Share

Oh, My Grim
Oh, My Grim
Penulis: elhrln

Batal ke Akhirat

“Nona Chloepatra, terima kasih atas kerja kerasnya selama berada di dunia yang semakin rumit ini. Sekarang waktunya kamu beristirahat.”

Chloepatra—atau yang biasa dipanggil dengan Chloe—perlahan membuka matanya. Belum sempat benar-benar terbuka, cahaya menyilaukan langsung menyambut dan mau tak mau Chloe harus menutup matanya lagi. Bertanya-tanya dalam hati siapa yang tadi mengajaknya bicara? Sayup-sayup terdengar seperti suara lelaki.

“Amalanmu selama di dunia akan ditimbang terlebih dulu untuk menentukan di mana kamu akan ditempati selama di akhirat.”

Akhirat katanya?!

Mendengar kata semenyeramkan itu, sontak mata Chloe terbuka lebar. Bahkan bola matanya yang besar nyaris melompat keluar.

Chloe berusaha bangun dari posisinya. Posisi yang aneh karena dia baru saja berbaring—atau lebih tepatnya tergeletak—di aspal jalanan. Cahaya terang yang sebelumnya menusuk matanya, tidak lagi mengganggu, sebab cahaya itu telah hilang dan berganti dengan sesosok lelaki tinggi. Tidak tahu berapa senti tingginya, yang pasti Chloe harus mendongak hanya untuk bertatapan dengan kedua matanya.

Tanpa perlu diamati dengan begitu serius, terlihat langsung kalau lelaki ini menggunakan pakaian serba hitam. Mulai dari jaket hitam, celana jeans hitam, sepatu boots hitam, hanya itu. Rambutnya mungkin juga hitam. Tidak terlihat, sebab tertutup oleh tudung jaketnya.

Lalu, ada sesuatu yang tersampir di bahunya. Berkilau, besar, dan tajam. Chloe tahu benda apa itu. Oleh karena dia tahu, dia jadi berusaha menahan diri untuk tidak tertawa.

“Oh, ya ampun!” pekik Chloe. “Apa lagi ada karnaval atau pesta kostum di sekitar sini? Tapi ini kan jalan tol,” sambungnya berujar sambil kepalanya berputar melihat sekeliling.

“Maaf?” tanya si Lelaki Serba Hitam—mulai sekarang Chloe akan memanggilnya seperti itu. Jelas sekali dia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Chloe.

Chloe mendaratkan tatapannya lagi pada lelaki di depannya.

“Bukan, ya? Ah, atau lagi ada syuting? Syuting sinetron? Film?” balas Chloe bertubi-tubi. “Tapi kayaknya Mas-nya salah orang deh. Soalnya saya bukan pemeran utama, pemeran pembantu atau figuran di sinetron atau film yang lagi Mas mainin.”

Si Lelaki Serba Hitam menarik napas, kemudian menghembuskannya perlahan.

“Nona Chloepatra.”

“Iya,” jawab Chloe tenang. Namun, berubah menjadi tidak tenang usai satu detik berlalu. “Eh, kok Mas-nya tau nama saya?”

“Jelas saya tau, karena saya yang ditugaskan untuk menjemput dan mengantar kamu ke akhirat.”

Kulit wajah Chloe seketika mengencang. Pastinya kali ini bukanlah merupakan efek dari penggunaan produk skin care yang dia pakai.

“Mas, jangan bercanda ya. Jangan bawa-bawa akhirat. Ngga baik,” tukas Chloe mulai resah.

Si Lelaki Serba Hitam mengangkat wajahnya yang tirus. Memperlihatkan tulang rahangnya yang kokoh. Membuat tatapan matanya begitu menukik ke arah Chloe.

“Saya ngga bercanda.”

“Tapi, Mas—”

“Dan jangan panggil saya ‘Mas’,” protesnya memotong ucapan Chloe. “Coba kamu lihat ke belakang,” perintahnya kemudian dengan gerakan dagu.

Chloe yang masih bingung, merasa ragu untuk mengikuti arahan dari lelaki di depannya. Sesekali Chloe curi pandang ke arah lelaki itu lagi, tapi lelaki itu kembali menggerakkan dagunya ditambah dengan mulut yang komat-kamit seolah mengisyaratkan kalimat ayo-cepat-tengok-ke-belakang.

Mau tak mau, dengan berat hati—diikuti juga dengan rasa penasaran—Chloe memutar tubuh mungilnya ke belakang.

Jujur saja Chloe ingin berteriak, akan tetapi pita suaranya seakan mendadak lenyap dan yang tersisa hanyalah mulut yang menganga lebar tanpa adanya suara. Kedua tangannya bergerak menutupi mulutnya. Bola matanya lagi-lagi nyaris mencuat keluar. Tubuhnya gemetar.

Di tengah kepanikan Chloe, si Lelaki Serba Hitam melangkah dari belakang, lalu berhenti di samping Chloe. Di sana dia mendesah.

“Situasi seperti ini sebenarnya udah sering saya alami. Mati-matian meyakini arwah yang ngga percaya kalau dia udah meninggal.”

 Chloe yang banyak bicara, tiba-tiba saja menjadi seperti orang yang tidak memiliki kosakata di dalam kepalanya. Kini dia hanya bisa menatap dirinya sendiri yang tengah tergeletak di atas aspal dalam keadaan bersimbah darah. Persis seperti posisi dimana dia bangun pertama kali.

“Be-benar ini saya?” tanya Chloe pada akhirnya. Itu pun juga terbata-bata.

Yup!” sahut si Lelaki Serba Hitam.

Bola mata Chloe bergulir ke sana-ke mari. “Kalau saya udah meninggal dan kamu datang buat jemput saya, berarti kamu itu semacam malaikat maut? Grim reaper?

Yup.”

“Jadi, itu betulan ada?”

Yup.”

“Berarti sabit yang kamu bawa itu betulan? Apa saya bakal disabit?” tanya Chloe setengah polos, setengah takut, dan setengah penasaran. Tercampur jadi satu.

“Umm, sebenarnya ini cuma aksesoris,” jawab si Lelaki Serba Hitam. Masih mencoba sabar.

“Apa kamu ngga salah jemput orang?”

“Di dunia ini cuma ada satu orang yang namanya semencolok dan sefrustasi itu.”

“Hei, nama itu doa. Orang tua saya susah payah cari nama itu,” keluh Chloe tidak terima namanya dibilang mencolok dan frustasi.

“Udah cukup pertanyaannya?”

“Jadi, beneran kamu ngga lagi main film, pesta kostum, karnaval, atau—”

“NGGA!” sergahnya berteriak. “Astaga. Udah ya. Jangan terlalu membuang waktu saya, karena masih ada antrian penjemputan lainnya. Ayo,” lanjutnya seraya menjulurkan tangan pada Chloe.

Chloe tahu betul apa maksud dari tangan yang terjulur padanya. Kalau saja si Lelaki Serba Hitam adalah lelaki tampan yang mengulurkan tangannya untuk mengajak Chloe berdansa, sudah pasti akan Chloe terima dengan senang hati. Namun nyatanya? Jika Chloe menerima uluran tangan kurus seorang grim reaper, itu tandanya dirinya akan dibawa langsung ke akhirat.

Jujur saja Chloe belum siap. Bahkan dia masih tidak percaya bahwa dirinya sudah meninggal. Padahal dia baru saja bersiap pergi ke asrama milik kampus impiannya sejak dulu. Padahal tahun ini adalah tahun pertamanya menjadi seorang mahasiswa jurusan matematika—mata pelajaran yang memang disukainya. Bahkan saking banyaknya, ada sekian banyak ‘padahal’ yang bermunculan di kepalanya. Dan satu hal yang teramat Chloe sayangkan adalah padahal dia belum sama sekali merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang pacar.

“Ayo tunggu apa lagi?” pinta si Lelaki Serba Hitam tak sabaran.

Chloe menarik napas dan menghembuskannya. Aktivitas yang seharusnya tidak perlu dilakukannya lagi, karena dia sudah meninggal, bukan?

Dengan terpaksa Chloe menyambut uluran tangan lelaki di depannya. Tersisa sekitar lima senti lagi sampai akhirnya kedua tangan mereka benar-benar tersentuh, tapi Chloe justru menampar kencang telapak tangan si Lelaki Serba Hitam.

“Ngga! Saya masih ngga percaya. Pasti ini cuma mimpi, kan?” tampik Chloe berteriak. “Mama. Mama saya di mana? Mama?” panggil Chloe panik sembari melangkah cepat mengitari mobil yang sebelumnya ditumpangi olehnya. Mobilnya terbalik dan mengeluarkan asap. Nyaris tak berbentuk.

Here we go again,” gerutu si Lelaki Serba Hitam sambil mengikuti ke mana arah Chloe pergi. Lagi-lagi dirinya harus rela melewati drama penjemputan yang panjang.

“Mama!” teriak Chloe mendekati mamanya yang sama terluka parah dengannya. “Mama, bangun. Ini Chloe,” ujar Chloe berusaha membangunkan mamanya meskipun dirinya tahu bahwa apa yang dilakukannya tidak akan membuahkan hasil.

Si Lelaki Serba Hitam sudah berdiri di dekat Chloe. Memberi waktu sejenak pada Chloe untuk menangis dan mungkin sedikit memberi waktu pula pada Chloe untuk bertemu dengan mamanya terakhir kali.

“Nyonya Alessa—Mamamu—sedang diambang kematian, tapi saya rasa masih akan selamat, karena saya ngga lihat ada penjemputnya di sekitar sini. Dan coba lihat ini,” ujarnya memperlihatkan sebuah ponsel yang menayangkan daftar nama manusia yang meninggal di hari ini, “nama Mamamu ngga ada di dalam daftar.”

Chloe masih menangis sesenggukan. Wajahnya dipenuhi dengan bulir-bulir air matanya sendiri. Tidak apa baginya jika mamanya masih selamat sementara dirinya tidak. Hanya saja Chloe tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan kedua orang tuanya ketika tahu anak satu-satunya yang mereka punya pergi untuk selamanya dalam umur yang masih terbilang muda. Chloe paling tidak bisa melihat kedua orang tuanya sedih.

“Ok, ambulans udah datang,” ucap si Lelaki Serba Hitam.

Chloe melihat dari kejauhan sebuah mobil ambulans datang ke arah dirinya berada. Chloe pun bersiap bangkit dari posisinya untuk membiarkan mamanya mendapat penanganan terlebih dahulu. Namun, tanpa diduga pergerakannya dicegat oleh sesuatu yang mencengkeram pergelangan tangannya.

Chloe terkejut saat menemukan mamanya membuka mata. Si Lelaki Serba Hitam pun juga dibuat sama terkejutnya.

“Mama? Mama bisa lihat aku? Ya ampun, Ma …,” ujar Chloe kembali menangis sembari memeluk mamanya dengan begitu erat. “Mama tenang ya. Mama pasti selamat, okay? Chloe sayang Mama, juga Papa.”

Nyonya Alessa menggelengkan kepalanya begitu pelan. Seakan-akan hanya itu tenaga yang tesisa. Bibirnya yang pucat berusaha menyunggingkan senyuman.

“Bukan, Chloe. Bukan Mama, tapi kamu. Harus kamu,” tutur Nyonya Alessa lirih.

“Ngga! Mama ngomong apa sih?”

“Anak muda,” panggil Nyonya Alessa ke arah si Lelaki Serba Hitam. “Biar saya saja. Chloe masih muda. Masih banyak hal yang harus Chloe capai—”

“Ngga! Mama, apa sih! Papa di dunia masih butuh Mama!” bentak Chloe menolak.

Si Lelaki Serba Hitam masih terdiam di tempat. Butuh waktu beberapa detik sampai akhirnya dia berkata, “Anda hanya tinggal bilang dengan sungguh-sungguh kalau anda mau bertukar tempat.”

“Ngga!” seru Chloe lagi, lalu menggebu-gebu mendekati si Lelaki Serba Hitam. “Heh! Dari awal udah saya yang kamu jemput! Saya udah terima kok! Saya udah ikhlas!” protesnya marah.

“Saya ingin bertukar tempat dengan Chloepatra,” ucap Nyonya Alessa dalam satu tarikan napas, tanpa meminta persetujuan Chloe terlebih dulu.

“Mama!”

“Permintaan diterima.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
mama.. Chloe pasti nyesek
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status