Share

Biarkan Kami Mengadopsimu

“Yang ini namanya Kevin. Usianya baru 5 tahun, Nyonya,Tuan. Dia anak yang pintar. Dia bahkan sudah pandai menghitung. Yang ini namanya Reyna. Usianya 6 tahun. Dia cantik, kan? Reyna, ayo menunduk pada Tuan dan Nyonya.”

Arumi mengenalkan setiap anak di panti asuhan ini dengan telaten kepada pasangan orang tua paruh baya yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu, menatap satu persatu anak kecil yang di tampung di panti asuhan ini. 

Mereka semua adalah anak yang menggemaskan. Arumi yakin salah satu dari mereka akan mendapatkan rumah selamanya kali ini. 

Arumi dengan telaten memperkenalkan mereka dengan baik satu per satu tanpa ada yang tertinggal sedikit pun. Sebelum masuk ke ruangan ini Arumi sudah memberikan wejangan kepada para adik-adiknya ini agar menjadi anak yang baik. 

Jangan nakal. 

Jangan berbuat gaduh. 

Jadilah anak yang patuh. 

“Apa kau staf disini? Apa kau juga salah satu biarawati? Kau masih kelihatan cukup muda, ah, bukan, bahkan sangat muda.” wanita paruh baya berparas cantik itu membuka suaranya, menatap Arumi yang kaget. 

Gadis itu justru menjadi bingung harus menjawab apa.

“Ah… Itu…" Arumi tergagap sendiri, apa yang harus ia katakan?

“Bukan Nyonya, dia juga salah satu anak asuhan kami.” ucapan Arumi terhenti ketika Ibu Kepala muncul dan ikut bergabung bersama mereka.

Pasangan itu nampak menunjukkan keterkejutan mereka.

Arumi hanya menundukkan wajahnya sejenak menatap lantai ubin itu tanpa suara.

“Dia memang sudah besar. Dia anak yang nakal dan selalu membuat masalah, itulah mengapa tidak ada satu pun yang mau mengadopsinya sejak dulu.” Arumi kembali menundukkan wajahnya dalam mendengar ucapan Ibu Kepala.

“Dia tidak kelihatan seperti itu.” ujar lelaki paruh baya itu sambil tersenyum.

“Iya. Dia gadis yang manis dan cantik.” timpal sang istri sambil tersenyum simpul.

“Tapi begitulah kenyataannya Tuan dan Nyonya sekalian. Ia terus membuat masalah hingga menjadi sebesar ini."

Arumi masih tidak berani mengangkat wajahnya karena semua yang di katakan Ibu Kepala memang benar. 

Memang benar selama ini ia selalu berprilaku nakal, membuat tidak ada satu orang pun yang sudi mengangkatnya sebagai anak. 

"Jadi, Tuan dan Nyonya Chandrawinata, apa keputusan kalian?” tanya Ibu Kepala sambil tersenyum ramah.

“Apa kalian memiliki niat mengadopsi satu dari anak kami?” lanjutnya lagi. Tidak ingin membahas soal Arumi lebih lama lagi. 

“Ya, kami sudah membuat keputusan.” jawab wanita paruh baya itu cepat.

“Aku selalu menyetujui apa kata istriku.” ucapan wanita paruh baya itu turut di dukung dengan ujaran suaminya yang sedia mendampinginya sejak datang ke panti ini.

“Gadis manis, siapa namamu?” tanya wanita itu lagi kepada Arumi. 

Ahreum mengangkat wajahnya perlahan dan kemudian menjawab,

"Saya Arumi, A- Arumi Naira.”Arumi memperkenalkan dirinya dengan perlahan dan membungkukkan sedikit punggungnya memberi hormat kepada pasangan di depannya.

“Nama yang cantik. Arumi, izinkan kami mengadopsi mu.” ujar wanita paruh baya itu tanpa di duga-duga.

“APA??”

Arumi membulatkan matanya tidak percaya. Begitupun dengan Ibu Kepala yang sejak tadi berdiri di sana.

Ia tidak salah dengar kan?

Pasangan paruh baya ini mau mengadospi Arumi?

Arumi, gadis yatim piatu yang sudah hidup di panti asuhan selama 18 tahun lamanya? 

Apa tidak salah?

 

***

“Ini kesempatan besar untuk mu Arumi. Tuhan sudah memberikanmu kesempatan untuk hidup dengan lebih baik. Mereka mengirimkan pasangan itu untuk mengambil dan menjagamu. Seharusnya kau senang. Mana ada pasangan yang memiliki niat mengadopsi gadis berusai 18 tahun selain mereka di dunia ini? Mereka akan membuat hidupmu menjadi lebih baik. Mereka akan membiayai kehidupan dan sekolahmu. Kau tidak bisa terus menerus tinggal di sini. Panti ini tidak akan membuatmu menjadi orang yang besar. Kau harus menentukan jalanmu sendiri mulai dari sekarang dan memulai hidup baru bersama keluarga baru.”

“Tapi… Ibu…”

“Tidak ada tapi-tapian. Ibu akan sangat kecewa kalau kau menolak tawaran mereka Arumi. Kau harus bisa bergerak maju bagaimanapun juga. Jadilah gadis yang membanggakan sehingga kami tidak akan pernah menyesal sudah membesarkanmu, Arumi. Dengar Arumi, kau selalu mendengarkan kata Ibu kan? Pergilah. Pergilah dan mulai hidupmu bersama mereka.”

Arumi tidak bisa menahan tangisnya, gadis itu memeluk Ibu Kepala dan menagis sekeras-kerasnya di ruangan kecil yang menjadi ruangan khusus bagi Ibu Kepala sejak dulu. 

Ibu Kepala membalas memeluk tubuh Arumi sambil berusaha menahan tangisnya.

 Ia juga sebenarnya tidak rela mengatakan ini, tidak rela juga menyuruh gadis yang sudah 18 tahun ia besarkan dengan susah payah untuk pergi. 

Tapi ini adalah jalan yang terbaik. 

Jalan yang seharusnya Arumi tempuh untuk kehidupannya di masa kelak.

***

3 HARI KEMUDIAN….

“Kak Rumi!!! Jangan tinggalkan kami Kak!!!”

“Kak Rumi, mau pergi kemana?”

Arumi berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis saat mendengar adik-adiknya itu memanggil namanya. 

Arumi kembali menarik ujung bibirnya, memaksakan sebuah senyuman yang bisa ia tunjukkan ke hadapan anak-anak kecil yang sudah menjadi seperti adiknya ini.

“Jangan khawatir. Kakak akan sering mengunjungi kalian. Kalian juga hiduplah dengan baik. Kak Rumi sudah mendapatkan keluarga baru. Kalian juga harus mendapatkannya, mengerti?” Arumi berusaha tetap tersenyum meskipun sulit baginya, menatap sekumpulan anak ini yang berusaha menahan langkahnya untuk pergi memasuki mobil hitam yang sudah menunggu di depan gerbang.

“Lalu siapa yang akan menggantikan pakaian kami Kak? Siapa yang akan memasakkan sphagetti seenak buatan Kakak? Siapa yang akan membacakan buku cerita kalau kami tidak bisa tertidur?”

“Kevin, Reyna, Kakak tidak suka anak yang cengeng. Lagipula kau sudah besar kan. Kalian anak-anak yang hebat. Lagipula masih ada Ibu Kepala dan perawat yang lain.Jangan menjadi anak yang manja.”Arumi merasakan suaranya sedikit bergetar saat ia mengucapkan hal itu, sedikit lagi, tangisnya pasti akan pecah untung saja seorang sulir berbaju hitam  sudah datang menghampirinya dan membawakan kopernya.

“Nona Arumi, sudah waktunya pergi.” ujar supir itu memperingatkan Arumi bahwa sudah waktunya untuk pergi. Arumi mengangguk pelan dan menahan tangis yang sudah akan keluar dari kedua matanya.

“Selamat tinggal semua.”

Arumi melambaikan tangannya ke arah panti asuhan yang sudah menjadi tempatnya tinggal selama 4 tahun lamanya.

Selamat tinggal Kalian. 

Selamat tinggal adik-adikku. 

Selamat tinggal Ibu Kepala.

***

Arumi mengedarkan pandangannya ke kaca mobil yang membawanya pergi menyusuri jalanan. Sesekali gadis itu melihat banyaknya pohon rindang di luar sana yang cukup menyejukkan hati.

Panti asuhan sudah menghilang dari pandangannya sejak tadi, Arumi hanya terdiam dalam duduknya sambil sesekali mengeratkan sweater yang di pakainya.

“Sayang, aku senang sekali. Akhirnya kita punya anak perempuan juga setelah sekian lama.” Nyonya Gita tidak berhenti menampakkan senyum sumringahnya sejak tadi.

“Arumi, kau juga senang kan?” sekarang Tuan Richard yang mengemudi di depan ikut bertanya membuyarkan Arumi dari lamunannya, gadis itu mengangguk pelan mengiyakan.

“Ya, Tuan.”

“Mulai sekarang dia adalah ayahmu, Arumi. Dan aku adalah Ibumu. Jadi panggil kami Papa dan Mama. Bagaimana?”

“Ya, Ma-ma... Maafkan aku.”

“Kenapa kau minta maaf?? Kau gadis yang lucu sekali. Iya kan , sayang?” Nyonya Gita tidak bisa menutupi kesenangannya, dari tadi ia sibuk tertawa dan kelihatan sangat bahagia.

Arumi tersenyum samar, sepertinya ia mendapatkan orang tua yang menyenangkan kali ini.

Tapi tetap saja, semuanya terasa begitu tiba-tiba. 

Arumi masih tidak menyangka, pada akhirnya ia meninggalkan panti asuhan lamanya. 

“Oh ya, kami dengar kau sudah mengurus kelulusan sekolah. Selamat, ya. Kami sudah sepakat untuk mendaftarkan Arumi di Draksita University. Maaf karena kami melakukannya tanpa berbicara padamu lebih dulu, Putri kami yang cantik.“

“A-apa? Draksita? Maksudnya... aku akan melanjutkan sekolah di sana? Menjadi mahasiswi Draksita?” Arumi terkejut mendengar ucapan Nyonya Gita barusan.

Ia tidak salah dengar kan?

“Apa kau marah? Apa kau tidak suka?” tanya Nyonya Gita terlihat khawatir.

Arumi buru-buru menggeleng. 

“Bukan begitu.” sahutnya cepat. 

Draksita University adalah impiannya sejak dulu, ia ingin sekali bersekolah disana dan sekarang orang tua barunya akan menyekolahkannya di Draksita?

Ini hanya terlalu mengejutkan untuk Arumi. 

“Kami mendaftarkan dirimu ke sana karena kami pikir itu kampus yang bagus. Lagipula saudara-saudaramu juga kuliah di sana.” lanjut Nyonya Gita membuat Arumi kembali terkejut untuk kedua kalinya.

“Saudara?” Arumi terkesiap di tempatnya secara tiba-tiba karena orang tua angkatnya ini tiba-tiba menyinggung masalah saudara. Memangnya ia akan punya saudara ya? 

“Aah, kau pasti terkejut karena kami belum bercerita. Ya, kau mempunyai banyak saudara. Aku dan suamiku sudah menikah untuk waktu yang lama, namun kami tidak bisa mempunyai anak sekeras apapun kami berusaha. Maka dari itu, kami memutuskan untuk mengadopsi anak. Beberapa tahun yang lalu, kami mengadopsi empat anak lelaki secara bersamaan di sebuah panti asuhan. Dan sekarang kami mengadopsi satu anak lagi. Tidak terasa kami sudah mengadopsi 5 anak, bersama dirimu sekarang.” jelas Nyonya Gita yang justru membuat Arumi semakin bingung di buatnya.

“Jadi begini Arumi, sebelumnya kami sudah pernah mengadopsi anak. Kami mengadopsi 4 anak sebelum dirimu. Mereka semua adalah anak yatim piatu sama seperti kau dan dari panti asuhan yang sama. Kami melakukan itu karena kami tidak bisa memiliki anak dan kami ingin suasana rumah menjadi ramai. Mereka semua adalah laki-laki dan sudah tumbuh besar sama sepertimu. Aku pikir akan bagus jika menambah satu anak perempuan, jadi kami mengadopsi mu. Aah, sudahlah. Jangan di pikirkan. Kau juga akan bertemu mereka di rumah nanti.” lanjut Nyonya Gita sambil tersenyum.

Sementara Arumi masih mencerna ucapan Nyonya Gita barusan. 

Maksudnya, ia akan memiliki 4 saudara laki-laki sekaligus? Begitukah? 

Apa ini bukan lelucon?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status