"Dapet telefon, katanya Papa sama Mama nyuruh kita pulang." seorang lelaki bertubuh tinggi tegap melempar ponselnya dengan asal ke arah lelaki bertubuh agak mungil yang berdiri tidak jauh dari dirinya.
Ajaibnya, lelaki bertubuh mungil itu dapat menangkap lemparan ponsel itu dalam sekali tangkap dengan sigap.
"Tapi, kerjaan kita belum selesai." seorang lelaki dengan kulit kecokelatan berbalik dalam hitungan detik, menjawab ucapan lelaki barusan.
"Santai, brothers. Udah gue beresin semuanya."
Ketiga lelaki itu sontak secara bersamaan berbalik, menatap ke arah lelaki yang membuka suara tadi dan melihat sendiri bagaimana lelaki tersebut berhasil mengalahkan tiga orang preman bertubuh besar secara bersamaan yang mencoba menghalau mereka hanya dalam sekali tendangan.
Jalanan gang yang terlihat sepi saat itu ternyata penuh dengan pemandangan berbagai manusia yang tepar mencium tanah. Mereka semua nampak luka memar dan beberapa di antaranya bahkan ada yang pingsan.
Hanya ada empat lelaki yang masih bertahan berdiri di sana.
Mereka semua nampak masih muda, dan terlihat tidak peduli sedikitpun dengan berbagai suara rintihan orang-orang yang sudah mereka kalahkan di bawah sana.
"Baguslah kalau begitu. Hari ini kita bisa pulang lebih cepat." ujar lelaki yang paling tinggi itu dengan serta merta memberikan kode kepada saudaranya yang lain agar segera pergi meninggalkan tempat ini sebelum polisi datang.
"Tapi emangnya ada apaan sih? Tumben banget Papa sama Mama nyuruh kita pulang cepet daripada sebelumnya." celetuk lelaki yang baru saja sukses mengalahkan tiga orang preman tadi, terlihat penasaran.
"Apalagi, sudah pasti kedatangan anak itu kan." jawab lelaki bertubuh agak pendek itu santai sambil membenarkan posisi kerah bajunya yang berantakan karena habis berkelahi barusan.
"Oh, anak adopsi Papa dan Mama itu bakalan dateng hari ini, ya? Kalian nggak penasaran gitu sama dia?" tanya lelaki bertubuh kecokelatan menatap ketiga saudaranya yang lain dengan tatapan penasaran.
"Asal dia nggak merepotkan." ujar lelaki yang bertubuh paling tinggi dan tegap di antara semuanya.
Ketiga lelaki yang berjalan di belakangnya hanya mengangguk perlahan.
Seperti biasa, Kakak pertama mereka ini memang selalu acuh dan langsung pada intinya.
"Bersihkan pakaian kalian. Jangan sampai Papa dan Mama curiga lagi pada kita seperti kali terakhir." lanjut lelaki yang berjalan paling depan itu, memberikan arahan kepada para saudaranya yang berjalan di belakang agar mereka semua segera membersihkan luka dan pakaian mereka sebelum masuk ke dalam mobil yang terparkir di sana.
Sudah cukup bermainnya. Sekarang waktunya pulang dan kembali ke rumah.
***Arumi masih berkutat dengan pikirannya, memikirkan ucapan Nyonya Chandrawinata barusan, ibu barunya itu di sepanjang perjalanan.Mempunyai saudara? 4 anak laki-laki?
Arumi tercekat sendiri jika memikirkannya.
Memang , Arumi dari dulu sangat menginginkan mempunyai sebuah saudara dalam kehidupannya. Seharusnya kan ia senang bisa mempunyai saudara, tapi entahlah Arumi tidak mengerti dengan perasaannya saat ini.
Cukup terkejut, mungkin. Arumi hanya bisa terus berjibaku dengan pikirannya sendiri sepanjang perjalanan, gadis berkulit putih itu sesekali merasa gelisah dan memutar ujung swater yang sedang ia kenakan.
Tanpa dirasa, mobil sedan berwarna mengkilap kehitaman itu sudah memasuki kawasan perumahan elit, Arumi bisa melihat deretan pohon pinus di sepanjang jalan dan kemudian mobil yang dikemudikan supir pribadi keluarga Chandrawinata itu sudah melesat memasuki pintu gerbang sebuah rumah besar berwarna putih.
Sekali lihat Arumi sudah dapat merasakan betapa megahnya rumah ini.
“Kita sudah sampai. Arumi sayang, selamat datang di rumah!” Nyonya Gita menepuk tangannya sumringah menatap Arumi ketika mobil sudah berhenti di depan sebuah pekarangan rumah dengan cat putih yang sangat indah dan menyilaukan.
Arumi melangkahkan kakinya keluar dari dalam mobil dan tidak bisa berhenti mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling dimana menampakkan sebuah rumah yang sangat besar yang terdiri dari 3 lantai dengan taman yang begitu menakjubkan seakan Arumi sedang berada di lokasi syuting Secret Garden, drama favoritnya.
Takjub. Ya, Arumi takjub dengan semua ini.
Apakah ini tempat dimana ia akan tinggal dan memulai hidup selanjutnya?
"Arumi sayang." suara Nyonya Chandrawinata yang memanggil namanya membuyarkan lamunan Arumi yang seperti enggan untuk melangkah masuk ke sana.
Wajar. Semua ini masih terlalu tiba-tiba untuk dirinya. Gadis yang biasanya hidup dan menghabiskan hari di panti asuhan tua itu akan menjalani hidup di rumah mewah bagaikan rumah di dalam drama-drama yang sering ia ikuti di televisi usang milik Ibu Kepala.
"Mulai hari ini, dunia baru untukmu akan tercipta. Papa dan Mama akan membantumu untuk mewujudkannya. Tidak ada lagi kesedihan, kesulitan karena sekarang, kau punya kami... keluarga yang akan terus ada untukmu." Tuan Chandrawinata menggenggam tangan putri sambungnya itu, seakan memberi keyakinan kepada gadis yang sedang bimbang itu dan ya, itu berhasil.
Arumi menganggukan kepalanya dan membalas sentuhan Ayah angkatnya itu sambil tersenyum dan melangkah masuk ke dalam.
Ya, benar. Hidup baru ini, dunia baru ini bagaimanapun juga harus ia lalui bukan?
Apakah ini tempat dimana ia akan tinggal dan memulai hidup selanjutnya?Apakah ini bukan mimpi?“Bagaimana Arumi? Apa kau suka? Mulai sekarang ini adalah rumahmu, kita akan tinggal bersama mulai hari ini." ujar Tuan Richard dari arah bagasi belakang yang sibuk mengeluarkan koper-koper Arumi sambil tersenyum.Arumi tersadar akan lamunannya, dan gadis itu mulai menepuk-nepuk pipinya pelan. Entah sudah berapa kali ia melamun sejak menginjakkan kedua kakinya di rumah ini untuk pertama kalinya.Ia tidak sedang bermimpi kan?Ketakjuban Arumi berlanjut ketika mereka bertiga masuk ke dalam rumah. Arumi tidak bisa menahan hasratnya untuk tidak membuka mulut ketika melihat isi kediaman Keluarga Chandrawinata.Baru di ruang tamu saja ia sudah melihat lampu kristal yang sangat mahal terpasang di langit-langit rumah, sofa-sofa menarik yang kelihatan mewah, ukiran-ukiran di sekeliling dinding yang memukau, dan beberapa dereta
Arumi sudah memakai piyama tidurnya yang terbuat dari kain satin lembut itu, Arumi berani bertaruh kalau ini pasti adalah piyama mahal hanya dari menghirup aromanya saja.Kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan mendecakkan bibirnya kagum melihat kamar barunya yang sangat luas dan sepertinya 8 kali lipat lebih lebar dan luas dari kamarnya di panti asuhan dulu.Kemudian pandangannya beralih ke arah tempat tidur berwarna pink yang di hiasi boneka-boneka lucu itu. Ah, Arumi selalu bermimpi bisa mempunyai tempat tidur secantik ini sejak kecil.Arumi mencubit pipinya sendiri.Sakit.Berarti Arumi benar-benar tidak bermimpi.Ini semua kenyataan, rumah ini, keluarga baru, kamar puteri ini…semuanya kenyataan!Kkruyukkk~Arumi memegang perutnya, mendadak teringat bahwa ia sedang merasa lapar.Ini salahnya sendiri karena menolak ajakan Nyonya Gita i untuk m
“Lurus saja , lalu ketika bertemu guci besar kau belok ke kanan. Kamar no.2 dari samping, itu kamar milikmu.” ujar lelaki berkaos merah itu sambil menunjukkan arah kamar Arumi.“Ah, terima kasih. Maaf merepotkan kalian.” Arumi membungkukkan badannya berterima kasih kepada pemuda yang sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.“Tidak perlu sungkan. Aku Rion.” ujar lelaki berkaos merah itu lagi. Tubuhnya tinggi menjulang dengan wajah oriental yang khas.“Dan dia Kai.” lanjut lelaki itu sambil menunjuk lelaki yang sedang melipat tangan sambil berdiri di belakang. Lelaki bernama Kai itu memiliki kulit kecokelatan sawo matang, membuatnya terlihat berbeda dari saudaranya yang lain.Arumi hanya mengangguk kemudian menatap lelaki itu satu persatu.Lelaki yang berdiri di belakang itu kelihatannya menakutkan. Perawakannya tinggi dengan tubuh yang tegap dan kulit yang agak kecokelatan.
Arumi sudah selesai dengan semua berkas pendaftarannya untuk masuk ke dalam Draksita University, kampus impiannyaMulai hari ini, ia akan resmi menyandang status sebagai mahasiswi Draksita University.Bagaimanapun rasanya Arumi memikirkannya, ia tetap saja merasa layaknya orang yang sedang bermimpi.Arumi pikir ia tidak akan pernah melanjutkan kuliah seumur hidupnya.Siapa yang sangka, Tuhan dengan murah hati memberikan jalan hidup yang tak terduga.Semua kemudahan ini, tidak akan pernah Arumi rasakan seandainya ia tidak bertemu dengan Tuan dan Nyonya Chandrawinata."Arumi sayang, besok adalah hari pertama kau masuk kuliah. Jangan khawatir, Papa dan Mama sudah menyiapkan semua kebutuhan Arumi, jadi Arumi sisa tinggal berangkat besok dengan bahagia." Nyonya Gita memeluk Arumi dengan sayang selesai gadis itu keluar ruangan pendaftaran.Arumi membalas pelukan ibu angkatnya itu dengan penu
Arumi berjalan memasuki gerbang Draksita University ketika sudah turun dari mobil mengkilap Ayah angkatnya dan di buat termangu akan keindahan kampus elit nomer satu di kota ini.Benar kata orang-orang bahwa Draksita bukanlah sekolah biasa.Pekarangan, taman, gerbang, dan gedungnya benar-benar kualitas yang berbeda.Saking terpakunya, Arumi jadi tidak melihat jalannya dan tidak sengaja menabrak seseorang.“Siapa yang berani menabrakku di pagi ini? Who dare you?” gadis dengan rambut pirang yang tanpa sengaja menabrak Arumi itu langsung memasang wajah jutek amarahnya dengan logat inggrisnya yang kebarat-baratan sambil menatap Arumi dengan wajah sinis luar biasa.“Maaf, aku benar-benar tidak sengaja.” Arumi sontak membungkukkan badannya tanda minta maaf namun gadis blonde itu malah justru mendorong dirinya hingga tersungkur di tanah.“Jessica, kendalikan emosimu. Ini masih pagi dan kau sudah emosi
Arumi benar-benar merasa terkejut saat ke empat lelaki yang tidak lain dan tidak bukan adalah para saudaranya itu menghampirinya secara serentak ketika gadis itu tengah berdiri di depan koridor kampus dengan memasang raut wajah penuh kebingungan. Namun berikutnya Arumi merasa bersyukur karena para lelaki itu datang menghampirinya pada saat yang tepat. Ya, Arumi merasa beruntung karena para saudaranya itu datang saat gadis itu sedang kebingungan. Mereka berempat mengatasi kebingungan Arumi dan menunjukkan tempat ruang administrasi kepada Arumi dengan mudahnya. Mereka bahkan tidak keberatan dan bersedia mengantar Arumi ke ruangan itu meskipun Arumi tidak memintanya. Padahal awalnya Arumi ragu, hubungan dirinya dan keempat orang ini kan masih canggung. Tapi sudahlah, ini awal yang bagus. Well, kalau tidak ada mereka Arumi pasti sudah kelimpungan mencari dimana keberadaan ruang administrasi yang sebenarnya di kampus yang amat besar ini mengingat Arumi mer
Jessica dan Tiffany, dua senior papan atas nan hits yang cukup berpengaruh di Draksita itu melangkahkan kaki mereka sambil membawa nampan menuju bangku ekslusif yang memang sudah mereka tandai menjadi spot khusus milik mereka berdua di kantin kampus ini dengan gaya bak model papan atas membuat beberapa mahasiswa lainnya berdecak kagum melihat penampilan mereka berdua. Jessica dan Tiffany saling melemparkan tatapan, puas akan status mereka. Sekarang, siapa sih di kampus ini yang tidak tahu Jessica Moirene dan Tiffany Charleta? Dua mahasiswi panas incaran para lelaki, duo double trouble yang selalu di bicarakan dimanapun mereka melangkah. Wajah cantik, tubuh seksi, gaya fashion yang memanjakan mata serta status sebagai putri dari keluarga kaya adalah trademark mereka berdua. “Sica, kau serius makan siangmu cuman ini?” Tiffany membulatkan matanya tidak percaya melihat menu makanan Jessica yang hanya terdiri dari sebuah selada, beberapa potong kol
"Arumi sayang, bagaimana hari pertamamu di kampus?" tanya Nyonya Gita kepada Arumi begitu mereka sekeluarga sedang menyantap makan malam bearsama di ruang makan.Hari ini personil Chandrawinata family lengkap tanpa kurang satu orang pun.Keempat lelaki yang sering berkeliaran keluar rumah itu makan malam di rumah malam ini, bersama Arumi tentunya."Baik, kok, Ma." jawab Arumi sambil tersenyum.Sebenarnya banyak hal yang terjadi di hari pertamanya ini. Ia mendapat perlakuan yang kasar dari seorang senior kampus blonde juga bertemu Vioren Dasom lagi yang malah menjambak rambutnya.Tapi secara keseluruhan memang benar Arumi merasa baik. Ia merasa senang karena pada akhirnya bisa berkuliah lagi, di universitas berkelas pula.Menyampingkan hal-hal buruk yang ia terima di hari pertamanya, rasanya semua itu tergantikan dengan kebahagiaan karena selama empat tahun ke depan, Arumi tidak perlu takut dengan persoalan pendidikannya lagi."Kalian,