barunya ini sangat amat teramat kaya raya, karena kalau dilihat tampilan Tuan & Nyonya Chandrawinata ini sangat sederhana dari awal pertemuan.

Mereka terlihat seperti orang biasa, tidak menunjukkan kekayaan mereka sama sekali makanya Arumi setuju-setuju saja untuk di adopsi menjadi anak mereka. 

“Benarkah ini rumah kita?Pa... Papa, Mama, benarkah aku akan tinggal di sini?” Arumi membuka suaranya ketika mereka sudah sampai di ruang tengah.

Arumi merasa dia sedang bermimpi dan ini semua terlalu menakjubkan untuk dialami seorang Naira Arumi, gadis yang selama ini selalu mendapat peruntungan buruk dengan image sebagai anak buangan.

“Tentu saja, sayang. Kau masih tidak percaya?”

“Arumi sayang, kau benar-benar menggemaskan. Mama sangat merasa beruntung memiliki anak menggemaskan seperti dirimu.” Nyonya Gita kembali menepuk tangannya sambil tersenyum memperhatikan ekspresi Arumi sejak kedatangannya ke dalam rumah.

“Selamat datang, Tuan & Nyonya. Dan selamat datang juga untuk Nona muda. Kami akan melayani Nona dengan baik mulai dari sekarang.” 

Deretan pelayan memenuhi tangga dan menunduk menyambut kedatangan Arumi dan lucunya Arumi juga balas menundukkan punggungnya membuat pasangan Tuan & Nyonya Chandrawinata tersenyum melihat tingkah anak baru mereka ini.

Arumi benar-benar gadis yang polos, senang melihatnya. 

“Anak-anak yang lain sudah pulang?” tanya Tuan Richard setelah menginstruksikan kepada salah satu pelayan untuk membawa koper-koper Arumi masuk ke dalam. 

“Mereka baru saja pulang Tuan. Para Tuan muda sedang berkumpul di lantai atas.” jawab salah satu pelayan di sana. 

“Baguslah kalau begitu. Ayo, temui kakak-kakakmu”

“Eeh?” Arumi membulatkan matanya mendengar ucapan Nyonya Gita yang sudah merangkul pundaknya dan menuntunnya menuju lantai atas. 

Bertemu mereka? Bertemu ke empat anak lelaki Chandrawinata itu? Arumi sama sekali belum siap! 

Apa yang harus Arumi lakukan? 

Arumi kembali berkutat dengan pikirannya, terlalu takut rasanya untuk bertemu dengan para saudara baru nya itu.

Terlebih lagi mereka semua adalah lelaki, meskipun Arumi mempunyai rasa penasaran yang amat besar terhadap bagaimana rupa para saudara barunya, ia lebih takut dengan reaksi apakah yang akan ditunjukkan para lelaki itu.

 Bagaimana kalau mereka seandainya tidak menyukai kehadiran Arumi yang baru bergabung di keluarga ini?

Arumi mengigit bibir bawahnya pelan.

'Rileks, rileks, rileks, Arumi.’ Arumi mengulangi tiap kata itu dalam hatinya, namun semuanya berujung dengan Arumi yang mendadak panik dan memilih menundukkan wajahnya. 

Nyonya Gita sudah membuka knop pintu masuk dan menuntun Arumi untuk masuk ke dalamnya, namun Arumi tetap tidak berani mengarahkan pandangannya ke arah depan.

“Selamat sore anak-anak. Kalian sudah pulang rupanya? Mama punya berita baik. Coba lihat Mama lagi sama siapa? Adik baru kalian!” Nyonya Gita berseru saat mengucapkannya dengan suara sangat nyaring membuat Arumi semakin di buat terkejut dan terus memperdalam kepalanya untuk tetap menunduk.

Bisa Arumi rasakan ada empat pasang mata yang sedang menatap ke arahnya secara bersamaan. 

Sungguh mengintimidasi rasanya. 

“Adik?”

“Kita sudah tahu kok. Papa sama Mama kan udah ngasih tahu beberapa hari yang lalu.”

“Oh, jadi ini anaknya.”

“Apa ini…dia?”

Arumi mengigit bibir bawahnya begitu mendengar satu persatu suara lelaki dengan berbagai nada terdengar di telinganya. Arumi bersumpah kalau seandainya ia punya kekuatan, ia pasti menggunakannya untuk menghilang kali ini.

“Arumi, ayo perkenalkan dirimu. Mulai sekarang, mereka berempat adalah kakak kamu, para saudara Arumi yang baru.” ujar Tuan Richard membuat Arumi mendadak merasakan keringatnya bercucuran dingin dari tempatnya berdiri sekarang.

Arumi menarik nafasnya dalam, kemudian menghembuskan perlahan. 

‘Aku tidak boleh seperti ini. Mereka akan menganggapku aneh. Ayo, Arumi, kuatkan hatimu’ ujar Arumi dalam hatinya kemudian mulai memberanikan diri mengangkat wajahnya , menatap ke empat laki-laki di ruangan iitu yang semuanya sudah mengarahkan tatapan mereka ke sosok Arumi secara bersamaan sejak gadis itu mengangkat wajahnya. 

Arumi merasakan suaranya tercekat di tenggorokan begitu ia melihat ke empat lelaki dengan tampilan sangat keren menatap ke arahnya, gadis itu seperti kehilangan kekuatan untuk membuka suara.

Ya ampun.  

Ke empat lelaki ini tampannya bukan main. 

Seriusan, mereka berempat terlihat seperti para lelaki yang baru keluar dari buku cerita bergambar saking tampannya. 

"Ha...ha...halo, saya A...Arumi.” Arumi tergagap sendiri dengan ucapannya lalu ia membungkukkan dirinya seperti orang bodoh.

‘Dasar Arumi, bodoh. Apa yang kau lakukan?’ Arumi meringis sendiri saat ia menundukkan tubuhnya.

“Mulai sekarang kalian mempunyai adik perempuan. Kami memutuskan untuk mengadopsi satu anak lagi, rumah ini hampir saja menjadi asrama lelaki tanpa kehadiran anak perempuan.” ujar Tuan Richard lagi.

“Kenapa tidak mengadopsi anak kecil saja?” salah satu diantara para lelaki itu membuka suaranya. 

Pertanyaan yang tepat mengenai Arumi yang masih berdiri kikuk di sana. 

“Itu merepotkan. Kalian mau merawatnya? Gadis usia 18 tahun adalah yang terbaik, dia sudah besar, cantik, dan menggemaskan. Kalian harus menjaganya mulai dari sekarang, mengerti?” timpal Nyonya Gita masih dengan senyum sumringahnya. 

“Ya, Mama.” jawab ke empat anak laki-laki itu secara serempak. 

Sementara Arumi hanya diam menatap para saudara barunya itu, mereka semua sangat tampan dan kelihatan hampir seumuran dengan dirinya. 

Mimpi apa ia hingga bisa memiliki empat saudara seperti itu? Lagi-lagi Arumi berpikir kalau ia belum juga bangun dari mimpinya.

“Baiklah sudah cukup perkenalannya. Arumi pasti sudah lelah. Ayo ke kamar. Dan kalian semua jangan membuat gaduh. Kai, awas kalau kau sampai kedapatan menyetel DVD aneh lagi. Rion, jangan makan sembarangan dan mengobrak-abrik isi kulkas. Gerald, jangan berlebihan memainkan permainan otak atau apapun namanya itu, suaranya kedengaran sampai satu rumah.  Dan, Kris. Ah, jangan memecahkan guci Mama lagi. Guci baru Mama harganya belasan jutaan tahu. Kau anak tertua, berikan contoh yang baik untuk yang lainnya. Intinya, kalian semua jangan berisik. Berikan kesan yang nyaman untuk adik kalian di hari pertamanya tinggal di sini.” tambah Nyonya Gita kemudian menuntun Arumi menuju kamar. 

Arumi hanya mengangguk menurut kemudian mengikuti langkah Tuan dan Nyonya Richard selanjutnya. 

“Ini menarik. Aku tidak pernah menyangka kita akan mempunyai seorang adik perempuan.” ujar lelaki bertubuh kecokelatan itu yang sedang duduk bersantai di atas sofa. 

“Papa dan Mama jadi sensitif karena anak itu. Bagaimana menurutmu, Kak?”

“Tidak masalah. Dia kelihatannya pendiam dan tidak banyak tingkah. Iya kan, Kak Kris?"

“Aku tidak tahu. Aku mengantuk.” jawab lelaki yang sudah bangkit dan meraih tongkat baseballnya, meninggalkan ruangan itu dengan begitu mudahnya. 

“Tapi sepertinya aku pernah melihat gadis itu, tapi dimana ya?” celetuk lelaki bertubuh putih yang sedang berdiri di pojok sana. 

“Benar. Rion benar. Aku juga merasa wajahnya tidak asing. Apa kita pernah bertemu dia?”

“Tunggu... bukankah dia gadis yang menangis di jalan tempo hari itu?" tebak lelaki itu membuat kedua saudaranya yang lain sukses membalikkan kepala mereka secara bersamaan dan langsung teringat akan sesuatu. 

"Aah... gadis yang menangis di tengah jalan itu!" seru mereka kompak secara bersamaan. 

***

Arumi mengangkat wajahnya ketika Nyonya Gita membuka salah satu pintu kamar dengan gembira dan menunjukkan isi di dalamnya sambil berseru semangat. 

"Mulai hari ini, ini adalah kamar Arumi yang tercinta!"

Arumi menutup mulutnya dengan satu tangannya, melihat seisi ruangan yang sangat indah. 

Kamar ini bisa di bilang luasnya lima kali kamarnya di panti asuhan. Dengan interior serba merah muda dan ranjang mirip putri di buku-buku dongeng yang pernah Arumi baca semasa kecil. 

"Ini kamar Arumi?  Arumi bakalan tidur di kamar ini?" tanya Arumi memastikan. 

Nyonya Gita melemparkan pandangan ke arah suaminya dan mereka berdua saling tersenyum melihat reaksi terkejut Arumi. 

"Ini hanya satu dari sekian kejutan dalam hidup kamu mulai dari sekarang.  Selamat datang Arumi, Selamat datang di kediaman Chandrawinata. Mulai sekarang, ini adalah kehidupan baru kamu. Semoga kamu suka dengan kehidupan yang kami beri." ujar Nyonya Gita berbisik pelan di telinga gadis itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status